KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Seorang petugas Museum Probolinggo menunjukkan uang kertas
Probolinggo, beberapa saat lalu. Uang kertas itu dibuat Gubernur
Jenderal Daendels pada tahun 1810.
KOMPAS, Kamis, 24 Mei 2012 – Wah, Probolinggo punya
mata uang sendiri.” Demikian celetuk Dini Oktaviana, siswi kelas V
Sekolah Dasar Negeri Tisnonegaran III, Probolinggo, terkagum-kagum. Ia
melihat uang kertas yang tersimpan dalam kotak kaca itu.
Kertas Probolinggo atau Probolinggo Papier itu adalah uang kertas
yang dibuat Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) tahun 1810. Kertas
putih berukuran sedang itu berisi tulisan berbahasa Belanda dan Arab
Melayu, ditandatangani pejabat berwenang dan dibubuhi cap ”LN” atau
Lodewijk Napoleon. Kala itu Belanda dalam kekuasaan Perancis, yang
dipimpin Napoleon Bonaparte.
Uang itu menjadi salah satu koleksi Museum Probolinggo, salah satu
museum di Jawa Timur yang ramai dikunjungi warga. Museum itu menyimpan
keping sejarah Probolinggo dengan lengkap.
Kertas berharga itu dikeluarkan untuk mengatasi defisit pemerintahan
Belanda karena pengeluaran pemerintah lebih besar daripada pemasukan.
Pengeluaran terbesar dipakai untuk biaya pegawai dan tentara, memperkuat
benteng pertahanan, biaya peperangan dengan raja-raja di Jawa, hingga
pembuatan Jalan Anyer-Panarukan.
Bahkan, sejumlah tanah yang dikuasai Belanda, termasuk Probolinggo,
dijual demi mengatasi defisit. Probolinggo dijual kepada konglomerat Han
Ti Ko senilai 1 juta Rijksdaalder atau 1 juta ringgit. Pembayarannya
boleh dilakukan secara mengangsur.
Namun, karena membutuhkan uang cepat, akhirnya pemerintah Belanda
menerbitkan surat berharga dengan jaminan uang perak senilai tanah
Probolinggo untuk jangka waktu 10 tahun. Surat berharga ini yang disebut
Kertas Probolinggo atau uang Probolinggo, yang diterbitkan dalam
nominal antara 100 – 1.000 Rijksdaalder.
Uang kertas Probolinggo dan kisah sejarahnya itu kini tersimpan rapi
dalam Museum Probolinggo. Probolinggo patut berbangga karena menjadi
salah satu dari sedikit wilayah di Jatim yang memiliki museum sebagai
penyimpan penggal sejarah masa lalu daerahnya.
Museum Probolinggo memiliki koleksi lengkap, mulai dari zaman klasik,
zaman kolonial, zaman kemerdekaan, hingga zaman modern. Setidaknya
sekitar 1.000 barang dan 800 foto sejarah Probolinggo ditata apik dalam
museum itu. Koleksinya beragam, dari peninggalan arkeologi berupa patung
Nandi dan Bima yang ditemukan di Probolinggo hingga keris Srendaka.
Keris itu peninggalan Demang Wonosari, sekarang Ngadisari, yang memimpin
pemberontakan dari Desa Kedopak (sekarang Kedopok) melawan Babah
Tumenggung (Mayor Han Kek Koo), yaitu Bupati Probolinggo ke-5.
Serbaguna
Tidak banyak daerah memiliki kemampuan mengumpulkan serpihan sejarahnya dalam sebuah museum. Apalagi museum selama ini tak menjanjikan keuntungan secara ekonomi.
”Gedung museum Probolinggo ini dahulunya gedung serbaguna. Karena
dirasakan penting membuat museum mengenai sejarah Probolinggo, gedung
ini dialihkan menjadi museum,” kata Koordinator Museum Probolinggo, Ade
Sidik Permana, beberapa saat lalu. Pengalihan gedung serbaguna menjadi
museum itu terjadi tahun 2009. Namun, museum itu baru diresmikan pada 15
Mei 2011.
Museum Probolinggo ini ternyata mampu menarik minat masyarakatnya.
Warga Probolinggo antusias memahami sejarah wilayahnya itu. Sejak dibuka
hingga kini, ratusan pengunjung lokal dan luar negeri mencoba memahami
sejarah Probolinggo.
”Saya sudah beberapa kali ke sini. Dengan datang ke museum ini saya
menjadi tahu banyak hal mengenai sejarah Probolinggo. Senang rasanya
kota saya punya banyak cerita sejarah,” ujar Dini, warga yang datang
bersama empat temannya.
Halaman Museum Probolinggo juga menjadi ajang pementasan jaran
bodhag, kesenian tradisional dan menjadi tempat kumpul seniman. ”Museum
ini diarahkan menjadi museum modern yang tidak hanya menyimpan barang
mati. Nantinya harus menjadi wadah komunikasi masyarakat, terutama dalam
hal seni budaya,” ujar Ade.
Di sisi gedung utama museum, kini dirintis pembangunan perpustakaan.
Ke depan akan dibangun galeri lukisan dan berbagai kelengkapan museum
modern lain.
Upaya Pemerintah Kota Probolinggo untuk menguatkan pemahaman warga
akan sejarah kotanya patut diacungi jempol. Apalagi, pada saat daerah
lain berlomba-lomba membangun mal, Probolinggo membangun museum. (DAHLIA IRAWATI)