Sunday 25 November 2012

Jejak Prajurit Islam Majapahit dari Bali hingga Australia

0 comments
Oleh: SUFYAN AL  JAWI
Arkeolog di Numismatik Indonesia

Mengagumkan, ternyata wilayah Majapahit lebih luas dari yang diperkirakan selama ini oleh sejarawan. Riset terbaru tentang penempatan prajurit Majapahit  di luar Jawa menemui fakta yang menakjubkan. Uniknya, pleton-pleton kawal Majapahit beranggotakan prajurit beragama Islam. Peninggalannya pun masih bisa dibuktikan hingga sekarang.

Adanya penempatan prajurit Majapahit di Kerajaan Vasal (bawahan) yang terdiri dari 40 prajurit elite beragama Islam di Kerajaan Gelgel-Bali, Wanin-Papua, Kayu Jawa-Australia Barat, dan Marege-Tanah Amhem (Darwin) Australia Utara pada abad ke 14 memperkuat bukti bahwa Gajah Mada adalah seorang Muslim. Silakan anda berkunjung ke daerah tersebut, terutama ke Bali Utara sebelum anda memberi komentar tanpa dasar.

Prajurit Islam ini berasal dari basis Gajah Mada dalam merekrut prajurit elite yang terdiri dari 3 (tiga) kriteria: Mada; Gondang (Tenggulun-Lamongan) dan Badander (Jombang) yang diketahui sebagai basis teman-teman lama beliau. Dari desa-desa ini pemudanya direkrut menjadi Bhayangkara angkatan II dan seterusnya. Tuban, Leran, Ampel, Sedayu sebagai basis Garda Pantura. Pahang-Malaya, Bugis-Makasar, dan Pasai sebagai basis tentara Laut Luar Jawa.

Hal ini adalah wajar, karena di Jawa, Islam telah berbaur sejak abad ke 10 yang dibuktikan dengan penemuan Prasasti nisan Fatimah binti Maimun (wafat 1082 M) di Leran, Gresik yang bertuliskan huruf Arab Kufi. Dan Prasasti Gondang - Lamongan yang ditulis dengan huruf Arab (Jawi) dan huruf Jawa Kuno (Kawi). Keduanya merupakan peninggalan zaman Airlangga. Sedangkan orang Islam sudah masuk ke Jawa sejak zaman Kerajaan Medang abad ke 7. Islam baru berkembang dengan pesat di Jawa pada abad ke 15, atas peran tak langsung dari politik Gajah Mada, putra desa Mada-Lamongan, politikus abad ke 14.

Pembentukan Satuan Elite, Pabrik Senjata dan Dinar EmasSatuan tentara elite Majapahit sudah dibangun sejak masa Jayanegara (1319), yaitu pasukan kawal raja – Bhayangkara, yang dipimpin oleh bekel Gajah Mada. Pada masa selanjutnya satuan elite terus berkembang, terutama pada masa Gajah Mada menjabat sebagai  mahapatih amangkubhumi dari tahun 1334 sampai 1359, sejak masa Tribhuwana Tunggadewi hingga masa Hayam Wuruk.

Menurut “Hikayat Raja-raja Pasai”, ketika Majapahit menyerang Pasai, dan dipukul mundur (1345), lalu menyerang kembali dan meluluh lantakan istana Sultan Ahmad Malik Az Zahir (1350), Gajah Mada yang juga seorang muslim, membawa tawanan orang Pasai yang terdiri dari para ahli, insinyur lulusan Baghdad, Damaskus dan Andalusia. Sedangkan Sultan Pasai melarikan diri dari istana. Setibanya di Majapahit, Gajah Mada membebaskan tawanan tersebut setelah bernegosiasi dengan Prabu Hayam Wuruk. Kemudian orang Pasai ini bekerjasama dengan Gajah Mada untuk membangun kejayaan Majapahit. Sebagai balas jasa, Majapahit memberi otonomi kepada Kerajaan Pasai Darussalam, dan menempatkan orang Pasai di komplek elite di ibukota Majapahit – Trowulan. Hal ini dibuktikan, pada 1377 Majapahit menghancurkan Kerajaan Budha Sriwijaya dan menguasai seluruh Pulau Sumatera, kecuali Pasai.

“Maka titah Sang Nata akan segala tawanan orang Pasai itu, suruhlah ia duduk di tanah Jawa ini, mana kesukaan hatinya. Itulah sebabnya maka banyak keramat di tanah Jawa tatkala Pasai kalah oleh Majapahit itu” (Kutipan dari “Hikayat Raja-raja Pasai”).

Dengan adanya orang Pasai yang ahli dalam bidang tempa logam, baik itu baja maupun emas, maka didirikanlah bengkel senjata dan alat pertanian yang sempurna (standar baja Damaskus) , saluran irigasi model Andalusia di Trowulan dan pabrik koin dinar emas Majapahit. Seiring dengan perluasan wilayah Majapahit untuk mewujudkan “Sumpah Palapa”, Gajah Mada membentuk pleton-pleton khusus yang didominasi oleh prajurit Islam.

Prajurit Islam Majapahit di BaliPenempatan 40 orang prajurit Islam Majapahit di Kerajaan Gelgel – Klungkung, Bali dimulai ketika Raja Gelgel I, Dalem Ketut Ngulesir (1320 – 1400) berkunjung sowan abdi ke Trowulan, tak lama setelah deklarasi pendirian Kerajaan Gelgel tahun 1383. Beliau didampingi oleh Patih Agung, Arya Patandakan dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh) yang menghadap Prabu Hayam Wuruk saat upacara Cradha dan rapat tahunan negeri-negeri vasal imperium Majapahit. Ketut Ngulesir memohon dukungan dari Maharaja Majapahit, yang dikabulkan dengan pemberian 1 (satu) unit pleton khusus binaan Almarhum Gajah Mada. (“Kitab Babad Dalem”, manuskrip tentang Raja-raja Bali).

Prajurit Islam ini menikah dengan wanita Bali, dan beranak-pinak disana. Mereka sangat setia membentengi Puri Gelgel – Klungkung. Bahkan meskipun pada akhirnya imperium Majapahit runtuh (1527), tapi Prajurit Islam tetap menjadi tentara elite Kerajaan Gelgel, dari generasi ke generasi. Begitu pula di Kerajaan Buleleng, prajurit Islam membentengi Puri Buleleng dari serangan Raja Mengwi dan Raja Badung dari Kerajaan di Bali Selatan.

Faktanya, saat ini kita masih dapat saksikan di Bali, keturunan prajurit Islam Majapahit yang telah mencapai ribuan orang Islam asli Bali (mereka menggunakan nama Bali, untuk membedakan dengan muslim pendatang) tepatnya di desa Gelgel, Klungkung dan di desa Pegayaman, Buleleng – 70 km arah utara Denpasar. Mereka adalah penduduk mayoritas di desa-desa kuno tersebut.

Pertanyaannya : Kenapa Hayam Wuruk mengirimkan pleton prajurit Islam untuk mengawal negeri bawahan Majapahit ?

Jawabannya: Pertama, almarhum Gajah Mada (wafat 1364) telah membangun sistem perekrutan satuan tentara elite yang beranggotakan prajurit Islam, dibekali dengan senjata pamungkas, dan berperang sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Kedua, Prabu Hayam Wuruk diduga telah mengetahui bahwa Gajah Mada bukan Sudra, melainkan seorang Muslim. Kemungkinan info yang rahasia ini diperoleh dari Ibunda Ratu Tribhuwana Tunggadewi.

Untuk menghormati almarhum Gajah Mada, beliau tidak mencerai-beraikan pleton-pleton Muslim yang berjumlah 40 orang, karena dalam Madzhab Imam Syafi’i, syarat minimal untuk mendirikan sholat Jumat adalah 40 orang. Ketiga, kemampuan tempur 40 orang prajurit Islam dapat menghancurkan 200-400 orang tentara reguler musuh. Karena mereka dibekali kemampuan militer  yang menguasai berbagai jenis senjata. Hal ini dibuktikan dalam perang mempertahankan Puri Buleleng dari serbuan pasukan gabungan dua Kerajaan Mengwi dan Badung, yang terletak di Bali Selatan. Keempat, Hayam Wuruk kagum atas kesetiaan dan ketetapan janji orang Islam. Mereka tidak terpengaruh  godaan harta, wanita dan tahta yang bukan haknya. Mereka tidak pernah mabuk, berjudi, maling dan berzina ( kebiasaan buruk di Majapahit adalah mabuk dan berjudi, dan agak permisif dalam hal seks ). Panutan mereka adalah Gajah Mada, yang diklaim oleh orang-orang Majapahit sebagai orang Hindu berkasta Sudra?

Ketika pleton prajurit Islam Majapahit ini mengawal pulang rombongan Raja Gelgel, Ketut Ngulesir, mereka dibekali oleh Hayam Wuruk berupa puluhan ribu koin cash Cina dan koin Gobog Wayang (koin kepeng tembaga) serta ratusan koin dinar emas Majapahit. Ini sebagai balasan atas penyerahan upeti dari Kerajaan Gelgel Klungkung berupa hasil bumi, hewan ternak dan tangkapan, perhiasan dan kerajinan tangan rakyat Gelgel. Hayam Wuruk berharap, stok koin-koin tersebut mampu merangsang tumbuhnya ekonomi di Gelgel. Sejak saat itu Pura Klungkung dan Pura Buleleng telah akrab dengan koin dinar emas dalam ritual ibadah mereka.

Prajurit Islam Majapahit di Wanin – Papua

Saat Prof. JH Kern dan NJ Krom meneliti kitab Nagarakertagama yang ditemukan (dijarah) oleh JLA Brandes dari istana Cakranagara, Lombok (1894). Prof. Kern dan Krom, 1920, mendapati fakta bahwa kekuasaan Majapahit di Papua Barat dibuktikan dengan adanya penempatan prajurit Islam di Wanin – Papua. Berdirinya Kerajaan Wanin di Fak-fak hingga Biak merupakan vasal Majapahit. Sampai sekarang, Raja-raja dan rakyat di Wanin dan Fakfak sangat kental nuansa Islamnya dan sangat fasih menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an.

Tak seperti di Bali, prajurit Islam Majapahit ini membawa istri mereka yang dinikahi di Jawa, Bugis, Seram dan pulau Maluku, sebelum akhirnya menetap di Wanin. Saat Majapahit runtuh, pada abad ke 16, Kerajaan Wanin bergabung dengan Kerajaan Ternate Darussalam di Maluku Utara, yang dulunya juga merupakan bawahan Majapahit. Diperkirakan situs Majapahit di Papua tersebar luas di Fak-fak, Biak dan Raja Ampat. Keturunan mereka berbeda dengan ras Papua.

Prajurit Islam Majapahit di Marege – Australia

Sejarah resmi negeri kangguru, sepertinya harus segera direvisi. Sebab Prof. Regina Ganter, sejarawan dari University of Griffith, Brisbane, Australia – belum lama ini meriset suku Aborigin Marege yang berbahasa Melayu Makasar. Marege adalah desa kuno di tanah Arnhem, di daerah Darwin, Australia Utara. Regina mendapat fakta yang menakjubkan , bahwa komunitas Muslim kuno Aborigin berasal dari Kerajaan Gowa Tallo, Makasar, sudah ada sejak abad ke 17 (1650 an), dan menyebarkan Islam di Australia Utara hingga ke desa Kayu Jawa di Australia Barat.

Orang Marege hingga hari ini menyebut rupiah untuk kata ganti uang, padahal mata uangnya adalah dollar. Juga menyebut dinar untuk koin emas Australia. Dahulu sempat ditemukan koin Gobog Wayang di desa Marege Darwin. Padahal koin Gobog merupakan koin resmi Majapahit. Dan ini menunjukkan adanya jejak prajurit Majapahit abad ke 14 yang dikirim ke Marege, namun hal itu masih perlu pembuktian lebih lanjut.

Dalam risetnya, Prof. Regina menuturkan bahwa sejak masa Sultan Hasanuddin (1653-1669) kapal-kapal Pinisi dari Makasar menguasai perairan teluk Carpentaria – Darwin, mereka mencari tripang. Di tanah Arnhem, Marege, orang Makassar berhubungan dengan suku Aborigin, menikah dan beranak pinak membentuk komunitas Aborigin Muslim. Dalam kebudayaan Marege, nampak jelas mereka menggambar kapal Pinisi Makasar dalam karya seni kuno mereka. Uniknya, kapal bercadik Majapahit pun terpahat dalam seni ukir dan lukis mereka yang berusia ratusan tahun.

Ketika orang Inggris menjajah rayah desa Marege dan desa Kayu Jawa, mereka nyaris menghancurkan budaya Islam suku Aborigin Marege pada abad ke 20 seiring arus Westernisasi di negeri Kanguru. Karya seni Marage banyak yang diboyong ke Eropa. Orang Marege menyebut orang Inggris sebagai ‘Balanda’, sedangkan orang Kayu Jawa menyebutnya ‘Walanda’, dan perang melawan orang Inggris disebut ‘Jihad Kaphe’.

Semoga riset yang akan dilakukan oleh Tim Riset Yamasta ( beranggotakan Viddy Ad Daery, Sufyan Al-Jawi, Drs. Mat Rais dan Farhaz Daud ) untuk program yang akan datang, dapat mengungkap keberadaan situs Majapahit di Marege, Kayu Jawa dan tempat lainnya di Australia. Sesungguhnya kita adalah Bangsa yang besar dan jaya, pernah membangun perdaban Superpower – Nusantara. Mari bersatu, hilangkan egoisme SARA dan sinisme, marilah kita bangkit dan membangun kembali Nusantara.
Read more...
Thursday 22 November 2012

Belajar dari Kejatuhan Vietnam

0 comments
REPUTASI suatu negara tidak akan abadi. Anda bisa saja dipuja-puja untuk hari ini, namun bisa berakhir menjadi orang buangan di hari berikutnya.

Tidak ada contoh yang lebih baik untuk menggambarkan hal ini selain Vietnam. Sempat menjadi bintang bersinar di kawasan Asia, Vietnam menjadi idola untuk investor di negara berkembang.

Setelah bangkit dari jurang kehancuran akibat Perang Vietnam, Partai Komunis (CPV) yang menjadi penguasa memulai proses reformasi ekonomi, disebut dengan istilah Doi Moi. Vietnam melakukan seperti yang ada di China, memperbolehkan pasar bebas tetapi dengan kontrol dari negara.

Doi Moi memang sempat berjalan dengan baik: sampai 2010, perekonomian Vietnam tumbuh rata-rata 7% per tahun dan tampaknya sudah siap lepas landas untuk menjadi Singapura atau Korea Selatan berikutnya.

Namun, kebangkitan Vietnam yang sempat meroket akhirnya berhenti di tengah jalan. Pertumbuhan PDB Vietnam melambat menjadi 4,38% pada semester pertama 2012. Ini pelambatan terbesar sepanjang tiga tahun terakhir, dan diperkirakan akan tertekan menjadi 5% untuk 2 tahun ke depan.

Inflasi September naik menjadi 6, 48% dibanding tahun sebelumnya. Ini mencatatkan kenaikan harga konsumen tercepat dalam 16 bulan terakhir, termasuk di sektor kesehatan, pendidikan dan transportasi.

Sektor perbankan Vietnam juga memiliki angka kredit macet tertinggi di negara-negara ASEAN, meningkatkan kekhawatiran akan kebutuhan dana talangan untuk sektor ini.
Penangkapan taipan berpengaruh Nguyen Duc Kien, pendiri Asia Commercial Bank (ACB) telah memicu ketakutan dari kalangan usaha. Seorang mantan eksekutif ACB, yang juga mantan Menteri Perencanaan dan Investasi, Tran Xuan Gia, juga sedang menghadapi tuduhan  telah melakukan kejahatan ekonomi.

Memang, ada tanda-tanda bahwa perebutan kekuasaan sedang berlangsung antara Perdana Menteri Nguyen Tan Dung dan Presiden Troung Tan Sang. Akibat dari itu semua, tanggal 28 September, lembaga pemeringkat Moody `s menurunkan peringkat kredit Vietnam menjadi "B2"  dengan outlook stabil karena kelemahan dalam sistem perbankan. Apa yang salah dengan hal ini? Di satu sisi, dapat dikatakan bahwa ini adalah satu contoh kasus dimana kejatuhan suatu bangsa dikorbankan kepada faktor eksternal.

Seperti artikel yang ditulis Rob Cox pada 1 Oktober 2012 di majalah Newsweek, arus modal ke Vietnam setelah tergabung dalam WTO pada tahun 2007 menyebabkan negara itu kelebihan investasi.Sebagian besar aliran dana itu mengalir ke hunian kalangan atas atau properti industri, yang pada akhirnya hanya masuk tong sampah setelah krisis keuangan global pada tahun 2008.

Selain itu, hubungan yang terus memburuk dengan China akibat sengketa Laut Cina Selatan juga dapat membahayakan pertumbuhan di masa depan. Sebab China merupakan mitra terbesar untuk Vietnam dengan angka perdagangan dua arah pada tahun 2011 sebesar USD36 miliar menurut The Economist.

Pada saat yang sama, tidak dapat dipungkiri bahwa mendung yang dialami Vietnam sangat kental berbau politik dan administratif. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Vietnam terkenal tidak efisien. Reuters mencatat bahwa 100 BUMN terbesar memiliki US$ 50 miliar total utang, termasuk perusahaan galangan kapal bermasalah Vinashin yang memiliki utang US$ 4,5 miliar.

Tampaknya hanya ada sedikit kemauan politik untuk mereformasi BUMN boros ini, terutama dengan perpecahan yang jelas terjadi dalam Partai CPV. Partai telah menunjukkan bahwa segala kritik terhadap mereka tidak akan diterima dengan baik. Penangkapan tiga orang blogger yang mencoba membongkar kasus korupsi dan ketimpangan sosial yang terjadi, menunjukkan bahwa kekuasaan otoriter masih hidup dan berkembang di Vietnam.

Intoleransi terhadap kebebasan berpendapat telah membuat Partai CPV sebagai organisasi yang kaku dan tidak mampu beradaptasi dengan dunia yang selalu mengalami perubahan cepat. Doi Moi telah muncul dengan banyak celah, dan permainan Vietnam dengan kapitalisme tampaknya tidak dibarengi dengan kompetensi, akuntabilitas serta transparansi.

Vietnam merupakan kisah peringatan bagi Indonesia. Seperti yang pernah dialami Vietnam dalam waktu yang belum terlalu lama, Indonesia kini adalah anak emas untuk investor.

Dalam tujuh tahun terakhir, pertumbuhan PDB Indonesia telah melonjak 200%, saham-saham blue-chip telah meroket diatas 200%, dan pasar saham secara keseluruhan telah mencatatkan imbal hasil hingga 300%.

Mungkinkah Indonesia mengalami kecelakaan seperti yang dialami oleh Vietnam, dengan didukung oleh asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi dijalankan autopilot dengan tidak peduli siapapun yang memimpin?

Mari pikirkan lagi. Politik memang penting. Liberalisasi perekonomian tanpa reformasi politik dan kepemimpinan yang baik hanya akan berakhir dengan bencana.

Read more...

Dicabut, Larangan Angkutan Batubara

3 comments
Pemkot Probolinggo desak Pemprov Jatim dan Pusat membangun akses jalan memadai ke pelabuhan

PROBOLINGGO - Dengan alasan truk-truk pengangkut batubara merusak jalan di Kota Probolinggo, sekitar sebulan terakhir angkutan batubara dari Tanjung Tembaga dihentikan Walikota HM. Buchori. Namun atas desakan sejumlah pabrikan di Probolinggo, Pasuruan, dan Lumajang larangan itu dicabut kembali.

“Sejumlah industri mengaku kelimpungan dan meminta agar batubara bisa dibongkar kembali melalui Tanjung Tembaga. Ya saya kasihan juga mendengar keluhan kalangan pabrikan,” ujar walikota, Senin (5/11) pagi tadi. Keluhan kalangan pabrikan itu disampaikan melalui Kepala Dinas Perhubungan (Dishub), Sunardi dan Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Kepelabuhanan, Wiliyanto.

HM. Buchori menambahkan, sekitar sebulan terakhir, kalangan pabrikan mendatangkan batubara dari Kalimantan melalui Pelabuhan Gresik. Ternyata biayanya lebih besar dibandingkan melalui Tanjung Tembaga, Kota Probolinggo. “Pak Nardi (Sunardi) dan Pak Wily (Wiliyanto) sudah menemui saya, menyampaikan keluhan kalangan pabrikan itu,” ujar walikota.

Seperti diketahui dengan alasan muatan melebihi tonase dan merusak badan jalan, truk-truk pengangkut batubara dari Tanjung Tembaga dilarang melintasi jalan di Kota Probolinggo. Pemkot Probolinggo pun mendesak Pemprov Jatim dan pemerintah pusat membangun jalan akses pelabuhan yang memadai.
Selama ini truk-truk bermuatan batubara dari pelabuhan melintasi Jalan Lingkar Utara (JLU) yakni, Jl. Anggrek, Jl. Ikan Tongkol, dan Jl. Raden Wijaya. Padahal jalan arteri kelas III itu hanya layak dilewati kendaraan dengan tonase 11-13 ton. ”Kalau dipaksakan dilewati truk batubara dengan tonase 20-28 ton, ya jalan cepat ambrol,” ujar walikota.

Berdasarkan catatan Kesyahbandaran dan Otorita Kepelabuhanan Probolinggo, selama kurun waktu sekitar setahun yakni, Agustus 2011-September 2012, sekitar 95.000 ton batubara telah dibongkar di Pelabuhan Tanjung Tembaga.

Batubara asal Kalimantan itu dipesan sejumlah industri di antaranya, PT Kertas Leces (Kabupaten Probolinggo, PT Cheil Jedang Indonesia (Kabupatan Pasuruan), Pabrik Gula Jatiroto (Lumajang), dan Pabrik Gula Semboro (Jember).

Walikota mengakui, pemkot memang menerima kompensasi (retribusi) atas kelebihan muatan batubara itu. ”Kalau kalau dihitung-hitung nilai retribusi itu tidak sepadan dengan tingkat kerusakan jalan,” ujarnya.
Data di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA) menunjukkan, sumbangan dari pihak ketiga (SP III) itu selama Juni-September 2012 hanya Rp 34 juta. “Pada bulan Juli, tidak ada setoran,” ujar Kasi Evaluasi pada DPPKA, Imroatun.

Dibatasi 8 Ton
Meski akhirnya mencabut larangan truk-truk pengangkut batubara melintasi jalan Kota Probolinggo, walikota membatasi tonase batubara. “Truk-truk hanya boleh maksimal mengangkut 8 ton batubara. Lebih dari 8 ton tetap kami larang,” ujar politisi PDIP itu.

Disinggung soal besarnya retribusi bongkar-muat, walikota menyerahkan sepenuhnya kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Kepelabuhanan. Soalnya, lembaga yang dulu bernama Kantor Administrator Pelabuhan (Adpel) itu yang punya wewenang memungut retribusi jasa kepelabuhanan.

Soal usulan agar Pemkot Probolinggo mengirimkan proposal ke Pemprop Jatim terkait kerusakan jalan akibat truk-truk pengangkut batubara, walikota mengaku sudah melakukannya. “Kami sudah mengirimkan prosal ke Pemprop Jatim, soalnya untuk perbaikan jalan saja pemkot menghabiskan Rp 4-5 miliar,” ujar walikota.

Sebelumnya Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Jatim, Dahlan Karim menyarankan agar Pemkot Probolinggo mengirimkan proposal untuk perbaikan jalan. “Kalau memang Kota Probolinggo butuh dana, ya ajukan proposal. Nanti kami kaji,” ujarnya.

Yang jelas nanti (jika dana cair), pekerjaan perbaikan jalan itu bisa ditangani Pemkot Probolinggo sendiri. Soalnya, jalan yang dikeluhkan walikota adalah jalan kota, bukan jalan propinsi atau jalan nasional.

Dahlan menambahkan, sebenarnya tahun ini (2012) ini, Kota Probolinggo sudah disuntik dana Rp 5 miliar. ”Ya dana itu bisa dipakai dulu, kalau masih kurang ajukan proposal,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim, Mahdi. ”Sebaiknya walikota mengajukan proposal ke propinsi untuk perbaikan jalan yang dilalui truk pengangkut batubara,” ujarnya.
Politisi PPP itu menambahkan, Pemprop Jatim masih bisa menyisihkan anggaran dari plafon dana bantuan keuangan (BK). ”Ada dana BK, tetapi proposal akan dikaji kelayakannya lebih dulu,” ujarnya.

Read more...
Friday 16 November 2012

Travel to Ende, Flores, Kelimutu, Village

0 comments
Ende is the largest town in Flores and is deemed to be the most important with its harbor serving other destinations around the archipelago. For the tourist, travelling to Ende can be a necessary transit onto Kelimutu. The town of Ende isn’t too appealing as it is a very hot and dusty place with it being situated at sea level. That being said there are black sandy beaches that you can explore to the east and west of the town. If you find yourself here for a few days waiting on a ferry or an aeroplane, it can be accommodating.

5_w2_w
1_w

Ende was also the victim of the devastating earthquake that hit just north of Maumere in 1992 and the population is still somewhat shaken by the whole experience. Life has resumed at the normal pace but you can still see buildings that were damaged by the earthquake.

Ende’s real claim to fame is that president Sukarno was exiled here in 1933 and his house has been turned into a museum of sorts with original furniture and photos still in place. There is no charge to gain access to the museum and it can be an interesting visit to step back into the Indonesian 1930’s. The museum can be found on Jalan Perwira, which is located around 250 meters from the harbor.

If you find yourself staying overnight in Ende then it is highly recommended that you visit the bustling nightmarket that can be found just outside the centre on Jalan Kelimutu. The market really comes to life after sunset and you will find yourself walking around various stalls of exotic produce by candlelight. Apart from the daily food essentials, the market is supplemented with many food stalls where you can taste some local delights and chat with the locals sharing stories about food and history.

8_l3l_ 7_l

Due to Ende’s proximity to the sea and its sheltered bay, it can become very hot in this town. It is rare to have a sea breeze and the dust can be quite annoying at times. To escape this, the best options are to head inland or west along the coastal road and discover one of many weaving villages. Ngella is a village around 30 km from Ende is very popular amongst locals and tourists alike. The fabric that is weaved here is regarded as some of the best in Flores and the prices can be a little expensive. The women of the village are hard bargainers so be prepared to bow down and accept her best price! The easiest way to get to Ngella is to take a Bemo from Wolowaru bus terminal in Ende. Another option is Wolotopo that is located just 7km from Ende. This village is not as frequented as Ngella so you can expect the fabrics to be cheaper. A very interesting option onwards from Wolotopo is the village of Ngalupolo where you can actually spend the night. It is a fantastic opportunity to gain an insight into the village life of Flores. If you have the time, it is well worth the trip.

You won’t find any high-end hotels in Ende however you will find numerous losman all offering a bed and basic amenities. Most of these Losmen can be found on the road to the airport.

4_w 6_w

Most people are here to move on to other places in Flores and the most popular destination is Kelimutu. It is easy to travel to Kelimutu from Ende. Make your way to the Wolowana bus terminal. There you will find buses departing to Moni from 6am through to 2pm. Be careful the bus conductor doesn’t charge you the full cost of a fare to Maumere. If you are heading to Labuan Bajo, buses are frequent and generally depart around 7am.

It is possible to travel to Kupang in West Timor from Ende by Ferry. The most regular ferry is Pelni and usually stops by Ende twice a week. If your timing is right then Roti and Savu are also on the timetable. The irregularities of the timings of ferries can be quite frustrating so it is best that you find an agent in town where this person will have updated schedules and can also sell you a ticket.

Read more...

Label

 
Wong Leces © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

Man Jadda Wajada. Siapa yang Bersungguh-sungguh Akan Berhasil