Sunday 8 May 2011

Taman Laut 17 Pulau di Riung

10 comments
Inilah tempat wisata pertama kali yang saya kunjungi di Flores. Dari Ende berangkat jam 12 malam lewat Aegela belok kanan terus ke Mbay (ibukota kab. Nagekeo) kemudian ke arah barat menyusuri pantai utara Flores maka sampailah kami ke Riung saat Subuh. Langsung ke hotel.

Hotel Bintang Wisata
Riung merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Ngada yang terletak di pesisir utara Flores. Kota kecamatannya sangat sepi dan tidak ada bangunan yang mencolok yang menandakan di situ adalah kota kecamatan selain pasar kecil dan bank BRI unit (gak pelosok2 amatlah).
Plang BRI
Hotel ada, Bank ada, pasar ada, nah yang susah cari warung makan. Setelah ditelusuri di seluruh tempat2 yang dicurigai sebagai warung (lebay amat) ternyata hanya ada 2 warung di sini. Yang dekat pasar hanya ada mie rebus dan yang satunya lebih variasi dikit ada sayur dan lauknya. Cuma yang terakhir ini mesti nunggu pemilik warung beli lauk dulu di pasar yang jaraknya agak jauh. Jadinya nunggu 2 kali, nunggu lauknya datang dan nunggu lauknya dimasak. Yah daripada makan mie terus :) . Setelah makan dan bungkus nasi sayur buat bekal selama di pulau kami langsung ke dermaga karena kapal sudah menunggu.
Diperankan oleh model :)
Dari dermaga langsung ke pulau Kelelawar kalau gak salah. Banyak sekali kelelawar di sana.
pulau Kelelawar
perahu kecil yang kami tumpangi (ini yang motret siapa ya...hii)
Habis dari sini langsung ke lokasi diving, yang mau snorkeling juga bisa, kalo gak bisa renang bisa sewa pelampung di tempat penyewaan dekat hotel.
langsung nyeburrr
Setelah puas di tengah laut, lanjut ke pulau terdekat untuk makan siang dengan lauk ikan hasil tangkapan awak kapal yang merangkap nelayan :). Bakar ikan dulu di pulau.
Sambil nunggu ikan matang main air dulu..

perahu bercadik

Masih di pulau yang sama
Karena udah sore kami balik lagi ke hotel. Istirahat di kamar melepas lelah setelah seharian main air :) .
bukan kamar yang ini..
tapi yang ini... :)
Hanya sehari semalam saja di riung, besok paginya atau siangnya (sudah lupa) kami harus cabut dulu karena Senin harus kembali bekerja banting tulang. :D . Dalam perjalanan pulang pemandangan yang kami lewati ternyata sangat indah khas pulau flores, maklum pas berangkatnya kemarin semuanya gelap gak keliatan apa-apa.
jalan agak mulus

pegunungan tandus

jalan mulus

rumah tradisional
padang sabana bukan?

berteduh berjamaah

sabana lagi

keluar Mbay menuju Ende

kota Ende di kejauhan
Sekian dulu jalan-jalan di Flores edisi perdana saya. Untuk jalan-jalan edisi berikutnya akan saya posting jika ada waktu luang. :)
Read more...
Friday 6 May 2011

Maher Zain Indonesian Version

0 comments

Sepanjang Hidup - Indonesian Version for the rest of my life

 

Insyallah - Maher Zain feat Fadly (Padi)

Read more...

Maher Zain Membawa Napas Baru Musik Indonesia

4 comments
Sony Music Indonesia (SMI) sebagai salah satu perusahan musik terbesar di Indonesia, tahun 2011 ini mengeluarkan artis barunya, Maher Zain, merupakan sosok yang membawa nafas baru dalam dunia musik, khususnya di tanah air.

Mengusung nafas Islami yang dibalut musik modern, Maher membawa misi dalam musiknya, yakni untuk menghibur dan menginspirasikan banyak orang, serta membawa pesan perdamaian dan harapan untuk dunia. "Sony Music Indonesia selalu berusaha menghadirkan karya musik yang berkualitas dan jenis musik yang beragam. Salah satunya adalah dengan merilis album Maher Zain ini, yaitu sebuah album pop dan modern yang dikemas dalam balutan religi.

"Maher Zain adalah musisi Islami yang membawa nafas baru dalam dunia religi dengan lirik dan irama yang menyentuh kalbu," ungkap Managing Director SMI, Toto Widjojo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (28/4). Di bulan (April, 2011) ini, Maher merilis album debutnya di Indonesia di bawah naungan SMI. Album ini berjudul ''Thank You Allah", berisi lagu-lagu yang ada di album perdana Maher, dan ditambah dua single spesial.

Dua lagu spesial ini adalah 'Insya Allah' yang merupakan hasil duet dengan Fadly 'Padi'. Lalu, 'Sepanjang Hidup', dibilang spesial karena Maher menyantikan lagu ini dalam bahasa Indonesia dengan sangat fasih. Wujud persembahan spesial bagi para penggemarnya di Indonesia.

Read more...
Monday 2 May 2011

The History of Islam in Europe

0 comments
Europe and the realm of Islam have had close relations with each other for centuries. First, the state of Andalusia (756-1492) on the Iberian Peninsula, and later the Crusades (1095-1291) and the Ottoman capture of the Balkans (1389), brought about a constant interrelation between the two societies. Many historians and sociologists assert today that Islam was the leading cause of Europe's movement from the darkness of its Middle Ages to the brilliance of its Renaissance. At a time when Europe was backward in medicine, astronomy, mathematics, and many other fields, Muslims possessed a vast treasure of knowledge and great possibilities of development.
The first event that made Europeans aware of Islam's coming important place in their lives was the caliph 'Umar ibn al-Khattab's capture of Jerusalem (638). This caused Europe to realize for the first time that Islam was spreading and approaching its own borders. The main reason for the Crusades, launched four centuries later, was to take Jerusalem back from the Muslims. But the Crusaders who set out for this purpose gained something else, for the contact they made with the Muslim world was the first step toward Europe's rebirth. Dominated by darkness, conflict, war, and despotism, Europe encountered the Islamic world's advanced civilization and saw that its inhabitants were both highly prosperous and civilized, as well as quite advanced in the fields of medicine, astronomy, and mathematics as in their social lives. They also saw that values rarely found in Europe at that time (e.g., pluralism, tolerance, understanding, compassion, and self-sacrifice) were aspects of the high morality expressed by Muslims, who were aware of their religious responsibilities.

A painting named "Sunset in Jerusalem from the Mount of Olives.Jerusalem, when it entered the Islamic fold during the reign of 'Umar ibn al-Kattab, enjoyed a brand new period of peace and tolerance. The Islamic morality formed the basis of this exemplary environment.
"Those who, if We establish them firmly on the earth, will establish salat and pay alms, and command what is right and forbid what is wrong. The end result of all affairs is with God.(Qur'an 22:41)
Our Word was given before to Our slaves, the Messengers, that they would certainly be helped. It is Our army which will be victorious.(Qur'an, 37: 171-173)
Meanwhile, as the Crusades continued, European societies also had relations with a Muslim society much closer to home: the Muslim kingdom of Andalusia, located in the southern part of their own continent. Andalusia had a great cultural influence upon Europe until its demise in the late fifteenth century. Many historians who have studied Andalusia's influence upon Europe agree that this kingdom, with its social structure and high level of civilization, was far more advanced than the rest of Europe, and that it was one of the principle factors in the development of European civilization. The prominent Spanish historian Blanco IbaƱez writes that:

Spain's famous Cordoba Mosque, built during 784-86.
Rather We hurl the truth against falsehood and it cuts right through it and it vanishes clean away! Woe without end for you for what you portray! (Qur'an 21:18)
Defeat in Spain did not come from the north; the Muslim conquerors came from the south. This was much more than a victory, it was a leap of civilization. Because of this, the richest and most brilliant civilization known in Europe was born and flourished throughout the Middle Ages between the 8th and the 15th centuries. During this period northern peoples were shattered by religious wars, and while they moved about in bloodthirsty hoards, the population of Andalusia surpassed 30 million. In this number, which was high for the time, every race and religion moved freely and with equality, and the pulse of society was very lively.66

Interior view of one of the towers of Andalusia's famous Alhambra Palace.
We appointed leaders from among them, guiding by Our command when they were steadfast and when they had certainty about Our Signs.(Qur'an. 32:24)
With its well-illuminated streets, the capital Cordoba provided a striking contrast to the European cities and according to the English historian John W. Draper, "Seven hundred years after this time, there was not so much as one public lamp in London. In Paris, centuries later, whoever stepped over his threshold on a rainy day stepped up to his ankles in mud."67
Andalusia finally ceased to exist in 1492 with the fall of Granada, the last Muslim kingdom on the Iberian Peninsula. But now, Europeans came face to face with the Ottoman Empire, which was beginning to advance in the Balkans during the fifteenth century as a result of several victories and mass conversions among the Balkan people. This conversion was never forced or obtained by pressure. In time, the Islamic morality put in place by the Ottomans brought those who witnessed it to choose Islam freely. Ottoman civilization, built on the Qur'anic moral values of justice, equality, tolerance, and compassion, remained in the Balkans for 400 years, and its traces can still be seen there. (A large number of these remains were destroyed by Serbian troops and missiles during the war in Bosnia, but this does not change the facts of history.) This Qur'anic-based civilization made Islam an important part of Europe. Even today, quite a large number of European Muslims live in the Balkans.
One person who believes that European civilization has learned much from Islam and that the two civilizations have always been intimately connected is Charles, Prince of Wales. Prince Charles describes Islamic civilization and what Andalusia and the Ottoman experience in the Balkans has taught Europe:
Diplomacy, free trade, open borders, the techniques of academic research, of anthropology, etiquette, fashion, alternative medicine, hospitals, all came from this great city of cities. Mediaeval Islam was a religion of remarkable tolerance for its time, allowing Jews and Christians to practice their inherited beliefs, and setting an example which was not, unfortunately, copied for many centuries in the West. The surprise, ladies and gentlemen, is the extent to which Islam has been a part of Europe for so long, first in Spain, then in the Balkans, and the extent to which it has contributed so much towards the civilization which we all too often think of, wrongly, as entirely Western. Islam is part of our past and present, in all fields of human endeavour. It has helped to create modern Europe. It is part of our own inheritance, not a thing apart.68
The Swedish ambassador Ingmar Karlsson, known in Turkey for his book Islam and Europe, says that in the Andalusian period, Christians, Muslims, and Jews lived together in peace and that this should be taken as a model in Europe.
High representative for the International Community in Bosnia-Herzegovina, Wolfgang Petritsch, stresses in an article in the November 20, 2001 edition of the New York Times that the struggle against terror must not be directed against Islam and that it must never be forgotten that Islam is actually a part of Europe. In his article, "Islam is Part of the West, Too," he states: "When we step beyond the us-and-them paradigm, we might remember that Islam is part of the European tradition."69 Keeping this historical fact in mind is one way to prevent the chaos desired by those provocateurs who put forward the "clash of civilizations" thesis. Differences in civilization are not reasons for conflict; rather, they can be an important means of advancing dialogue.
66. Blasco Ibanez, A la Sombra de la Catedral, Madrid t.y., 22-23.
67. http://charlestupperjr.blogspot.com/2002_03_01_charlestupperjr_archive.html.
68. "Islam's Contribution to Europe's Renaissance," The Wisdom Fund, http://www.twf.org/Library/Renaissance.html.
69. The New York Times, November 20, 2001.

riseofislam.com
Read more...
Sunday 1 May 2011

DDII: Jika Tak Terbukti, Jangan Salahkan Masyarakat Simpulkan Kasus Bom Didesain

0 comments
Akhir-akhir ini isu radikalisme dan fundamentalisme dijadikan wajah khas yang identik dengan ajaran Islam. Jika dahulu kita hanya mendengar, orientalis yang berbicara bahwa fundamentalisme dikaitkan pada Gerakan Islam tertentu, selangkah lebih maju, kini pengamat teroris (yang juga didikan Barat) justru menyudutkan ajaran Islam itu sendiri sebagai biang radikalisme.

Ayat-ayat Al Qur’an pun kemudian menjadi tertuduh. Wacana penegakkan Syariat Islam dan pendirian Negara Islam menjadi isu yang seksi untuk dimainkan. Media pun berlomba-lomba menghadirkan pengamat-pengamat terorisme baru dari mulai akademisi, pakar Intelejen, sampai mantan mujahidin. Padahal menurut, KH. Syuhada Bahri, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), ada aktor intelektual yang sengaja memainkan kasus ini.

“Isu ini dimanage oleh orang yang punya kepentingan,” tukasnya ketika ditemui Eramuslim.com, Rabu 27/04/2011, di KantoR DDII, Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat.

Bahkan menurut beliau, jika aparat penegak hukum tidak bisa membuktikan tuduhan bahwa Islam yang menjadi dalang ini semua, kasus ini bisa jadi berbalik kepada aparat penegak hukum itu sendiri.
“Kalau polisi tidak mampu menunjukkan siapa aktor intelektual dibalik itu semua, saya khawatir nanti orang akan berkesimpulkan bahwa pelakunya adalah polisi sendiri,” tambah Kyai yang aktif menurunkan ribuan Da’i ke daerah pelosok Indonesia ini.

Lalu sebenarnya siapakah dalang dibalik aksi teorisme akhir-akhir ini? Betulkah Islam sedang digembosi? Kenapa isu bom di Indonesia seakan-akan tidak ada habisnya untuk diberitakan?


Untuk mengetahui lebih jauh analisis-analisis beliau, berikut petikan wawancara Wartawan Eramuslim.com, Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi, bersama Juru Foto Muhammad Zakir Salmun, 26/04/2011, dengan KH. Syuhada Bahri. Selamat Membaca!

Akhir-akhir ini banyak kasus terorisme, siapa dalangnya?
Yang pasti kalau kita merujuk pada tuntunan Islam. Islam itu tidak mengajarkan kepada umatnya untuk melakukan kekerasan. Hanya memang orang seringkali mencoba mengklaim bahwa menyebarkan Islam dengan kekerasan. Itu kan tuduhan-tuduhan yang dilemparkan orang. Namun kalau kita merujuk kepada sumber Islam, justru Islam membawa ketenangan dan ketentraman. Kita bisa lihat satu ayat dalam Al Qur’an.

Kata Allah ‘Aku akan turunkan kepada kalian petunjuk dan siapa saja yang mengikuti petunjuk itu, tidak akan ada rasa takut.’ Berarti dia akan mendapatkan rasa aman. Jadi Islam itu diturunkan untuk membawa keamanan dan ketenangan.

Kemudian dalam kehidupan, lahirlah sebuah ketidakadilan. Dan ketidakadilan itu dipertotonkan secara jelas. Seperti contoh Israel, sudah jelas-jelas melakukan pelanggaran. Berapa kali dia melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM berat, namun seringkali ia dibela terus oleh kelompok-kelompok dan negara-negara tertentu. Jelas ini ketidakadilan.

Dulu saya masih ingat Taufik Hidayat marah ketika koknya masuk, tapi hakim garis menyatakan keluar. Taufik kemudian membanting raketnya saking kesal. Tapi yang dilakukan official membujuk Taufik agar mau melanjutkan permainan, bukan menghadapi ketidakadilan. Nah kalau cara atau pendekatan yang dilakukan seperti itu, maka ketidakadilan akan tetap langgeng dan untuk mencari sensasi menyalahkan orang, maka dimunculkanlah isu teorisme dan lain sebagainya. Dan itu bermula dari realitas ketidak adilan.

Tapi jika ada orang yang seperti itu sekarang, kemungkinan pertama dimunculkan oleh orang-oang yang tidak senang dalam rangka menyudutkan Islam. Kemungkinan kedua, dimunculkan pemahaman-pemahaman terhadap Al Qur’an dan Sunnah yang bisa melahirkan radikaslisme. Yang lebih memakai pendekatan doktriner daripada didikan.

Dan kemudian setelah itu, ini dimanage oleh orang yang punya kepentingan. Makanya kalau kita perhatikan dulu kalau berbicara terorisme itu cenderung Islam garis keras, kelompok DR Azhari dan lain sebagainya. Akan tetapi karena kelompok ini sudah hampir habis dan tidak bisa dituduh lagi mendalangi aksi terorisme, sekarang sepertinya isu ini akan digeserkan kepada NII. Dengan mengatakan ini kelompok baru tidak ada kaitannya dengan kelompok lama. Nanti jika NII habis lalu apalagi? Kalau begitu berarti ada sutradara yang kita tidak tahu siapa itu yang memanage teroris dalam rangka terus menyudutkan Islam.

Apakah Bisa Dikatakan Sutradara Itu Adalah Musuh Islam?
Kita tidak tahu, karena memang bukti itu tidak kelihatan. Tapi kalau kita melihat realitasnya, karena melihat kelompok lama sudah hampir habis, isunya digeserkan kepada kelompok lain, seperti NII KW 9. Kita juga tidak setuju cara-cara seperti itu. Tapi maksud saya penggeseran ini sepertinya mengesankan ada seorang sutradara dan aktor intelektual di belakang ini semua yang betul-betul memahami dalam rangka memanage isu ini.

Jadi Semua Ini Sudah Rangkaian?
Betul. Kalau sudah seperti itu, siapapun yang melakukan aksi terorisme, pasti Islam yang sudah dituduh. Kenapa orang-orang tidak berfikir, jangan-jangan ini keturunan tahun 1965.

Partai Komunis Indonesia, Maksud Anda?
Bisa saja, toh jika mereka yang melakukan akan digeser kepada Islam. Kan sekarang ini soal salah dan benar menjadi saru. Masalah benar dan salah itu kadang-kadang lebih ditentukan oleh media dalam menggirng opini?

Padahal NII itu kan Sudah Jelas Menyimpang? Kenapa Masih saja Dikaitkan Kepada Islam.
Itu untuk memanage isunya saja. Kita memang berpikir jika ini habis, seharusnya kan habis, tidak ada bom lagi. Tapi karena kepentingan isu terorisme ini harus tetap ada.

Lalu Tujuannya Untuk Apa?
Tujuan utamanya tidak ada lain untuk menyudutkan umat Islam. Maka itu ciri-ciri teroris selalu dikatakan celananya ngatung, berjenggot, jidatnya hitam. Kalau urusan celana ngatung banyak gadis pakai celana ngatung sekarang, berarti itu teroris juga dong?

Tapi kok Ada Salah Seorang Pemimpin Ormas Islam Terbesar Bilang Seperti Itu?
Itu yang saya katakan sudah terpengaruh bentukan opini oleh sang sutradara yang kita tidak tahu siapa itu. Kalau misalnya kita melihat sisi yang lain dimana sekarang ini ada advokasi kebebasan agama. Itu kan pelaku teror juga. Orang yang sudah mempelajari Islam, bahwa tidak ada paksaan dalam beragama, tapi kemudian diterjemahkan, pokoknya kalau orang gak salah tidak boleh juga dipaksa. Ini kan teror juga, bahkan lebih berbahaya karena yang diteror akidah. Kalau bom kan fisik, lha ini akidah kita.

Tapi Kenapa Pemerintah Tidak Menyebut Mereka Teroris? Kan Sudah Jelas Fatwa Haram MUI Tentang Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme?
Justru di sinilah karena dunia ini sudah kecil dan sudah kabur. Akhirnya kemudian ketika akan berbuat ada pesanan dari kanan-kiri, depan dan belakang, akhirnya pemerintah bingung mau mengambil sikap. Dan proses ini telah berjalan sekian lama bagaimana proses pendangkalan akidah berjalan dengan baik. Dahulu orang berzina masih bersembunyi, sekarang sudah direkam, bahkan bangga. Apalagi kemampuan media cukup canggih dalam mempengaruhi opini. Jadi saya melihatnya dari situ.

Jadi Ada Momentum Kelompok-kelompok Kebebasan Beragama Terkait Isu Terorisme? Apalagi Sekarang Disuarakan Isu Teorisme Hadir Karena Ingin Menegakkan Syariat Islam?
Iya. Jika cirinya adalah menegakkan syariat Islam, bagi orang Islam apa yang mesti ditegakkan? Paling tidak dalam diri kita Syariat Islam itu harus berlaku. Sama seperti dalam agama Kristen, jika orang Kristen yang baik dikatakan adalah orang Kristen yang tidak boleh menegakkan Syariat Kristen, lalu orang Islam yang baik tidak boleh menegakkan Syariat Islam? Lantas yang mau ditegakkan apa? Aturan manusia? Kalau aturan manusia tergantung kepentingan manusia itu sendiri. Kalau sudah begitu kita mau jadi apa?

Lalu Pemerintah Justru Menerapkan Siaga 1, kok SBY Seperti Orang Bingung?
Saya kira itu sah-sah saja. Itu memang kewenangan mereka. Cuma yang kita sayangkan mereka tidak menghitung dengan sikap yang seperti itu akan melahirkan rasa takut di kalangan bangsa. Kalau sudah seperti itu, jangan-jangan nanti ke mesid juga takut.

Ngaji Juga Takut?
Iya. Polisi itu kan pengayom masyarakat bukan penghibur masyarakat. Kalau menghibur itu urusan artis. Cuma kita ingin mengingatkan kalau dengan mudah memberikan reaksi yang seperti itu, nanti kredibilitas pemerintah akan menurun. Kenapa menurun? Karena tidak pernah Hari Raya Idul Fitri diterapkan siaga 1, tapi kenapa Paskah yang bagian kecil dari Kristen kok siaga 1? Karena dimana-mana yang terlihat diamankan oleh polisi adalah gereja. Ini kan sama dengan mengesankan umat Islam ingin menyerang, ingin menggangu.

Padahal Islam sudah jelas-jelas di dalam surat Al Kafiruun. “Katakanlah: “Wahai orang-orang kafir. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

Islam sudah diajarkan dalam agamanya untuk tidak menggangu umat agama lain dalam beribadah. Sering terjadi konflik karena masing-masing agama punya kewajiban berdakwah. Kalau berdakwah kepada internal agamanya saja tidak menjadi masalah. Ini kan sering terjadi konflik ketika agama yang satu menjadikan pemeluk agama lain menjadi sasaran dakwah agamanya.

Maka Indonesia yang multi agama ini punya kewajiban untuk membuat aturan dan semua agama harus taat dalam peraturan itu. Tapi ada yang tidak mau taat, yang tidak taat itu kadang-kadang mendapat dukungan dari luar, di negara-negara dimana menjadi tempat Indonesia ngutang. (Tertawa). Katanya kan begitu.

Jadi Negara Kita Tidak Berdaulat Dalam Konteks Keagamaan?
Iya tidak juga, tapi dalam hal-hal tertentu sepertinya kita tidak punya apa-apa. Seperti kasus Ahmadiyah Apa susahnya sih? Pakistan juga dilarang, menyatakan Ahmadiyah keluar dari Islam, tapi tidak ada apa-apa.

Jadi Bagaimana Umat Seharusnya Menyikapi Fitnah Sekarang Ini?
Kalau saya melihatnya, yang pertama umat Islam harus berusaha secara optimal bagaimana mengajarkan umat memahami Islam dengan sebenarnya. Bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat memahaminya. Bagaimana mendakwahkan Islam sebagaimana Rasulullah SAW dan sahabat melakukannya.

Kalau terjadi pelanggaran, jangan menuduh karena ini disebabkan ajaran Islam. Kalau karena salah memahami Islam, itu mungkin. Karena itu kita harus melihat bagaimana Rasulullah SAW memahami Islam.
Kalau ada pelanggaran, para aparat penegak hukum harus mampu membuktikan. Seperti kasus bom di Cirebon, kalau polisi tidak mampu menunjukkan siapa aktor intelektual dibalik itu semua, saya khawatir nanti orang akan berkesimpulkan bahwa pelakunya adalah polisi sendiri. Makanya polisi dituntut untuk mampu membuktikan

Iya karena Kasus ini Juga Terlihat Didesain…
Iya karena mereka yang mendahului menuduh seperti itu kan? Nah kalau ini tidak terbukti semuanya. Kok ada bom yang ditanam di depan Kodam Jaya, kan gak mungkin secara logika. Orang yang lewat disitu saja sudah dalam pantauan penjaga, masak ada orang yang sempat menggali lobang dan menimbun bom disitu. Ini kan apa iya? Bukankah menjaga itu lebih baik daripada mengobati? Seharusnya jika ada gerak-gerik mencurigakan, sudah seharusnya cepat ditangkal. Kalau ternyata ketika menunggu mengambil tindakan jika bom baru meledak, jangan-jangan itu sebuah pekerjaan untuk menambah penghasilan.

eramuslim.com
Read more...

Label

 
Wong Leces © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

Man Jadda Wajada. Siapa yang Bersungguh-sungguh Akan Berhasil