Tokyo -
Masyarakat Jepang beraktivitas di awal pekan ini seperti biasa. Kereta listrik, elevator dan lampu beroperasi normal.
Namun ada satu hal yang luar biasa. Hari ini, 7 Mei 2012 merupakan pertama kalinya dalam empat dekade, seluruh energi yang digunakan masyarakat Jepang bukan berasal dari reaktor nuklir.
Sabtu lalu (5/5/2012), pemerintah Jepang mematikan reaktor nuklir terakhirnya, reaktor 3 PLTN Tomari di Hokkaido. Sejak bencana ledakan reaktor nuklir Fukushima, penggunaan reaktor nuklir sebagai pembangkit listrik sudah dilarang. Kini Jepang menjadi negara ekonomi raksasa pertama di dunia yang tidak menggunakan tenaga nuklir sama sekali.
Proses penon-aktifan reaktor 3 PLTN Tomari disaksikan seluruh jajaran dan instansi pemerintahan Jepang beserta kalangan industri dan pemerhati lingkungan. Langkah ini merupakan awal kebijakan energi yang diterapkan Jepang.
“Saya rasa keputusan ini tidak mudah dijalankan tapi layak untuk diperjuangkan. Ada kemungkinan peningkatan resiko gempa bumi di Jepang yang beresiko signifikan terhadap warga dan perekonomian Jepang. Satu-satunya cara adalah mencari sumber energi baru selain nuklir,” kata Junichi Shimizu dari Greenpeace Jepang, dikutip dari CNN, Senin (7/5/2012).
Permintaan pencarian sumber energi baru pengganti nuklir bukan hanya datang dari aktifis lingkungan, namun juga dari publik. Ribuan orang turun ke jalanan Tokyo Sabtu lalu sebagai bentuk perayaan dinon-aktifkannya reaktor nuklir terakhir di negara sakura tersebut. Mereka berjalan sambil mengibarkan koinobori, bendera berbentuk ikan koi yang biasa digunakan untuk Hari Anak sebagai lambang gerakan anti nuklir.
Masyarakat Jepang mulai antipati sejak kejadian tiga reaktor nuklir Fukushima Daiichi yang meledak akibat gempa bumi dan tsunami Maret lalu. Sebelum terjadinya tragedi Fukushima, Jepang mengandalkan tenaga nuklir untuk memproduksi 30% kebutuhan energinya. Sejak berhenti total menggunakan nuklir, Jepang meningkatkan jumlah impor bahan bakar minyak, gas bumi dan batubara.
Pemerintah Jepang memperkirakan bahan bakar yang tidak bisa diperbarui itu tidak akan sanggup memenuhi kebutuhan energi negara. Resiko terburuknya di musim panas ini akan terjadi pemadaman listrik.
Partai Demokrat Jepang sebagai penguasa pemerintahan meminta komunitas warga setempat untuk mengizinkan reaktor nuklir kembali beroperasi. Kepala deputi pelaksana Partai Demokrat Jepang, Yoshito Sengoku secara gamblang mengatakan, tanpa energi nuklir negara berekonomi terbesar ketiga di dunia itu akan menderita.
“Kita harus memikirkan dampaknya terhadap ekonomi Jepang dan hidup orang-orang di masa depan. Jika semua reaktor nuklir dihentikan, mungkin saja Jepang akan melakukan bunuh diri massal,” seru Sengoku. Hiromasa Yonekura, direktur utama pelobi bisnis terbesar Jepang, Keidanren, turut menyatakan ketidaksetujuannya dalam konferensi pers April lalu.
“Kami tidak bisa menyetujui program hemat energi semacam ini lagi tahun depan, atau setiap tahunnya sejak sekarang. Pemerintah harus mengembalikan operasional PLTN seperti semula,” kata Yonekura mengenai kebijakan Jepang yang menyarankan masyarakat mematikan pendingin ruangan dan menggeser shift operasional pabrik ke akhir pekan.
Ekonom dan direktur JP Morgan, Jasper Koll mengatakan Jepang bisa saja menghindari keterpurukan ekonomi jika sudah punya kebijakan energi yang jelas. “Masalah di sektor swasta disebabkan pemerintah Jepang terlibat dalam debat yang emosional dan sangat dipolitisasi. Hasil akhirnya jadi sangat lambat atau malah tidak ada hasil sama sekali,” kata Koll.
Menurutnya, jika suatu pemerintahan tidak punya kebijakan energi yang jelas maka tidak ada kebijakan ekonomi sebab semuanya berkisar di energi. Perdana menteri Jepang sudah berjanji akan mengeluarkan kebijakan energi yang jelas tahun ini, diperkirakan saat musim panas. Namun Yukie Osaki yang dulu tinggal di Fukushima menolak mentah-mentah.
Dia menolak kebijakan energi dalam bentuk apa pun, terutama jika ada yang menyebutkan PLTN aman. Menurutnya, sangat berbahaya bagi Jepang sebagai negara yang rawan gempa bumi memiliki PLTN. “Jika ada insiden lagi, tidak akan ada tempat yang tersisa untuk ditinggali di Jepang,” kata Osaki.
Namun ada satu hal yang luar biasa. Hari ini, 7 Mei 2012 merupakan pertama kalinya dalam empat dekade, seluruh energi yang digunakan masyarakat Jepang bukan berasal dari reaktor nuklir.
Sabtu lalu (5/5/2012), pemerintah Jepang mematikan reaktor nuklir terakhirnya, reaktor 3 PLTN Tomari di Hokkaido. Sejak bencana ledakan reaktor nuklir Fukushima, penggunaan reaktor nuklir sebagai pembangkit listrik sudah dilarang. Kini Jepang menjadi negara ekonomi raksasa pertama di dunia yang tidak menggunakan tenaga nuklir sama sekali.
Proses penon-aktifan reaktor 3 PLTN Tomari disaksikan seluruh jajaran dan instansi pemerintahan Jepang beserta kalangan industri dan pemerhati lingkungan. Langkah ini merupakan awal kebijakan energi yang diterapkan Jepang.
“Saya rasa keputusan ini tidak mudah dijalankan tapi layak untuk diperjuangkan. Ada kemungkinan peningkatan resiko gempa bumi di Jepang yang beresiko signifikan terhadap warga dan perekonomian Jepang. Satu-satunya cara adalah mencari sumber energi baru selain nuklir,” kata Junichi Shimizu dari Greenpeace Jepang, dikutip dari CNN, Senin (7/5/2012).
Permintaan pencarian sumber energi baru pengganti nuklir bukan hanya datang dari aktifis lingkungan, namun juga dari publik. Ribuan orang turun ke jalanan Tokyo Sabtu lalu sebagai bentuk perayaan dinon-aktifkannya reaktor nuklir terakhir di negara sakura tersebut. Mereka berjalan sambil mengibarkan koinobori, bendera berbentuk ikan koi yang biasa digunakan untuk Hari Anak sebagai lambang gerakan anti nuklir.
Masyarakat Jepang mulai antipati sejak kejadian tiga reaktor nuklir Fukushima Daiichi yang meledak akibat gempa bumi dan tsunami Maret lalu. Sebelum terjadinya tragedi Fukushima, Jepang mengandalkan tenaga nuklir untuk memproduksi 30% kebutuhan energinya. Sejak berhenti total menggunakan nuklir, Jepang meningkatkan jumlah impor bahan bakar minyak, gas bumi dan batubara.
Pemerintah Jepang memperkirakan bahan bakar yang tidak bisa diperbarui itu tidak akan sanggup memenuhi kebutuhan energi negara. Resiko terburuknya di musim panas ini akan terjadi pemadaman listrik.
Partai Demokrat Jepang sebagai penguasa pemerintahan meminta komunitas warga setempat untuk mengizinkan reaktor nuklir kembali beroperasi. Kepala deputi pelaksana Partai Demokrat Jepang, Yoshito Sengoku secara gamblang mengatakan, tanpa energi nuklir negara berekonomi terbesar ketiga di dunia itu akan menderita.
“Kita harus memikirkan dampaknya terhadap ekonomi Jepang dan hidup orang-orang di masa depan. Jika semua reaktor nuklir dihentikan, mungkin saja Jepang akan melakukan bunuh diri massal,” seru Sengoku. Hiromasa Yonekura, direktur utama pelobi bisnis terbesar Jepang, Keidanren, turut menyatakan ketidaksetujuannya dalam konferensi pers April lalu.
“Kami tidak bisa menyetujui program hemat energi semacam ini lagi tahun depan, atau setiap tahunnya sejak sekarang. Pemerintah harus mengembalikan operasional PLTN seperti semula,” kata Yonekura mengenai kebijakan Jepang yang menyarankan masyarakat mematikan pendingin ruangan dan menggeser shift operasional pabrik ke akhir pekan.
Ekonom dan direktur JP Morgan, Jasper Koll mengatakan Jepang bisa saja menghindari keterpurukan ekonomi jika sudah punya kebijakan energi yang jelas. “Masalah di sektor swasta disebabkan pemerintah Jepang terlibat dalam debat yang emosional dan sangat dipolitisasi. Hasil akhirnya jadi sangat lambat atau malah tidak ada hasil sama sekali,” kata Koll.
Menurutnya, jika suatu pemerintahan tidak punya kebijakan energi yang jelas maka tidak ada kebijakan ekonomi sebab semuanya berkisar di energi. Perdana menteri Jepang sudah berjanji akan mengeluarkan kebijakan energi yang jelas tahun ini, diperkirakan saat musim panas. Namun Yukie Osaki yang dulu tinggal di Fukushima menolak mentah-mentah.
Dia menolak kebijakan energi dalam bentuk apa pun, terutama jika ada yang menyebutkan PLTN aman. Menurutnya, sangat berbahaya bagi Jepang sebagai negara yang rawan gempa bumi memiliki PLTN. “Jika ada insiden lagi, tidak akan ada tempat yang tersisa untuk ditinggali di Jepang,” kata Osaki.
Semoga hal tersebut bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh semua stakeholder di bidang energi jika nanti Indonesia menjadikan nuklir sebagai salah satu sumber energinya. Karena ke depan, kita pasti sangat membutuhkan energi alternatif apapun itu selain minyak bumi dan batu bara yang pada saatnya nanti akan habis.