Minoritas Muslim Rohingya
Meluruskan dan Merapatkan Shaf
Radio Streaming Islami
Jeram Sungai Pekalen

Keadaan Minoritas Muslim Rohingya di Myanmar
Sampai bulan ini, reformasi Myanmar dari negara tertutup menjadi negara demokrasi awalnya tampak...More

Pentingnya Meluruskan dan Merapatkan Shaf
“Tidakkah kalian berbaris sebagaimana berbarisnya para malaikat (dengan rapih) di hadapan Rabb mereka?”...More

Link Radio Streaming Islami Indonesia
Bagi anda yang ada di perantauan seperti saya dan tidak ada radio islami di sana dan ingin mendengarkan nasyid,...More
Goyang Inul di Jeram Sungai Pekalen
Karakteristik sungai Pekalen berbelok dan bertebing, memiliki panorama alam yang indah,...More
Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Monday, 31 March 2014
Krimea, Negeri Islam yang Hilang
Persaingan merebutkan Semenanjung Krimea bukanlah hal baru. Walaupun persaingan kadang muncul, kadang surut untuk beberapa dekade. Krimea adalah salah satu wilayah Turki Utsami, tepatnya wilayah-wilayah bagian utara.
Islam masuk ke Krimea pada paruh pertama abad ke-10 M. Kebanyakan penduduknya saat itu berdarah Turki. Kemudian mereka lebih dikenal dengan nama Tatar. Sedangkan nama Krimea (Al-Qirm) adalah bahasa Tatar yang bermakna benteng. Wilayah yang disebut Krimea tersebut saat ini dinamakan Semenanjung Krimea, ditambah beberapa wilayah Rusia saat ini mengelilingi Laut Azov, dan beberapa wilayah di sebelah utara semenanjung (berada di Ukraina saat ini).
Kerajaan Tatar Krimea berada di wilayah yang cukup luas tersebut sejak 1441 M hingga 1783 M. Kerajaan ini melemah bersamaan dengan melemahnya Turki Utsmani. Terakhir, Turki Utsmani melepasnya berdasar perjanjian “Kojak Qanarjh” tahun 1774 yang berisi terpisahnya Krimea dari Turki Utsmani.
Saat itu dimulailah kekuasaan Rusia pada wilayah Semanjung Krimea. Karena Kaisar Yekaterina II mengkhianati perjanjian “Kojak Qanarjh” yang menyatakan Krimea sebagai wilayah yang merdeka. Rusia menjajah Krimea tahun 1783. Saat itu kota-kota besar Krimea dihancurkan dan dibakari. Banyak sekali situs peninggalan sejarah Islam yang dilenyapkan.
Keberadaan Tatar Krimea, yang dulunya merupakan penduduk mayoritas dan muslim, terus berkurang terutama saat berada di bawah kekuasaan Uni Soviet. Rezim Joseph Stalin mengusir secara paksa seluruh Tatar Krimea pada tahun 1944. Saat itu Stalin menuduh Tatar berkhianat saat terjadi peperangan. Rumah-rumah dan tanah yang mereka tinggalkan dibagi-bagi kepada para petani komunis pemberontak baik dari Rusia maupun yang lainnya.
Dengan politik seperti itu, keberadaan Rusia di Krimea semakin besar. Pada sensus 2001, orang-orang yang berdarah Rusia mencapai 58% dari keseluruhan penduduk yang berjumlah 2 juta jiwa. Sedangkan penduduk yang berdarah Ukraina mencapai 24%. Sisanya, Tatar Krimea hanya 12%.
Pada tahun 1944, saat Tatar Krimea diusir secara paksa, jumlah masjid di Krimea mencapai 1800 masjid. Ketika Ukraina merdeka, dan Tatar Krimea mulai pulang, jumlah masjidnya hanya antara 20-30 masjid. Kini sudah mulai dibangun kembali hingga terdapat sekitar 300 masjid.
Status Semenanjung Krimea sebagai bagian dari Uni Soviet hingga tahun 1954. Saat itu Nikita Khrushchev, pemimpin Uni Soviet pada tahun 1954-1964, memutuskan untuk menggabungkan Krimea ke Ukraina. Sehingga ketika Ukraina merdeka tahun 1991, Krimea pun menjadi salah satu wilayahnya. (msa/dakwatuna)
Sumber bacaan: Ukraine Press, Rusia Today.
Friday, 28 February 2014
Sejarah Singkat Pengangkatan Khulafaur Rasyidin
Menurut Said Hawwa sebagaimana dikutip oleh Muhammad Herry, hanya ada satu prosedur legal pengangkatan khalifah, yaitu dengan pemilihan yang dilakukan oleh para tokoh yang mewakili umat (ahlul halli wal ‘aqdi) dan kesanggupan yang dinyatakan oleh orang-orang yang dipilih untuk menjadi khalifah. Inilah yang disebut kontrak sosial. Dan kontrak sosial tidak akan sempurna kecuali dengan al-ijab (penyerahan tanggung jawab) dan al-qabul (penerimaan tanggung jawab).
Al-ijab dilakukan oleh ahlul halli wal ‘aqdi yang merupakan proses pemilihan khalifah. Sedangkan al-qabul datang dari pihak orang yang terpilih untuk menjadi khalifah.
Inilah yang terjadi di zaman Khulafa Rasyidin, zaman setelah wafatnya Rasulullah saw… Untuk itu marilah kita telusuri secara singkat sejarah terpilihnya empat khalifah pasca Nabi Muhammad saw.
Abu Bakar ash-Shiddiq RA
Pasca meninggalnya Rasulullah SAW, kaum Anshar (penduduk asli Madinah), berkumpul di Saqifah bani Saa’idah. Bukan sekadar berkumpul, tapi mereka sedang mendulang dukungan kepada Sa’ad bin Ubaidah RA sebagai pimpinan, menggantikan Nabi. Peristiwa tersebut didengar oleh Umar bin Khaththab. Umar lalu memberitahukan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Lalu, Umar dan Abu Bakar mengajak Abu Ubaidah RA menuju ke Saqifah bani Saa’idah.
Sesampainya di sana, jumlah umat semakin banyak, dan di depan umat itulah Abu Bakar berpidato agar umat memilih Umar atau Abu Ubaidah. Tapi keduanya menolaknya. Bahkan Umar dan Abu Ubaidah bersepakat untuk membaiat Abu Bakar. Belum juga mereka menjabat tangan Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad yang berasal dari kaum Anshar, menjabat tangan Abu Bakar dan langsung membaiatnya. Dari sini lalu khalayak membaiat Abu Bakar, baik dari kalangan Anshar, Muhajirin, dan tokoh Islam lainnya. Abu Bakar tidak lagi sanggup menolak amanah yang diberikan umat kepadanya.
Umar bin Khaththab RA
Tatkala Abu Bakar ash-Shiddiq merasakan ajalnya sudah dekat, ia mengundang para sahabat untuk membahas siapa penggantinya. Abu Bakar juga menulis surat yang ditujukan kepada khalayak, yang menjelaskan atas apa pilihannya itu. Abu Bakar menjatuhkan pilihannya kepada Umar bin Khaththab. “Tapi, kepada para sahabat, Abu Bakar berkata, ‘Saya menjatuhkan pilihan kepada Umar, tapi Umar bebas menentukan sikap’.”
Rupanya, umat juga bersetuju dengan Abu Bakar. Lalu, kepada Umar, Abu Bakar berpesan, “Sepeninggalku nanti, aku mengangkatmu sebagai penggantiku…” ucap Abu Bakar pada Umar bin Khaththab.
“Aku sama sekali tak memerlukan jabatan khalifah itu,” Umar menolak.
Tapi, atas desakan Abu Bakar dan dengan argumentasi yang membawa misi Ilahi, Umar luluh dan menerimanya. Sepeninggal Abu Bakar, ketika Umar dilantik jadi khalifah, ia justru menangis. Orang-orang pun bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau menangis menerima jabatan ini?”
“Aku ini keras, banyak orang yang takut padaku. Kalau aku nanti salah, lalu siapa yang berani mengingatkan?”
Tiba-tiba, muncullah seorang Arab Badui dengan menghunus pedangnya, seraya berkata, “Aku, akulah yang mengingatkanmu dengan pedang ini.”
“Alhamdulillah,” puji Umar pada Ilahi, karena masih ada orang yang mau dan berani mengingatkannya bila ia melakukan kesalahan.
Utsman bin Affan RA
Sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Umar tidak mau menunjuk penggantinya. Kepada para sahabat, dia berpesan, “Hendaklah kalian meminta pertimbangan pada sekelompok orang yang oleh Rasulullah SAW pernah disebut sebagai calon penghuni surga. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib RA, Utsman bin Affan RA, Abdurrahman bin Auf RA, Zubair bin al-Awwam RA, Sa’ad bin Abi Waqqash RA dan Thalhah bin Sa’ad Ubaidillah RA.
Hendaklah engkau memilih salah satu dari mereka untuk menjadi pemimpin. Dan bila sudah terpilih, maka dukunglah dan bantulah pemimpin itu dengan baik.”
Ketika Umar meninggal dunia, para sahabat berkumpul di rumah Aisyah RA, kecuali Thalhah yang sedang berada di luar kota. Mereka pun bermusyawarah, siapa sebaiknya yang patut menggantikan Umar. Di tengah membicarakan mekanismenya, Abdurrahman angkat bicara, “Siapa di antara kalian yang mengundurkan diri dari pencalonan ini, maka dia berhak menentukan siapa pengganti Khalifah Umar.” Tak seorang pun yang berkomentar. Maka, Abdurrahman berinisiatif mengundurkan diri. Yang lain berjanji akan tetap bersama Abdurrahman, dan menerima apa yang akan diputuskannya.
Meski sudah mendapat mandat dari para calon ahli surga, Abdurrahman tak mau gegabah untuk memutuskan siapa yang mesti dipilih sebagai khalifah. Selama tiga hari tiga malam Abdurrahman mendatangi berbagai komponen masyarakat untuk didengar aspirasinya.
Pada hari ketiga, barulah Abdurrahman memutuskan Utsman sebagai pengganti Umar. Abdurrahman membaiat Utsman, diikuti oleh para sahabat lainnya, termasuk mereka yang disebut-sebut oleh Rasulullah SAW sebagai ahli surga.
Ali bin Abi Thalib RA
Akhir hayat Utsman juga sama dengan yang dialami oleh Umar bin Khaththab, dibunuh oleh seseorang yang tak menyukai Islam terus berjaya. Sepeninggal Utsman, Ali didatangi oleh kaum Anshar dan Muhajirin. Mereka bersepakat untuk membaiat Ali. Tapi Ali menolaknya, karena ia memang tidak berambisi untuk menduduki jabatan duniawi. Tak ada pilihan, tak ada tokoh sekaliber dia. Umat pun terus mendesak. Akhirnya Ali luluh, dan berucap, “Baiklah, kalau begitu kita lakukan di masjid saja.” Dan Ali, dibaiat di dalam masjid.
Wallahu a’lam.
Friday, 24 January 2014
“Jirri Tudur” Syuhada Bumi Yarmuk
“Gergorius sudah mati. Aku yang menikamnya karena Gergorius yang malang telah membelot menjadi seorang muslim,” perasaan gundah menyelimuti Margiteus yang tengah mengusap-usap pedang panjangnya yang berukiran matahari dengan 12 jilatan api itu.
“Hah, mustahil mana mungkin terjadi, dia seorang Kristiani yang taat.” Argenta menatap tajam Margiteus
“Ya aku cuma bisa kesal, bingung dan sedih kenapa seorang panglima perang Romawi yang ulung harus mati di ujung mata pedangku.” Sesal Margiteus sambil membersihkan sisa darah di pedangnya.
Debu-debu beterbangan, menggumpal di atas bumi Yarmuk. Suara teriakan riuh jelas terdengar seiring rengekan suara onta dan kuda. Nyaring dan ngeri.
Saat itu, pasukan Islam tengah bertempur sengit di Yarmuk –wilayah perbatasan dengan Syria. Pasukan Islam bermarkas di bukit-bukit yang menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di hadapannya. Dengan jumlah tak kurang dari 240 ribu pasukan romawi, mereka kewalahan menghadapi pasukan muslimin yang hanya berjumlah 39 ribu orang saja. Puluhan ribu pasukan Romawi –baik yang berasal dari Arab Syria maupun yang didatangkan dari Yunani– tewas. Lalu terjadilah pertistiwa mengesankan itu.
Kondisi ini jelas tidak menguntungkan pasukan Romawi walaupun sebenarnya kehebatan pasukan Islam membuat kagum para panglima Romawi dan komandan pasukannya. Termasuk Gregorius Theodorus –orang-orang Arab menyebutnya “Jirri Tudur”– ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Maka saat masuk waktu istirahat Gregorius mendatangi Khalid untuk perang tanding. Dia menantang Khalid untuk berduel satu lawan satu. Sekilas tawaran ini dapat mengurangi jatuh korban, namun bisa saja menjadi taktik sekaligus sebagai ‘psy war’ dalam sebuah pertempuran yang malah dapat menganulir kemenangan kaum muslimin.
Theodorus adalah seorang panglima pilihan yang mempunyai hubungan erat dengan pembesar Bani Ghassan, sebuah kerajaan satelit Romawi di Syam (Syiria), oleh karena itu ia fasih berbahasa Arab. Khalid bin Walid tidak melewatkan tantangan itu, dan dengan serta merta menerimanya dengan sikap ksatria.
Dengan disaksikan oleh kedua kubu pasukan yang berseteru dari kejauhan dan di tengah-tengah benturan pedang kedua panglima tersebut. Dalam duel maut itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Luar biasa, rasa ta’jub begitu saja muncul di benak Gregorius, betapa tidak! Tombak bergagang baja itu rontok oleh sabetan pedang Khalid, padahal sepanjang pertempuran yang dipimpinnya tombak itu menjadi tumpuan pertahanan dirinya. Kepiawaian Khalid memainkan pedangkah? Tenaganya yang kuatkah? Atau memang benar pedangnya diturunkan dari langit? Rasa penasaran panglima Romawi ini makin menjadi-jadi. Dia seperti baru menemukan lawan tanding yang setimpal.
Dengan cepat dia ganti mengambil pedang besarnya. Kali yang kedua Gregorius berdecak kagum pasalnya dia merasa Khalid memberinya kesempatan untuk berancang-ancang karena dalam benak dia petarung sekaliber Khalid pastinya akan segera menyudahi duel itu disaat musuhnya lengah. Tetapi ternyata Khalid tidak melibas habis lawannya padahal kesempatan itu ada. Sikap patriot sejati tidak selamanya tercermin dari kegarangan menebas batang leher musuh. Ada kalanya kelembutan mengukir bukti atas sikap ksatria.
Akhirnya kedua paglima itu saling mendekat sampai-sampai kedua kepala kuda mereka saling bertemu. Saat itulah panglima Gregorius menyempatkan diri berdialog dengan Khalid:
“Ya Khalid, coba katakan dengan sebenar-benarnya dan jangan bohongi saya. Apakah benar Allah telah turun kepada Nabi anda dengan membawa pedang dari langit, lalu menyerahkannya kepada anda, sehingga anda memperoleh julukan “Pedang Allah”? Saya tahu setiap anda mencabut pedang itu, maka tidak ada lawan yang tidak tunduk!”
“Semua itu tidak benar!” tukas Khalid dengan singkat seraya tetap mempermainkan pedangnya untuk menangkis serangan pedang panglima Gregorius.
“Lantas mengapa anda dijuluki Pedang Allah?” tanya Gregorius lagi. Dan bagaikan tumbuh saling pengertian, keduanya kemudian menghentikan ayunan pedang. Keduanya tegak berhadapan di tengah laga, masih tetap bersiaga, dan meneruskan dialog.
“Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Mulia mengutus seorang Nabi kepada kami. Semula kami menentangnya dan memusuhinya. Sebagian dari kami beriman dan mengikutinya. Saya termasuk pihak yang mendustainya dan memusuhinya, tetapi kemudian Allah menurunkan hidayah ke dalam hatiku. Sayapun beriman dan menjadi pengikutnya. Rasulullah SAW berkata kepadaku: ‘Ya Khalid, engkau adalah sebuah pedang di antara sekian banyak pedang Allah yang terhunus untuk menghadapi kaum musyrikin!’ Ia mendoakan saya supaya tetap menang. Sebab itulah aku dijuluki ‘Pedang Allah’ …” Khalid menuturkan apa adanya.
“Saya menerima keterangan anda itu dan tidak lagi percaya dengan segala legenda tentang diri anda,” ujar Gregorius yang kemudian meneruskan pertanyaannya.
“Di dalam tugas dakwah anda, apa sajakah yang anda sampaikan?”
“Mengakui bahwa tiada yang patut disembah selain Allah, dan mengakui bahwa Muhammad itu Rasul Allah, dan berikrar dalam hati bahwa ajarannya itu datang dari Allah.”
“Jika seseorang tidak bersedia menerimanya?”
“Membayar jizyah, mengakui kepemimpinan Islam, dan setelah itu kami berkewajiban menjamin hak miliknya, jiwanya dan juga kepercayaan, keyakinan, agama yang dianutnya!”
“Jika ia tetap tidak mau menerimanya?”
“Pilihan akhir adalah perang, dan kami siap untuk itu!” jawab Khalid singkat-singkat, jelas dan tegas. Sementara di kedua kubu pasukan yang masih bertanya-tanya tentang apa yang tengah terjadi di dalam perang tanding itu, panglima Gregorius meneruskan lagi dialognya,
“Bagaimanakah kedudukan seseorang yang menerima Islam pada pilihan pertama pada hari ini?”
“Kedudukan dan derajat bagi kami hanya satu di antara dua, yaitu apa yang ditetapkan oleh Allah. Mulia atau hina. Tak peduli ia menerima Islam lebih dulu atau belakangan!”
“Jadi, orang yang menerima Islam pada hari ini, ya Khalid, apakah sama kedudukannya dengan yang lain dalam segala hal?”
“Ya, Anda benar!”
“Mengapa bisa sama ya Khalid? Padahal anda sudah lebih dulu Islam dari padanya?”
“Kami memeluk Islam dan mengikat bai’at dengan Rasul Muhammad SAW. Ia hidup bersama kami, dan kami menyaksikan kebesaran dan mu’jizat-mu’jizatnya, hingga beliau wafat. Sedangkan orang yang menerima Islam pada hari ini, tidak pernah berjumpa dengan beliau dan tidak pernah menyaksikan semua itu. Jika orang itu menerima Islam dan menerima kerasulan Muhammad dan pembenarannya itu jujur serta ikhlas, maka sesungguhnya ia jauh lebih mulia dari pada kami!”
“Ya Khalid, keterangan anda sangat benar! Anda tidak menipu, tidak berlebih-lebihan dan tidak membujuk. Demi Allah, saya menerima Islam pada pilihan pertama!”
Seraya menuntaskan dialognya, panglima Gregorius melemparkan perisainya dan menyarungkan pedangnya. Ia bersama Khalid kemudian berjalan beriring menuju kubu perkemahan pasukan muslimin. Pasukan Romawi terkejut, mereka menyangka Gregorius telah ditaklukkan dan ditawan oleh Panglima Islam yang masyhur itu, yang kehidupannya nyaris menjadi sebuah legenda. Mereka panik, dan serunai perang pun ditiup guna mempersiapkan serangan besar-besaran terhadap pertahanan umat Islam.
Sementara itu, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Panglima Gregorius bersyahadat dan minta pengajaran Islam di dalam kemah kaum muslimin. Setelah itu ia minta disediakan air bersih untuk berwudhu. Untuk pertama kalinya ia melaksanakan sendi ajaran Islam yang kedua, shalat dua rakaat!
Setelah selesai mengerjakan shalat, maka Khalid bin Walid bersama dengan Gregorius Teodorus dan kaum Muslimin lainnya meneruskan peperangan sampai matahari terbenam dan di saat itu kaum Muslimin mengerjakan shalat Dzuhur dan Ashar dengan isyarat saja.
Subhanallah! Khalid bin Walid menundukkan Gregorius bukan dengan ketajaman pedangnya, tapi dengan kejujuran dan sikap sportifitasnya. Hal ini sebenarnya pernah berlaku pada diri Khalid sendiri. Khalid adalah lakon penting dibalik ambruknya kaum muslimin di perang Uhud. Berikutnya, bukan hunusan senjata yang membuatnya bertekuk lutut, kelembutan dakwah yang menjadikannya mukmin sejati. Dialah pedang Allah (Saifullah) yang menyiarkan Islam hingga membuka mata dunia. Alhasil, Rasulullah saw tidak membutuhkan kilatan pedang untuk menundukkan orang yang ganas. Cukup menyiraminya dengan kasih sayang. Dan pesona kelembutan sanggup melelehkan hati yang membatu sekalipun.
Sementara di luar kemah, pertempuran mulai berkecamuk. Kedua pihak mengerahkan kekuatan manusia, senjata dan strateginya. Di tengah-tengah sengitnya suara denting pedang dan raungan nafas yang terputus, tiba-tiba majulah dua orang panglima pasukan muslimin. Keduanya berdampingan dan saling bahu membahu. Mereka adalah Khalid bin Walid dan Panglima Gregorius Teodorus yang telah bersyahadat.
Pertempuran berlangsung selama dua hari. Medan laga telah bersimbah darah. Pekikan takbir dan kobaran semangat sambung menyambung tak putus-putusnya, seiring dengan tumbangnya tubuh-tubuh tak bernyawa ke permukaan bumi. Pasukan Romawi pada hari itu merasakan pedihnya sebuah kekalahan. Tentaranya kocar-kacir dan meninggalkan 50.000 jasad pasukan mereka yang bergelimpangan di medan laga. Di tengah rasa syukur kemenangan, kaum muslimin juga harus membayar mahal dengan merelakan 3000 orang syahidnya.
Pasukan Romawi mengalami kekalahan telak di tangan kaum muslimin. Mereka kehilangan 50.000 tentaranya. Pasukan Romawi kocar kacir, mereka mencari perlindungan di Damascus, Antokiah dan Caesarea serta ada juga yang turut serta dengan Kaisar Heraklius ke Constantinople. Pertempuran sehari itu meninggalkan cacatan hitam dalam sejarah perang Romawi yang sukar dipadamkan dalam sejarah. Mereka kalah telak dari pejuang yang kecil bilangannya dengan peralatan perang yang jauh ketinggalan dibanding mereka.
Dalam pertempuran itu, Gregorius yang telah bergabung dengan barisan kaum Muslimin itu terbunuh, dan dia hanya baru mengerjakan shalat dua rakaat bersama dengan Khalid bin Walid. Walaupun demikian, ia telah menyatakan keIslamannya dan berjanji untuk tidak akan kembali lagi kepada agama lamanya.
Di sebuah lembah berbatu, panglima Khalid bin Walid tertunduk sedih, haru dan sekaligus bangga. Di hadapannya terbujur jasad asy-syahid Gregorius Teodorus dengan puluhan luka di sekujur tubuhnya. Gregorius syahid di tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah Juwariah, putri Abu Sofyan.
Gregorius telah syahid. Panggilan fitrah telah membimbingnya kepada Islam. Kepada iman yang benar. Gregorius tak membutuhkan diskusi yang bertele-tele dan melelahkan untuk menerima Islam. Keberanian, kejujuran, sportifitasnya dan kehebatan strategi perang Khalid telah membawanya kepada pintu gerbang hidayah Islam.
Mantan panglima Romawi ini menjadi saksi atas agama mulia ini yang akan berkembang pesat justru berkat perilaku santun pemeluknya yang lekas menarik simpati berupa untaian indah akhlak dan kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Terbukti bahkan dalam peperangan, etika sosial sangat dijaga. Harkat kemanusiaan tetap terpelihara dalam bingkai kasih sayang. Tidak merusak fasilitas umum, tidak menggangu wanita, orang tua dan anak-anak, dilarangnya menebang tanaman, tidak membunuh lawan yang sudah menyerah dan berbagai perilaku indah lainnya, sehingga musuh pun terpikat seraya berseru, “Betapa indah ajaran ini!”
Dan tentunya keindahan persaudaraan dalam Islam dirasakannya seperti ikan yang mendapatkan airnya kembali. Begitupun pertemanannya dengan Khalid walau terbilang singkat tapi dirasakannya begitu akrab.
Sejarah mencatat bahwa Gregorius Teodorus adalah seorang muslim yang sepanjang hayatnya dapat merasakan manisnya iman dan jihad sekaligus yaitu saat detik-detik dua kalimat syahadat diikrarkan. Dan seperti mendapat pasokan energi yang besar, Gregorius langsung berbalik memerangi pasukannya sendiri dengan semangat jihad.
Friday, 18 January 2013
Bagaimana Mendirikan Sebuah Museum
Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat, dan terbuka untuk umum. Tugas museum adalah memperoleh, merawat, menghubungkan, dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan lingkungannya untuk tujuan-tujuan studi, pendidikan, dan rekreasi.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti material hasil budaya manusia, alam, dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.
Museum dalam menjalankan aktivitasnya, mengutamakan dan mementingkan penampilan koleksi yang dimilikinya. Setiap koleksi merupakan bagian integral dari kebudayaan dan sumber ilmiah.
Museum dapat didirikan oleh Instansi Pemerintah, Yayasan, atau Badan Usaha yang dibentuk berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Misalnya Surat Keputusan bagi museum pemerintah dan akte notaris bagi museum swasta. Bila perseorangan ingin mendirikan museum, maka terlebih dulu harus membentuk yayasan.
Apakah Acuan Pendirian Museum?
Pendirian sebuah museum memiliki acuan hukum, yaitu:
- Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
- Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1992
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum
- Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.33/PL.303/MKP/2004 tentang Museum
Apa Sajakah Jenis-jenis Museum itu?
Menurut koleksi yang dimiliki, jenis museum dapat dibagi menjadi dua. Pertama, museum umum yang koleksinya terdiri atas kumpulan bukti material manusia dan lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu, dan teknologi. Kedua, museum khusus adalah museum yang koleksinya terdiri atas kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, cabang ilmu atau satu cabang teknologi.
Museum berdasarkan kedudukannya terdiri atas museum nasional, museum provinsi, dan museum lokal.
Museum berdasarkan penyelenggaraannya terdiri atas museum pemerintah dan museum swasta.
Apakah Persyaratan Berdirinya Sebuah Museum?
Adapun persyaratan berdirinya sebuah museum adalah:
- Lokasi museum, harus strategis, mudah dijangkau, dan sehat (tidak terpolusi, bukan daerah yang berlumpur/tanah rawa).
- Bangunan museum, dapat berupa bangunan baru atau memanfaatkan gedung lama. Harus memenuhi prinsip-prinsip konservasi agar koleksi museum tetap lestari. Bangunan museum minimal terdiri atas dua kelompok, yaitu bangunan pokok (pameran tetap, pameran temporer, auditorium, kantor, perpustakaan, laboratorium konservasi, dan ruang penyimpanan koleksi) dan bangunan penunjang (pos keamanan, kios cenderamata, kantin, toilet, tempat parkir).
- Koleksi, harus (1) mempunyai nilai sejarah, nilai ilmiah, dan nilai estetika, (2) harus diterangkan asal-usulnya secara historis, geografis, dan fungsinya, (3) harus dapat dijadikan monumen jika benda tersebut bangunan, (4) dapat diidentifikasi mengenai bentuk, tipe, gaya, fungsi, makna, asal secara historis dan geografis, genus (untuk biologi), atau periode (untuk geologi), (5) harus dapat dijadikan dokumen dan dapat dijadikan bukti bagi penelitian ilmiah, (6) harus merupakan benda asli, bukan tiruan, (7) harus merupakan benda yang memiliki nilai keindahan (masterpiece), dan (8) harus merupakan benda yang unik, yaitu tidak ada duanya.
- Peralatan museum, harus memiliki sarana dan prasarana berkaitan erat dengan kegiatan pelestarian, seperti vitrin, sarana perawatan koleksi (AC, dehumidifier), pengamanan (CCTV, alarm), lampu, label, dll.
- Organisasi dan ketenagaan, sekurang-kurangnya terdiri atas kepala museum, bagian administrasi, pengelola koleksi (kurator), bagian konservasi (perawatan), bagian penyajian (preparasi), bagian pelayanan masyarakat, bimbingan edukasi, dan pengelola perpustakaan.
- Sumber dana tetap, untuk penyelenggaraan dan pengelolaan museum.
Bagaimana Cara Merencanakan Pendirian Museum?
Pendirian museum harus memiliki tujuan yang jelas dan perencanaan (master plan) yang matang. Perencanaan pendirian museum harus menjelaskan tentang:
Jenis museum, karena menyangkut tindakan selanjutnya, yakni bangunan, koleksi, dan kebijakan.
Koleksi, disesuaikan dengan tujuan dan kemampuan biaya. Koleksi museum biasanya diperoleh dengan cara membeli, imbalan jasa, hibah atau pemberian, dan tukar-menukar.
Lokasi, bukan untuk kepentingan pendirinya, tetapi untuk masyarakat umum.
Bangunan, harus berdasarkan persyaratan tertentu, dengan mempertimbangkan bentuk bangunan, ruangan yang akan digunakan, luas bangunan, dan bahan yang digunakan.
Peralatan, merencanakan peralatan teknis (pameran, perawatan, dan kegiatan kuratorial) dan peralatan kantor.
Ketenagaan, harus memiliki tenaga-tenaga yang menguasai masalah teknis permuseuman dan tenaga manajerial.
Bagaimana Pelaksanaan Pendirian Museum?
Harus ada izin yang berwenang. Selain itu juga ada izin penting.
- Izin penggunaan tanah untuk bangunan museum dari Badan Pertanahan Nasional (sertifikat) dan Dinas Tata Kota (rencana tata kota).
- Izin mendirikan bangunan (IMB).
Setelah memperoleh berbagai izin penting, pendirian sebuah museum memasuki tahap berikutnya, yakni:
- Mendirikan bangunan, setelah memperoleh IMB dan sesuai master plan. Apabila biaya terbatas, maka pendirian museum dapat dilaksanakan dengan sistem skala prioritas.
- Penyiapan ketenagaan, sambil mendirikan bangunan, harus mempersiapkan tenaga-tenaga ahli atau tenaga pengelola yang sesuai dengan keperluan.
- Pengadaan koleksi, harus betul-betul koleksi yang diperlukan dan tidak asal diadakan saja.
Bagaimana Cara Melakukan Permohonan Mendirikan Museum?
Setiap instansi pemerintah, yayasan, atau badan usaha yang akan mendirikan museum wajib mengajukan permohonan kepada Pemerintah Propinsi dengan tembusan kepada Direktur Jendral yang bertanggung jawab di bidang permuseuman. Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan proposal yang memuat:
- tujuan pendirian museum
- data koleksi sesuai dengan tujuan pendirian museum
- rencana jangka pendek dan rencana jangka panjang
- gambar situasi bangunan museum, harus memuat ruang pameran, ruang penyimpanan koleksi, ruang perawatan, dan ruang administrasi, serta peralatan museum
- keterangan status tanah hak milik atau sekurang-kurangnya berstatus hak guna bangunan (HGB) dan izin mendirikan bangunan (IMB)
- keterangan tenaga pengelola (pimpinan, tenaga administrasi, dan tenaga teknis)
- keterangan sumber pendanaan tetap
Selanjutnya permohonan tersebut akan diteliti oleh Tim Penilai. Tim penilai bertugas meneliti kelengkapan dokumen permohonan, melakukan peninjauan lokasi, melakukan pengecekan terhadap koleksi, serta melaporkan hasil dan saran pertimbangan persetujuan atau penolakan kepada Pemerintah Provinsi.
Probolinggo Pernah Punya Uang Kertas Sendiri
Categories :
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Seorang petugas Museum Probolinggo menunjukkan uang kertas
Probolinggo, beberapa saat lalu. Uang kertas itu dibuat Gubernur
Jenderal Daendels pada tahun 1810.
KOMPAS, Kamis, 24 Mei 2012 – Wah, Probolinggo punya
mata uang sendiri.” Demikian celetuk Dini Oktaviana, siswi kelas V
Sekolah Dasar Negeri Tisnonegaran III, Probolinggo, terkagum-kagum. Ia
melihat uang kertas yang tersimpan dalam kotak kaca itu.
Kertas Probolinggo atau Probolinggo Papier itu adalah uang kertas
yang dibuat Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) tahun 1810. Kertas
putih berukuran sedang itu berisi tulisan berbahasa Belanda dan Arab
Melayu, ditandatangani pejabat berwenang dan dibubuhi cap ”LN” atau
Lodewijk Napoleon. Kala itu Belanda dalam kekuasaan Perancis, yang
dipimpin Napoleon Bonaparte.
Uang itu menjadi salah satu koleksi Museum Probolinggo, salah satu
museum di Jawa Timur yang ramai dikunjungi warga. Museum itu menyimpan
keping sejarah Probolinggo dengan lengkap.
Kertas berharga itu dikeluarkan untuk mengatasi defisit pemerintahan
Belanda karena pengeluaran pemerintah lebih besar daripada pemasukan.
Pengeluaran terbesar dipakai untuk biaya pegawai dan tentara, memperkuat
benteng pertahanan, biaya peperangan dengan raja-raja di Jawa, hingga
pembuatan Jalan Anyer-Panarukan.
Bahkan, sejumlah tanah yang dikuasai Belanda, termasuk Probolinggo,
dijual demi mengatasi defisit. Probolinggo dijual kepada konglomerat Han
Ti Ko senilai 1 juta Rijksdaalder atau 1 juta ringgit. Pembayarannya
boleh dilakukan secara mengangsur.
Namun, karena membutuhkan uang cepat, akhirnya pemerintah Belanda
menerbitkan surat berharga dengan jaminan uang perak senilai tanah
Probolinggo untuk jangka waktu 10 tahun. Surat berharga ini yang disebut
Kertas Probolinggo atau uang Probolinggo, yang diterbitkan dalam
nominal antara 100 – 1.000 Rijksdaalder.
Uang kertas Probolinggo dan kisah sejarahnya itu kini tersimpan rapi
dalam Museum Probolinggo. Probolinggo patut berbangga karena menjadi
salah satu dari sedikit wilayah di Jatim yang memiliki museum sebagai
penyimpan penggal sejarah masa lalu daerahnya.
Museum Probolinggo memiliki koleksi lengkap, mulai dari zaman klasik,
zaman kolonial, zaman kemerdekaan, hingga zaman modern. Setidaknya
sekitar 1.000 barang dan 800 foto sejarah Probolinggo ditata apik dalam
museum itu. Koleksinya beragam, dari peninggalan arkeologi berupa patung
Nandi dan Bima yang ditemukan di Probolinggo hingga keris Srendaka.
Keris itu peninggalan Demang Wonosari, sekarang Ngadisari, yang memimpin
pemberontakan dari Desa Kedopak (sekarang Kedopok) melawan Babah
Tumenggung (Mayor Han Kek Koo), yaitu Bupati Probolinggo ke-5.
Serbaguna
Tidak banyak daerah memiliki kemampuan mengumpulkan serpihan sejarahnya dalam sebuah museum. Apalagi museum selama ini tak menjanjikan keuntungan secara ekonomi.
”Gedung museum Probolinggo ini dahulunya gedung serbaguna. Karena
dirasakan penting membuat museum mengenai sejarah Probolinggo, gedung
ini dialihkan menjadi museum,” kata Koordinator Museum Probolinggo, Ade
Sidik Permana, beberapa saat lalu. Pengalihan gedung serbaguna menjadi
museum itu terjadi tahun 2009. Namun, museum itu baru diresmikan pada 15
Mei 2011.
Museum Probolinggo ini ternyata mampu menarik minat masyarakatnya.
Warga Probolinggo antusias memahami sejarah wilayahnya itu. Sejak dibuka
hingga kini, ratusan pengunjung lokal dan luar negeri mencoba memahami
sejarah Probolinggo.
”Saya sudah beberapa kali ke sini. Dengan datang ke museum ini saya
menjadi tahu banyak hal mengenai sejarah Probolinggo. Senang rasanya
kota saya punya banyak cerita sejarah,” ujar Dini, warga yang datang
bersama empat temannya.
Halaman Museum Probolinggo juga menjadi ajang pementasan jaran
bodhag, kesenian tradisional dan menjadi tempat kumpul seniman. ”Museum
ini diarahkan menjadi museum modern yang tidak hanya menyimpan barang
mati. Nantinya harus menjadi wadah komunikasi masyarakat, terutama dalam
hal seni budaya,” ujar Ade.
Di sisi gedung utama museum, kini dirintis pembangunan perpustakaan.
Ke depan akan dibangun galeri lukisan dan berbagai kelengkapan museum
modern lain.
Upaya Pemerintah Kota Probolinggo untuk menguatkan pemahaman warga
akan sejarah kotanya patut diacungi jempol. Apalagi, pada saat daerah
lain berlomba-lomba membangun mal, Probolinggo membangun museum. (DAHLIA IRAWATI)
Sunday, 25 November 2012
Jejak Prajurit Islam Majapahit dari Bali hingga Australia
Oleh: SUFYAN AL JAWI
Arkeolog di Numismatik Indonesia
Mengagumkan, ternyata wilayah Majapahit lebih luas dari yang diperkirakan selama ini oleh sejarawan. Riset terbaru tentang penempatan prajurit Majapahit di luar Jawa menemui fakta yang menakjubkan. Uniknya, pleton-pleton kawal Majapahit beranggotakan prajurit beragama Islam. Peninggalannya pun masih bisa dibuktikan hingga sekarang.
Adanya penempatan prajurit Majapahit di Kerajaan Vasal (bawahan) yang terdiri dari 40 prajurit elite beragama Islam di Kerajaan Gelgel-Bali, Wanin-Papua, Kayu Jawa-Australia Barat, dan Marege-Tanah Amhem (Darwin) Australia Utara pada abad ke 14 memperkuat bukti bahwa Gajah Mada adalah seorang Muslim. Silakan anda berkunjung ke daerah tersebut, terutama ke Bali Utara sebelum anda memberi komentar tanpa dasar.
Prajurit Islam ini berasal dari basis Gajah Mada dalam merekrut prajurit elite yang terdiri dari 3 (tiga) kriteria: Mada; Gondang (Tenggulun-Lamongan) dan Badander (Jombang) yang diketahui sebagai basis teman-teman lama beliau. Dari desa-desa ini pemudanya direkrut menjadi Bhayangkara angkatan II dan seterusnya. Tuban, Leran, Ampel, Sedayu sebagai basis Garda Pantura. Pahang-Malaya, Bugis-Makasar, dan Pasai sebagai basis tentara Laut Luar Jawa.
Arkeolog di Numismatik Indonesia
Mengagumkan, ternyata wilayah Majapahit lebih luas dari yang diperkirakan selama ini oleh sejarawan. Riset terbaru tentang penempatan prajurit Majapahit di luar Jawa menemui fakta yang menakjubkan. Uniknya, pleton-pleton kawal Majapahit beranggotakan prajurit beragama Islam. Peninggalannya pun masih bisa dibuktikan hingga sekarang.
Adanya penempatan prajurit Majapahit di Kerajaan Vasal (bawahan) yang terdiri dari 40 prajurit elite beragama Islam di Kerajaan Gelgel-Bali, Wanin-Papua, Kayu Jawa-Australia Barat, dan Marege-Tanah Amhem (Darwin) Australia Utara pada abad ke 14 memperkuat bukti bahwa Gajah Mada adalah seorang Muslim. Silakan anda berkunjung ke daerah tersebut, terutama ke Bali Utara sebelum anda memberi komentar tanpa dasar.
Prajurit Islam ini berasal dari basis Gajah Mada dalam merekrut prajurit elite yang terdiri dari 3 (tiga) kriteria: Mada; Gondang (Tenggulun-Lamongan) dan Badander (Jombang) yang diketahui sebagai basis teman-teman lama beliau. Dari desa-desa ini pemudanya direkrut menjadi Bhayangkara angkatan II dan seterusnya. Tuban, Leran, Ampel, Sedayu sebagai basis Garda Pantura. Pahang-Malaya, Bugis-Makasar, dan Pasai sebagai basis tentara Laut Luar Jawa.
Hal ini adalah wajar, karena di Jawa, Islam telah berbaur
sejak abad ke 10 yang dibuktikan dengan penemuan Prasasti nisan Fatimah
binti Maimun (wafat 1082 M) di Leran, Gresik yang bertuliskan huruf Arab
Kufi. Dan Prasasti Gondang - Lamongan yang ditulis dengan huruf Arab
(Jawi) dan huruf Jawa Kuno (Kawi). Keduanya merupakan peninggalan zaman
Airlangga. Sedangkan orang Islam sudah masuk ke Jawa sejak zaman
Kerajaan Medang abad ke 7. Islam baru berkembang dengan pesat di Jawa
pada abad ke 15, atas peran tak langsung dari politik Gajah Mada, putra
desa Mada-Lamongan, politikus abad ke 14.
Pembentukan Satuan Elite, Pabrik Senjata dan Dinar EmasSatuan tentara elite Majapahit sudah dibangun sejak masa Jayanegara (1319), yaitu pasukan kawal raja – Bhayangkara, yang dipimpin oleh bekel Gajah Mada. Pada masa selanjutnya satuan elite terus berkembang, terutama pada masa Gajah Mada menjabat sebagai mahapatih amangkubhumi dari tahun 1334 sampai 1359, sejak masa Tribhuwana Tunggadewi hingga masa Hayam Wuruk.
Menurut “Hikayat Raja-raja Pasai”, ketika Majapahit menyerang Pasai, dan dipukul mundur (1345), lalu menyerang kembali dan meluluh lantakan istana Sultan Ahmad Malik Az Zahir (1350), Gajah Mada yang juga seorang muslim, membawa tawanan orang Pasai yang terdiri dari para ahli, insinyur lulusan Baghdad, Damaskus dan Andalusia. Sedangkan Sultan Pasai melarikan diri dari istana. Setibanya di Majapahit, Gajah Mada membebaskan tawanan tersebut setelah bernegosiasi dengan Prabu Hayam Wuruk. Kemudian orang Pasai ini bekerjasama dengan Gajah Mada untuk membangun kejayaan Majapahit. Sebagai balas jasa, Majapahit memberi otonomi kepada Kerajaan Pasai Darussalam, dan menempatkan orang Pasai di komplek elite di ibukota Majapahit – Trowulan. Hal ini dibuktikan, pada 1377 Majapahit menghancurkan Kerajaan Budha Sriwijaya dan menguasai seluruh Pulau Sumatera, kecuali Pasai.
“Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini, mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah oleh Majapahit itu” (Kutipan dari “Hikayat Raja-raja Pasai”).
Dengan adanya orang Pasai yang ahli dalam bidang tempa logam, baik itu baja maupun emas, maka didirikanlah bengkel senjata dan alat pertanian yang sempurna (standar baja Damaskus) , saluran irigasi model Andalusia di Trowulan dan pabrik koin dinar emas Majapahit. Seiring dengan perluasan wilayah Majapahit untuk mewujudkan “Sumpah Palapa”, Gajah Mada membentuk pleton-pleton khusus yang didominasi oleh prajurit Islam.
Prajurit Islam Majapahit di BaliPenempatan 40 orang prajurit Islam Majapahit di Kerajaan Gelgel – Klungkung, Bali dimulai ketika Raja Gelgel I, Dalem Ketut Ngulesir (1320 – 1400) berkunjung sowan abdi ke Trowulan, tak lama setelah deklarasi pendirian Kerajaan Gelgel tahun 1383. Beliau didampingi oleh Patih Agung, Arya Patandakan dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh) yang menghadap Prabu Hayam Wuruk saat upacara Cradha dan rapat tahunan negeri-negeri vasal imperium Majapahit. Ketut Ngulesir memohon dukungan dari Maharaja Majapahit, yang dikabulkan dengan pemberian 1 (satu) unit pleton khusus binaan Almarhum Gajah Mada. (“Kitab Babad Dalem”, manuskrip tentang Raja-raja Bali).
Prajurit Islam ini menikah dengan wanita Bali, dan beranak-pinak disana. Mereka sangat setia membentengi Puri Gelgel – Klungkung. Bahkan meskipun pada akhirnya imperium Majapahit runtuh (1527), tapi Prajurit Islam tetap menjadi tentara elite Kerajaan Gelgel, dari generasi ke generasi. Begitu pula di Kerajaan Buleleng, prajurit Islam membentengi Puri Buleleng dari serangan Raja Mengwi dan Raja Badung dari Kerajaan di Bali Selatan.
Faktanya, saat ini kita masih dapat saksikan di Bali, keturunan prajurit Islam Majapahit yang telah mencapai ribuan orang Islam asli Bali (mereka menggunakan nama Bali, untuk membedakan dengan muslim pendatang) tepatnya di desa Gelgel, Klungkung dan di desa Pegayaman, Buleleng – 70 km arah utara Denpasar. Mereka adalah penduduk mayoritas di desa-desa kuno tersebut.
Pertanyaannya : Kenapa Hayam Wuruk mengirimkan pleton prajurit Islam untuk mengawal negeri bawahan Majapahit ?
Jawabannya: Pertama, almarhum Gajah Mada (wafat 1364) telah membangun sistem perekrutan satuan tentara elite yang beranggotakan prajurit Islam, dibekali dengan senjata pamungkas, dan berperang sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Kedua, Prabu Hayam Wuruk diduga telah mengetahui bahwa Gajah Mada bukan Sudra, melainkan seorang Muslim. Kemungkinan info yang rahasia ini diperoleh dari Ibunda Ratu Tribhuwana Tunggadewi.
Pembentukan Satuan Elite, Pabrik Senjata dan Dinar EmasSatuan tentara elite Majapahit sudah dibangun sejak masa Jayanegara (1319), yaitu pasukan kawal raja – Bhayangkara, yang dipimpin oleh bekel Gajah Mada. Pada masa selanjutnya satuan elite terus berkembang, terutama pada masa Gajah Mada menjabat sebagai mahapatih amangkubhumi dari tahun 1334 sampai 1359, sejak masa Tribhuwana Tunggadewi hingga masa Hayam Wuruk.
Menurut “Hikayat Raja-raja Pasai”, ketika Majapahit menyerang Pasai, dan dipukul mundur (1345), lalu menyerang kembali dan meluluh lantakan istana Sultan Ahmad Malik Az Zahir (1350), Gajah Mada yang juga seorang muslim, membawa tawanan orang Pasai yang terdiri dari para ahli, insinyur lulusan Baghdad, Damaskus dan Andalusia. Sedangkan Sultan Pasai melarikan diri dari istana. Setibanya di Majapahit, Gajah Mada membebaskan tawanan tersebut setelah bernegosiasi dengan Prabu Hayam Wuruk. Kemudian orang Pasai ini bekerjasama dengan Gajah Mada untuk membangun kejayaan Majapahit. Sebagai balas jasa, Majapahit memberi otonomi kepada Kerajaan Pasai Darussalam, dan menempatkan orang Pasai di komplek elite di ibukota Majapahit – Trowulan. Hal ini dibuktikan, pada 1377 Majapahit menghancurkan Kerajaan Budha Sriwijaya dan menguasai seluruh Pulau Sumatera, kecuali Pasai.
“Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini, mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah oleh Majapahit itu” (Kutipan dari “Hikayat Raja-raja Pasai”).
Dengan adanya orang Pasai yang ahli dalam bidang tempa logam, baik itu baja maupun emas, maka didirikanlah bengkel senjata dan alat pertanian yang sempurna (standar baja Damaskus) , saluran irigasi model Andalusia di Trowulan dan pabrik koin dinar emas Majapahit. Seiring dengan perluasan wilayah Majapahit untuk mewujudkan “Sumpah Palapa”, Gajah Mada membentuk pleton-pleton khusus yang didominasi oleh prajurit Islam.
Prajurit Islam Majapahit di BaliPenempatan 40 orang prajurit Islam Majapahit di Kerajaan Gelgel – Klungkung, Bali dimulai ketika Raja Gelgel I, Dalem Ketut Ngulesir (1320 – 1400) berkunjung sowan abdi ke Trowulan, tak lama setelah deklarasi pendirian Kerajaan Gelgel tahun 1383. Beliau didampingi oleh Patih Agung, Arya Patandakan dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh) yang menghadap Prabu Hayam Wuruk saat upacara Cradha dan rapat tahunan negeri-negeri vasal imperium Majapahit. Ketut Ngulesir memohon dukungan dari Maharaja Majapahit, yang dikabulkan dengan pemberian 1 (satu) unit pleton khusus binaan Almarhum Gajah Mada. (“Kitab Babad Dalem”, manuskrip tentang Raja-raja Bali).
Prajurit Islam ini menikah dengan wanita Bali, dan beranak-pinak disana. Mereka sangat setia membentengi Puri Gelgel – Klungkung. Bahkan meskipun pada akhirnya imperium Majapahit runtuh (1527), tapi Prajurit Islam tetap menjadi tentara elite Kerajaan Gelgel, dari generasi ke generasi. Begitu pula di Kerajaan Buleleng, prajurit Islam membentengi Puri Buleleng dari serangan Raja Mengwi dan Raja Badung dari Kerajaan di Bali Selatan.
Faktanya, saat ini kita masih dapat saksikan di Bali, keturunan prajurit Islam Majapahit yang telah mencapai ribuan orang Islam asli Bali (mereka menggunakan nama Bali, untuk membedakan dengan muslim pendatang) tepatnya di desa Gelgel, Klungkung dan di desa Pegayaman, Buleleng – 70 km arah utara Denpasar. Mereka adalah penduduk mayoritas di desa-desa kuno tersebut.
Pertanyaannya : Kenapa Hayam Wuruk mengirimkan pleton prajurit Islam untuk mengawal negeri bawahan Majapahit ?
Jawabannya: Pertama, almarhum Gajah Mada (wafat 1364) telah membangun sistem perekrutan satuan tentara elite yang beranggotakan prajurit Islam, dibekali dengan senjata pamungkas, dan berperang sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Kedua, Prabu Hayam Wuruk diduga telah mengetahui bahwa Gajah Mada bukan Sudra, melainkan seorang Muslim. Kemungkinan info yang rahasia ini diperoleh dari Ibunda Ratu Tribhuwana Tunggadewi.
Untuk menghormati almarhum Gajah Mada, beliau tidak mencerai-beraikan pleton-pleton Muslim yang berjumlah 40 orang, karena dalam Madzhab Imam Syafi’i, syarat minimal untuk mendirikan sholat Jumat adalah 40 orang. Ketiga, kemampuan tempur 40 orang prajurit Islam dapat menghancurkan 200-400 orang tentara reguler musuh. Karena mereka dibekali kemampuan militer yang menguasai berbagai jenis senjata. Hal ini dibuktikan dalam perang mempertahankan Puri Buleleng dari serbuan pasukan gabungan dua Kerajaan Mengwi dan Badung, yang terletak di Bali Selatan. Keempat, Hayam Wuruk kagum atas kesetiaan dan ketetapan janji orang Islam. Mereka tidak terpengaruh godaan harta, wanita dan tahta yang bukan haknya. Mereka tidak pernah mabuk, berjudi, maling dan berzina ( kebiasaan buruk di Majapahit adalah mabuk dan berjudi, dan agak permisif dalam hal seks ). Panutan mereka adalah Gajah Mada, yang diklaim oleh orang-orang Majapahit sebagai orang Hindu berkasta Sudra?
Ketika pleton prajurit Islam Majapahit ini mengawal pulang rombongan Raja Gelgel, Ketut Ngulesir, mereka dibekali oleh Hayam Wuruk berupa puluhan ribu koin cash Cina dan koin Gobog Wayang (koin kepeng tembaga) serta ratusan koin dinar emas Majapahit. Ini sebagai balasan atas penyerahan upeti dari Kerajaan Gelgel Klungkung berupa hasil bumi, hewan ternak dan tangkapan, perhiasan dan kerajinan tangan rakyat Gelgel. Hayam Wuruk berharap, stok koin-koin tersebut mampu merangsang tumbuhnya ekonomi di Gelgel. Sejak saat itu Pura Klungkung dan Pura Buleleng telah akrab dengan koin dinar emas dalam ritual ibadah mereka.
Prajurit Islam Majapahit di Wanin – Papua
Saat Prof. JH Kern dan NJ Krom meneliti kitab Nagarakertagama yang ditemukan (dijarah) oleh JLA Brandes dari istana Cakranagara, Lombok (1894). Prof. Kern dan Krom, 1920, mendapati fakta bahwa kekuasaan Majapahit di Papua Barat dibuktikan dengan adanya penempatan prajurit Islam di Wanin – Papua. Berdirinya Kerajaan Wanin di Fak-fak hingga Biak merupakan vasal Majapahit. Sampai sekarang, Raja-raja dan rakyat di Wanin dan Fakfak sangat kental nuansa Islamnya dan sangat fasih menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Tak seperti di Bali, prajurit Islam Majapahit ini membawa istri mereka yang dinikahi di Jawa, Bugis, Seram dan pulau Maluku, sebelum akhirnya menetap di Wanin. Saat Majapahit runtuh, pada abad ke 16, Kerajaan Wanin bergabung dengan Kerajaan Ternate Darussalam di Maluku Utara, yang dulunya juga merupakan bawahan Majapahit. Diperkirakan situs Majapahit di Papua tersebar luas di Fak-fak, Biak dan Raja Ampat. Keturunan mereka berbeda dengan ras Papua.
Prajurit Islam Majapahit di Marege – Australia
Sejarah resmi negeri kangguru, sepertinya harus segera direvisi. Sebab Prof. Regina Ganter, sejarawan dari University of Griffith, Brisbane, Australia – belum lama ini meriset suku Aborigin Marege yang berbahasa Melayu Makasar. Marege adalah desa kuno di tanah Arnhem, di daerah Darwin, Australia Utara. Regina mendapat fakta yang menakjubkan , bahwa komunitas Muslim kuno Aborigin berasal dari Kerajaan Gowa Tallo, Makasar, sudah ada sejak abad ke 17 (1650 an), dan menyebarkan Islam di Australia Utara hingga ke desa Kayu Jawa di Australia Barat.
Orang Marege hingga hari ini menyebut rupiah untuk kata ganti uang, padahal mata uangnya adalah dollar. Juga menyebut dinar untuk koin emas Australia. Dahulu sempat ditemukan koin Gobog Wayang di desa Marege Darwin. Padahal koin Gobog merupakan koin resmi Majapahit. Dan ini menunjukkan adanya jejak prajurit Majapahit abad ke 14 yang dikirim ke Marege, namun hal itu masih perlu pembuktian lebih lanjut.
Dalam risetnya, Prof. Regina menuturkan bahwa sejak masa Sultan Hasanuddin (1653-1669) kapal-kapal Pinisi dari Makasar menguasai perairan teluk Carpentaria – Darwin, mereka mencari tripang. Di tanah Arnhem, Marege, orang Makassar berhubungan dengan suku Aborigin, menikah dan beranak pinak membentuk komunitas Aborigin Muslim. Dalam kebudayaan Marege, nampak jelas mereka menggambar kapal Pinisi Makasar dalam karya seni kuno mereka. Uniknya, kapal bercadik Majapahit pun terpahat dalam seni ukir dan lukis mereka yang berusia ratusan tahun.
Ketika orang Inggris menjajah rayah desa Marege dan desa Kayu Jawa, mereka nyaris menghancurkan budaya Islam suku Aborigin Marege pada abad ke 20 seiring arus Westernisasi di negeri Kanguru. Karya seni Marage banyak yang diboyong ke Eropa. Orang Marege menyebut orang Inggris sebagai ‘Balanda’, sedangkan orang Kayu Jawa menyebutnya ‘Walanda’, dan perang melawan orang Inggris disebut ‘Jihad Kaphe’.
Semoga riset yang akan dilakukan oleh Tim Riset Yamasta ( beranggotakan Viddy Ad Daery, Sufyan Al-Jawi, Drs. Mat Rais dan Farhaz Daud ) untuk program yang akan datang, dapat mengungkap keberadaan situs Majapahit di Marege, Kayu Jawa dan tempat lainnya di Australia. Sesungguhnya kita adalah Bangsa yang besar dan jaya, pernah membangun perdaban Superpower – Nusantara. Mari bersatu, hilangkan egoisme SARA dan sinisme, marilah kita bangkit dan membangun kembali Nusantara.
Friday, 14 October 2011
Asal Mula Stanford University
Categories :
Suatu hari, ada seorang nyonya berpakaian gingham (motif katun
kotak-kotak) yang sudah pudar, bersama suaminya yang mengenakan jas
rumahan, turun dari kereta di Boston, Massachusetts . Mereka berjalan
dengan malu-malu. Lalu, tanpa membuat janji terlebih dahulu, mereka
masuk ke ruang tunggu kantor Presiden Universitas Harvard. Sekretaris
Presiden mengerutkan alis. Ia bisa tahu seketika bahwa pasangan dusun
tertinggal seperti ini sama sekali tidak ada urusan di Universitas
Harvard.
"Kami ingin menemui Presiden", kata pria tua itu dengan lembut.
"Beliau sibuk seharian", tukas sekretaris itu dengan cepat.
"Kami akan menunggu", jawab nyonya itu. Sekretaris itu tidak menggubris
mereka selama berjam-jam, berharap pasangan itu akhirnya akan kecewa dan
pergi, namun akhirnya tidak pergi juga. Sekretaris itu mulai frustasi
dan akhirnya memutuskan untuk memberitahu sang presiden, meski hal ini
adalah pekerjaan yang selalu tak disenanginya.
"Mungkin jika mereka melihat bapak selama beberapa menit, mereka akan
pergi", ia memberitahu presiden Harvard. Presiden mendesah putus asa dan
akhirnya mengangguk. Seorang dengan status setinggi ini jelas tidak
punya waktu untuk berurusan dengan tamu semacam ini, namun ia sangat
membenci baju katun kotak-kotak dan jas rajutan rumah memenuhi ruang
tunggu kantornya. Jadi sang presiden, dengan wajah kaku penuh martabat,
melangkah tegap dan penuh gengsi ke arah pasangan itu.
Nyonya itu berkata kepadanya,"Putra kami pernah bersekolah di Harvard
selama setahun, Ia sangat mencintai Harvard dan bahagia di sini, namun
setahun yang lalu, Ia meninggal dalam kecelakaan. Jadi saya dan suami
saya hendak mendirikan monumen untuk mengenangnya di kampus ini."
Presiden itu tidak terkesan,"Nyonya", katanya ketus, "kami tidak bisa
mendirikan patung untuk setiap orang yang pernah masuk ke Harvard dan
meninggal. Jika seperti itu, tempat ini akan jadi seperti pekuburan!"
"Oh, tidak tidak," nyonya itu buru buru menjelaskan, "Kami tidak ingin
mendirikan sebuah patung. Kami pikir kami hendak menyumbangkan sebuah
gedung untuk Harvard."
Presiden itu memutar bola matanya. Ia melirik ke baju Gingham dan jas
rumahan lalu berseru, "Gedung? Apakah anda tahu berapa biaya sebuah
gedung? Kami sudah menginvestasikan lebih dari tujuh setengah juta dolar
untuk mendirikan kampus ini!"
Untuk sesaat nyonya itu diam. Presiden itu merasa puas, Ia bisa mengusir
mereka sekarang. Nyonya itu kemudian berpaling ke suaminya dan berkata
pelan, "Jika cuma segitu biayanya, mengapa kita tidak bikin Universitas
sendiri aja?" Suaminya mengganguk. Wajah Presiden Harvard mengerut
bingung dan kecut.
Tuan dan Nyonya Leland Stanford melangkah keluar di sana, lalu pergi ke
Palo Alto, California, tempat mereka mendirikan Universitas yang
kemudian dikenal dengan nama Stanford University, sebagai institusi
untuk mengenang putra mereka.
kaskus.us
Thursday, 2 June 2011
Surat-surat Rasulullah: Ajak Penguasa dan Raja-raja Kafir Masuk Islam

Sejarah mencatat, waktu itu Heraclius (Raja Romawi) dan Kisra (Raja Persia) merupakan dua kerajaan yang terkuat pada zamannya, dan merupakan dua orang yang telah menentukan jalannya politik dunia serta nasib seluruh penduduknya. Perang antara dua kerajaan ini berkecamuk dengan kemenangan yang selalu silih berganti.
Pada mulanya Persia adalah pihak yang menang. Ia menguasai Palestina dan Mesir, menaklukkan Baitul Maqdis (Yerusalem) dan berhasil membawa Salib Besar (The True Cross). Kemudian giliran Persia mengalami kekalahan lagi. Panji-panji Bizantium kembali berkibar lagi di Mesir, Suriah serta Palestina, dan Heraklius berhasil mengembalikan salib itu.
Kalau saja orang ingat akan kedudukan kedua kerajaan itu, mereka akan dapat mengira-ngira betapa besarnya dua nama ini, yang mendengarnya saja hati orang sudah gentar. Tiada satu kerajaan pun yang pernah berpikir hendak melawan mereka. Yang terlintas dalam pikiran orang ialah hendak membina persahabatan dengan keduanya. Jika kerajaan-kerajaan dunia yang terkenal pada waktu itu saja sudah demikian keadaannya, apalagi negeri-negeri Arab.
Yaman dan Irak waktu itu di bawah pengaruh Persia, sedang Mesir sampai ke Syam di bawah pengaruh Heraclius. Pada waktu itu Hijaz dan seluruh semenanjung jazirah terkurung dalam lingkaran pengaruh kedua imperium ini. Kehidupan orang Arab pada masa itu hanya tergantung pada soal perdagangan dengan Yaman dan Syam. Dalam hal ini perlu sekali mereka mengambil hati Kisra dan Heraclius agar kedua kerajaan ini tidak merusak perdagangan mereka.
Disamping itu kehidupan orang-orang Arab tidak lebih daripada kabilah-kabilah, yang dalam bermusuhan, kadang keras, kadang lunak. Tak ada ikatan di antara mereka yang merupakan suatu kesatuan politik, yang dapat mereka gunakan untuk menghadapi pengaruh kedua kerajaan raksasa tersebut.
Oleh sebab itu, Rasulullah mengirimkan utusan-utusannya kepada kedua penguasa besar itu—juga kepada Ghassan, Yaman, Mesir dan Abisinia. Beliau mengajak mereka untuk memeluk Islam, tanpa merasa khawatir akan segala akibat yang mungkin timbul. Dampak yang mungkin dapat membawa seluruh negeri Arab tunduk di bawah cengkeraman Persia dan Bizantium.
Akan tetapi kenyataannya, Rasulullah tidak ragu-ragu mengajak para raja itu menganut agama yang benar. Beliau mengirim utusan kepada Heraclius, Kisra, Muqauqis, Harits Al-Ghassani (Raja Hira), Harits Al-Himyari (Raja Yaman) dan kepada Najasi, penguasa Abesinia (Ethiopia). Beliau hendak mengajak mereka masuk Islam.

Para sahabat menyatakan mereka kesanggupan mereka melakukan tugas besar ini. Rasulullah kemudian membuat sebentuk cincin dari perak bertuliskan: "Muhammad Rasulullah".
Adapun surat buat Heraclius itu dibawa oleh Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, dan surat kepada Kisra dibawa oleh Abdullah bin Hudzafah. Sementara surat kepada Najasyi dibawa oleh Amr bin Umayyah, dan surat kepada Muqauqis oleh Hatib bin Abi Balta'ah.
Sementara itu, surat kepada penguasa Oman dibawa oleh Amr bin Ash, surat kepada penguasa Yaman oleh Salit bin Amr, dan surat kepada Raja Bahrain oleh Al-'Ala bin Al-Hadzrami. Sedangkan surat kepada Harith Al-Ghassani, Raja Syam, dibawa oleh Syuja' bin Wahab. Dan surat kepada Harits Al-Himyari, Raja Yaman, dibawa oleh Muhajir bin Umayyah.
Masing-masing mereka kemudian berangkat menuju tempat yang telah ditugaskan oleh Nabi. Para penulis sejarah berbeda pendapat tentang waktu keberangkatan mereka. Sebagian besar menyatakan para utusan berangkat dalam waktu yang berbarengan, sementara sebagian lagi berpendapat mereka berangkat dalam waktu yang berlainan.
Surat Untuk Heraclius
Berikut Surat Rasulullah kepada Heraclius (Raja Romawi) -- yang dibawa oleh Dihyah al-Kalbi – teksnya berbunyi:
"Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Heraclius pembesar Romawi. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk yang benar. Dengan ini saya mengajak tuan menuruti ajaran Islam. Terimalah ajaran Islam, tuan akan selamat. Tuhan akan memberi pahala dua kali kepada tuan. Kalau tuan menolak, maka dosa orang-orang Arisiyin—Heraklius bertanggungjawab atas dosa rakyatnya karena dia merintangi mereka dari agama—menjadi tanggungiawab tuan.
Wahai orang-orang Ahli Kitab. Marilah sama-sama kita berpegang pada kata yang sama antara kami dan kamu, yakni bahwa tak ada yang kita sembah selain Allah dan kita tidak akan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, bahwa yang satu takkan mengambil yang lain menjadi tuhan selain Allah. Tetapi kalau mereka mengelak juga, katakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami ini orang-orang Islam."

Ketika Rasulullah Saw mengirim surat kepada Kaisar Heraclius dan menyerukan kepada Islam. Pada waktu itu Kaisar sedang merayakan kemenangannya atas Negeri Persia.
Begitu menerima surat dari Rasulullah Saw, Sang Kaisar pun berkeinginan untuk melakukan penelitian guna memeriksa kebenaran kenabian Muhammad Saw. Lalu Kaisar memerintahkan untuk mendatangkan seseorang dari Bangsa Arab ke hadapannya. Abu Sufyan ra, waktu itu masih kafir, dan rombongannya segera dihadirkan di hadapan Kaisar.
Abu Sufyan pun diminta berdiri paling depan sebagai juru bicara karena memiliki nasab yang paling dekat dengan Rasulullah Saw. Rombongan yang lain berdiri di belakangnya sebagai saksi. Itulah strategi Kaisar untuk mendapatkan keterangan yang valid.
Maka berlangsunglah dialog yang panjang antara Kaisar dengan Abu Sufyan ra. Kaisar Heraclius adalah seorang yang cerdas dengan pengetahuan yang luas. Beliau bertanya dengan taktis dan mengarahkannya kepada ciri seorang nabi. Abu Sufyan ra juga seorang yang cerdas dan bisa membaca arah pertanyaan Sang Kaisar. Namun beliau dipaksa berkata benar walaupun berusaha memberi sedikit bias.
Di akhir dialog Sang Kaisar mengutarakan pendapatnya. Inilah ciri-ciri seorang nabi menurut pandangannya dan sebagaimana telah dia baca di dalam Injil. Ternyata semua ciri yang tersebut ada pada diri Rasulullah Saw.
Kaisar Heraclius telah mengetahui tentang Rasulullah Saw dan membenarkan kenabian beliau dengan pengetahuan yang lengkap. Akan tetapi ia dikalahkan rasa cintanya atas tahta kerajaan, sehingga ia tidak menyatakan keislamannya. Ia mengetahui dosa dirinya dan dosa dari rakyatnya sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Saw.
Dengan kecerdasan dan keluasan ilmunya Kaisar bisa mengetahui kebenaran kenabian Rasulullah Saw. Bahkan Kaisar menyatakan : “Dia (maksudnya Rasulullah Saw) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini.” Saat itu Kaisar sedang dalam perjalanan menuju Baitul Maqdis.
Abu Sufyan ra menceritakan dialog ini setelah masuk Islam dengan keislaman yang sangat baik, sehingga hadits ini diterima. Kaisar lalu memuliakan Dihyah bin Khalifah Al-Kalby dengan menghadiahkan sejumlah harta dan pakaian. Kaisar pun memuliakan surat dari Rasulullah Saw, namun ia lebih mencintai tahtanya. Akibatnya, di dunia, Allah Swt memanjangkan kekuasaannya. Namun dia harus mempertanggungjawabkan kekafirannya di akhirat kelak.
Surat Untuk Muqouqis (Penguasa Mesir)
Kemudian Rasululullah Saw juga mengirim surat kepada Gubernur Mesir Muqauqis. Berikut Surat untuk Muqouqis, Gubernur Mesir:
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusanNya kepada Muqauqis raja Qibthi. Keselamatan bagi orang yang mengiktui petunjuk. Amma ba’du: Aku mengajakmu dengan ajakan Islam. Masuklah Islam maka engkau akan selamat. Masuklah Islam maka engkau akan diberikan Alah pahala dua kali. Jika kau menolak maka atasmu dosa penduduk Qibthi.
“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS ali Imran 3:64). (Al-Mawahib al Laduniyah).”

Surat untuk Raja Habasyah Najasyi (Ethiopia)
Selanjutnya, Rasulullah Saw mengirimkan surat kepada Raja Habasyah, Najasi. Berikut Surat Nabi kepada Raja Habsyah Najasyi.
“Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusa Allah kepada Najasyi raja Habasyah, keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk.
Amma ba’du: Aku memuji Allah padamun yang tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Menguasai, Maha Suci, Maha Penyelamat, Maha Pemberi Aman dan Maha Pembeda. Aku bersaksi bahwa Isa anak Maryam ruh Allah, dan firmanNya yang diberikan kepada Maryam yang suci lagi perawan, lalu ia hamil dari ruh dan tiupannya, sebagaimana Ia menciptakan Adam dengan tanganNya.
Aku mengajakmu kepada Allah yang Esa, yang tidak ada sekutu bagiNya, mematuhi dengan ketaatan kepadaNya dan untuk mengikutiku dan mempercayai apa yang aku bawa. Aku Rasulullah, aku mengajakmu dan para pasukanmu kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi. Aku telah menyampaikan pesan dan memberi nasehat, maka terimalah nasehatku. Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk. (Thabaqut Ibnu Sa’ad)."

Surat Untuk Raja Raja Persia (Raja Khosrau II/Kisra Abrawaiz)
Lalu Rasullah juga mengirim surat kepada Raja Persia
Berikut Surat Rasulullah kepada Raja Persia, Kisra Abrawaiz:
“Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra raja Persia. Keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk, yang beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah kepada semua umat manusia, untuk memberi peringatan bagi siapa yang hidup. Masuklah Islam maka kau akan selamat, dan jika kau mengabaikannya maka atasmu dosa orang orang Majusi.” (Sumber: hadist Ibnu Abbas yang di-takhrij oleh Bukhari dan oleh Ahmad).

Ketika Rasulullah Saw mengirim surat kepada Kisra Abrawaiz raja dari Negeri Persia dan menyerunya kepada Islam. Namun ketika surat itu dibacakan kepada Kisra, ia pun merobeknya sambil berkata, ”Budak rendahan dari rakyatku menuliskan namanya mendahuluiku”.
Ketika berita tersebut sampai kepada Rasulullah Saw, beliaupun mengatakan, ”Semoga Allah mencabik-cabik kerajaannya.” Doa tersebut dikabulkan. Persia akhirnya kalah dalam perang menghadapi Romawi dengan kekalahan yang menyakitkan. Kemudian iapun digulingkan oleh anaknya sendiri yakni Syirawaih. Ia dibunuh dan dirampas kekuasaannya.
Seterusnya kerajaan itu kian tercabik-cabik dan hancur sampai akhirnya ditaklukkan oleh pasukan Islam pada jaman Khalifah Umar bin Khaththab ra hingga tidak bisa lagi berdiri. Selain itu Kisra masih harus mempertanggung-jawabkan kekafirannya di akhirat kelak. (Desastian/dari berbagai sumber).
voa-islam.com
Subscribe to:
Posts (Atom)