Menjadi pengusaha boleh jadi merupakan mimpi sebagian besar orang saat ini. Pengusaha bisa mengelola usaha secara mandiri dengan jam kerja yang fleksibel. Kesempatan untuk mengeksplorasi bisnis hingga bernilai maksimal juga terbuka luas. Bandingkan dengan nasib karyawan perusahaan yang dibatasi oleh hierarki jabatan dan jenjang karier.
Namun, di balik segala keistimewaan, tersimpan banyak tantangan yang menghadang para pengusaha. Salah satu yang sering menjadi permasalahan, terutama di kalangan para pemula, adalah pengaturan keuangan.
Sering sekali pengusaha dengan omzet yang mulai menanjak tiba-tiba kelabakan karena tidak mencatat keuangan secara tertib. Itulah pengalaman Reza Andriadi, pemilik sebuah usaha penerbitan di Jakarta Selatan. Pada awal merintis usaha dulu, Reza mencampur aduk keuangan bisnis dan pribadi. Masalah muncul saat Reza harus mengurus perpajakan. “Pusing karena pencatatan aset dan utang selama ini telanjur nyampur,” cerita dia.
Membereskan soal itu ternyata cukup menguras tenaga. Prospek usahanya juga terancam. Sebab, tanpa menyelesaikan urusan pajak dia bisa mengikuti tender proyek penerbitan sebuah instansi pemerintah. Runyam, bukan?
Pentingnya memiliki pembukuan keuangan usaha yang tertib juga muncul dari pengalaman Rochadi Ariawan, pemilik Klinik Gigi Dentaris di Jakarta. Sebenarnya dia telah memisahkan rekening pribadi dan bisnis. Meski begitu, tetap saja dia tersandung masalah ketika usaha yang dia rintis sempat kekurangan modal. “Saya tidak memiliki dana cadangan untuk usaha, sehingga terpaksa membobol tabungan pribadi dan berutang ke saudara,” cerita dia.
Antisipasi Masalah
Cerita serupa juga dikisahkan oleh Alpha Satriakusuma, pemilik usaha konstruksi Prajja Indonesia. Kendati cukup rajin mencatat arus kas usaha, rupanya Alpha tidak menyisihkan sebagian pendapatan usahanya untuk cadangan biaya operasional. Ujung-ujungnya, ketika terdesak kebutuhan dana tambahan untuk operasional, Alpha terpaksa menambalnya dengan berutang ke kerabat.
Mencari tambahan sumber dana untuk mendukung masalah permodalan, merupakan hal wajar dalam bisnis. Justru para usahawan yang berhasil kebanyakan menemui puncak kesuksesan lewat dukungan permodalan besar dari bank.
Namun, akan menjadi hal yang kurang sedap ketika kendala bisnis yang Anda hadapi mengemuka hanya karena hal yang cenderung “sepele”. Misalnya, akibat kemalasan Anda menertibkan keuangan bisnis.
Mencampur rekening usaha dengan rekening pribadi, tidak tertib mencatat arus keluar masuk dana, nilai aset bisnis tidak terdokumentasi dengan lengkap, bisa menjadi penyebab ketersendatan usaha Anda.
Lantas, bagaimana cara mengatur keuangan yang tepat bagi para pebisnis agar kantong pribadi aman dan usaha lancar? Simak strategi yang dibagi oleh perencana keuangan berikut:
Pisahkan Rekening
Memisahkan rekening pribadi dengan rekening bisnis wajib dilakukan oleh pengusaha level apa pun. Selain terlihat lebih profesional, dengan rekening yang berbeda, Anda bisa mudah melacak arus keluar masuk dana di bisnis Anda. “Manfaatkan produk tabungan khusus pebisnis yang banyak tersedia di perbankan,” kata Farah Dini, perencana keuangan Janus Consulting.
Beberapa produk rekening bisnis di perbankan sudah dilengkapi fitur pendukung pengorganisasian keuangan pebisnis. Semua transaksi perbankan secara otomatis tercatat dengan rapi. Kita bisa melacak arus keluar masuk dana berikut sumber dan tujuan masing-masing, hingga beberapa periode ke belakang.
Oh, iya, pemisahan rekening juga berarti memisahkan pula penggunaan kartu kredit pribadi dengan kartu kredit untuk keperluan bisnis.
Tertib administrasi akan memudahkan Anda memantau kondisi kesehatan keuangan bisnis. Kita bisa tahu arus kas yang sebenarnya, daya tahun likuiditas, nilai aset, tingkat penjualan, hingga laba atau kerugian usaha secara tepat.
Dengan begitu, Anda bisa lebih sigap menentukan langkah pengembangan bisnis karena memiliki bahan untuk menimbang kondisi keuangan perusahaan. Anda juga bisa lebih cepat mengantisipasi manakala di tengah jalan usaha menemui kesulitan keuangan.
Ini telah dipraktikkan oleh Rochadi. Pencatatan tetek bengek keuangan yang terkait bisnis terbukti membantu Rochadi mengetahui pos-pos mana yang bisa dia hemat dan pos mana yang berpotensi menggelembungkan biaya. Dengan mengetahui kondisi keuangan, dia bisa mengambil langkah konkret supaya kondisi usaha kian baik.
Sebagai contoh, dia bisa melakukan efisiensi pengeluaran melalui penekanan pungutan liar hingga pemilihan peralatan pendukung usaha yang lebih berkualitas supaya lebih awet. “Cara ini terbukti ampuh mengatasi masalah keuangan usaha tanpa perlu berimbas pada keuangan pribadi,” ujar dia.
Susun Direktori
Pada dasarnya, pengaturan keuangan bisnis tidak berbeda dengan keuangan pribadi. Anda tetap harus menyiapkan dana darurat, biaya operasional, proteksi, juga pos investasi, dalam perencanaan keuangan bisnis.
Yang sedikit berbeda adalah jenis pos-pos kebutuhan. Dalam keuangan bisnis, mungkin ada pos biaya pembayaran pemasok, biaya penjualan, pendapatan usaha, pos gaji karyawan. Juga, kewajiban usaha berupa cicilan bank, dan sebagainya.
Adapun penyediaan dana darurat kegiatan bisnis bisa Anda sisihkan dari pendapatan usaha per bulan. Untuk dana darurat, Freddy Pileoor, perencana keuangan MoneynLove Financial Planning and Consulting. bilang, idealnya sebesar dua kali sampai tiga kali lipat biaya operasional bisnis. Besar dana cadangan bisa berbeda-beda tergantung pada sektor usaha.
Sejalan dengan saran itu, Rochadi biasa menyisihkan dana cadangan sebesar enam kali pengeluaran bulanan. “Saya selalu mencadangkan sekitar 10% sampai 20% dari pendapatan,” imbuh Alpha.
Lain lagi soal investasi usaha. Dalam penataan keuangan pribadi, tujuan investasi adalah mencapai tujuan tertentu, seperti mengumpulkan dana pendidikan atau dana pensiun. Pada keuangan bisnis pos investasi diarahkan untuk mendukung pengembangan bisnis. “Misalnya, untuk pos ekspansi usaha isinya pembelian mesin baru,” kata Dini.
Bikin proyeksi
Keuangan bisnis tak cuma membutuhkan tertib administrasi. Supaya pengelolaan keuangan juga tepat, para perencana keuangan menyarankan agar Anda juga membuat proyeksi anggaran bulanan dan tahunan. “Hitung pengeluaran dalam enam bulan, setahun hingga 3 tahun ke depan,” saran Freddy lagi,
Dia menjelaskan, langkah ini akan membantu Anda mengukur kemampuan kas usaha dalam mendanai biaya operasional dalam jangka pendek dan menengah. Asumsikan pula pendapatan usaha per bulan atau kinerja penjualan.
Dengan memiliki proyeksi anggaran bulanan, Anda bisa terbantu berdisiplin memakai dana di kas usaha. Tanpa batasan anggaran, hal itu sulit diwujudkan. Selain itu, sebagai pengusaha Anda lebih siap mengantisipasi kondisi keuangan bisnis tanpa khawatir imbasnya bagi keuangan pribadi.
Manajemen Laba
Hal paling mengasyikkan menjadi seorang pengusaha atau wirausahawan adalah potensi pendapatan yang tak terbatas. Kendati untuk mencapai itu semua, upaya serta risiko yang harus Anda tanggung juga sepadan.
Nah, setelah bisa disiplin menerapkan tertib administrasi keuangan, penting juga bagi Anda menjalankan manajemen laba yang tepat. Pengalaman Alpha menunjukkan, manajemen laba yang kurang tepat berisiko menggoyang bisnis. Akibat memperlakukan keuntungan usaha sekadar sebagai dana kas, dia sempat kelabakan mencari tambahan modal saat kondisi kas mendadak tiris.
Oleh sebab itu, dari setiap keuntungan yang Anda peroleh, silakan bagi ke dalam pos-pos lagi. “Setelah dipotong seluruh biaya, sebagian keuntungan bisa menjadi gaji Anda dan sisanya bisa diinvestasikan lagi untuk bisnis,” ujar Dini.
Selamat, kalau selama ini sudah rapi menata keuangan usaha dan pribadi. Sebuah kendala perjalanan bisnis sudah mampu Anda taklukkan.
Sebaliknya, jika tata keuangan Anda masih gaya warung rokok pinggir jalan seadanya, sebaiknya segera berbenah. Tak kurang contoh, pengusaha sukses jatuh bangkrut gara-gara tak rapi menata keuangan mereka.
Tentu Anda tidak ingin seperti mereka, bukan?