- Minoritas Muslim Rohingya
- Meluruskan dan Merapatkan Shaf
- Radio Streaming Islami
- Jeram Sungai Pekalen
Keadaan Minoritas Muslim Rohingya di Myanmar
Sampai bulan ini, reformasi Myanmar dari negara tertutup menjadi negara demokrasi awalnya tampak...More
Pentingnya Meluruskan dan Merapatkan Shaf
“Tidakkah kalian berbaris sebagaimana berbarisnya para malaikat (dengan rapih) di hadapan Rabb mereka?”...More
Link Radio Streaming Islami Indonesia
Bagi anda yang ada di perantauan seperti saya dan tidak ada radio islami di sana dan ingin mendengarkan nasyid,...More
Goyang Inul di Jeram Sungai Pekalen
Karakteristik sungai Pekalen berbelok dan bertebing, memiliki panorama alam yang indah,...More
Tuesday, 2 December 2014
Anak Orang Kaya Jalankan Bisnis Keluarga Sejak Usia Belasan
Price Waterhouse Cooper (PwC), perusahaan audit asal Amerika Serikat baru saja melakukan survei bisnis di Indonesia dengan responden 30 perusahaan yang seluruh atau mayoritas sahamnya dikuasai oleh keluarga inti pendiri perusahaan tersebut. Salah satu temuannya adalah 30 persen dari responden tersebut mengaku telah melibatkan anak-anaknya dalam menjalankan bisnis keluarga sejak mereka berusia belasan tahun.
“Hasil survei menunjukkan 30 persen pelaku bisnis keluarga masih tergolong muda, di bawah 20 tahun,” ujar Dwi Daryoto, Partner PwC untuk Klien Wirausaha dan Swasta dalam siaran pers, Selasa (2/12).
Temuan lain yang diperoleh PwC dari survei yang dilakukan selama periode Mei-Agustus 2014 tersebut adalah hanya 27 persen dari perusahaan keluarga tersebut yang memiliki omzet antara US$ 5 juta-US$ 10 juta atau Rp 60 miliar-Rp 129 miliar per tahun. Sisanya mengaku bisa memperoleh uang jauh lebih besar dari itu.
Sementara sektor usaha yang paling banyak digeluti perusahaan keluarga adalah manufaktur sekitar 50 persen, transportasi sebesar 13 persen, dan jasa konstruksi 7 persen.
"Dengan kondisi ekonomi Indonesia yang terus tumbuh, diprediksi bisnis keluarga ini akan meningkat tiga hingga empat kali lipat dalam 5-10 tahun ke depan," ujar Dwi Daryoto.
Generasi Penerus
Lebih dari 60 persen bisnis keluarga di Indonesia menurut survei PwC, memiliki dua hingga tiga generasi penerus. Mayoritas perusahaan keluarga menempatkan anggota keluarganya sebagai Presiden Direktur (47 persen) atau Direktur Keuangan (23 persen) dan jabatan strategis lainnya.
Komposisi direksi perusahaan keluarga adalah 52 persen berasal dari anggota keluarga dan 48 persen non-keluarga. Hampir sebagian besar (87 persen) keluarga merupakan pemilik sekaligus manajemen dari perusahaan dan hanya 13 persen yang berstatus sebagai pemilik tanpa masuk dalam manajemen.
Berdasarkan hasil survei, lebih dari 50 persen pelaku bisnis keluarga berencana mewariskan kepemilikan usahanya kepada keturunannya namun tetap melibatkan profesional dalam menjalankan operasional perusahaan. Sementara 25 persen memilih untuk mewariskan seluruh kepemilikan usahanya kepada generasi penerus.
PwC: 95 Persen Perusahaan Indonesia Adalah Bisnis Keluarga
Untuk pertama kalinya perusahaan audit asal Amerika Serikat, Price Waterhouse Cooper (PwC) melakukan survei mengenai bisnis keluarga di Indonesia. Dari hasil survei tersebut, lebih dari 95 persen perusahaan di Indonesia merupakan bisnis keluarga.
Berdasarkan catatan PwC terdapat lebih dari 40 ribu orang kaya di Indonesia atau sekitar 0,2 persen dari total populasi yang menjalankan bisnis keluarga. Total kekayaan mereka mencapai Rp 134 triliun atau menguasai sekitar 25 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
PwC mendefinisikan bisnis keluarga sebagai perusahaan yang mayoritas hak suaranya berada di tangan pendiri atau orang yang mengakuisisi perusahaan, misalnya pasangan, orang tua, anak atau ahli waris. Setidaknya ada satu perwakilan keluarga yang terlibat di dalam manajemen atau administrasi perusahaan.
Sedangkan untuk perusahaan publik, keluarga biasanya menguasai 25 persen saham perusahaan dan setidaknya terdapat satu orang anggota keluarga menduduki jabatan di perusahaan.
"Bisnis keluarga di Indonesia kita lihat mengalami pertumbuhan yang lebih kuat dibandingkan rata-rata global pada tahun lalu. Dengan semakin ketatnya persaingan, perusahaan keluarga di Indonesia harus beradaptasi lebih cepat, dengan mengembangkan inovasi dan mengedepankan profesionalisme dalam menjalankan operasional bisnisnya," ujar Dwi Daryoto, Partner PwC untuk Klien Wirausaha dan Swasta, melalui siaran pers dikutip Senin (1/12).
Survei PwC melibatkan 2.378 koresponden di lebih dari 40 negara di dunia. Sementara di Indonesia, sedikitnya 30 pelaku bisnis keluarga diwawancara selama kurang lebih 41 menit dalam rentang waktu penelitian Mei-Agustus 2014.
Menkeu Minta Ditjen Pajak Obral Insentif untuk Investor
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro meminta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tidak terlalu pelit terhadap perusahaan-perusahaan yang meminta insentif fiskal. Bambang menjelaskan, pajak bukan hanya instrumen penerimaan negara saja tetapi juga instrumen pertumbuhan ekonomi yang dapat dirangsang dengan memberikan insentif.
"Saya juga minta ke Pak John Liberty Hutagaol (Direktur Peraturan Perpajakan II) dan Pak Irawan (Direktur Peraturan Perpajakan I) jangan terlalu pelit kalau ada orang atau pihak-pihak yang minta insentif fiskal," kata Bambang di Jakarta, Senin (1/12).
Salah satu industri yang menurut Bambang harus diberi kemudahan dalam mendapatkan insentif adalah industri galangan kapal. Sebab industri tersebut dapat mendukung rencana prioritas pembangunan yang direncanakan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Bambang berpesan dibawah kepemimpinan pejabat sementara Dirjen Pajak Mardiasmo, Ditjen Pajak harus sportif dan hati-hati dalam menjalankan tugasnya. "Jangan terlalu semangat mengejar penerimaan pajak tetapi mengabaikan pertumbuhan ekonomi," katanya.
Namun, Bambang mengakui perlunya dilakukan evaluasi terhadap penyaluran insentif fiskal di sejumlah sektor yang tidak efisien. "Artinya pajak harus investor friendly, tidak boleh mengorbankan penerimaan itu. Jangan sampai investor diberikan kemudahan tapi menyalahgunakan insentif yang diberikan untuk melakukan tax planning agar tidak bayar pajak," katanya.
Sebelumnya Bambang menyindir perilaku pengusaha-pengusaha Indonesia yang kerap memanipulasi laporan keuangan perusahaan untuk terhindar dari kewajiban membayar pajak. Bambang mengungkapkan ada sekitar ratusan atau bahkan ribuan perusahaan yang telah beroperasi di Indonesia lebih dari 10 tahun tidak pernah bayar pajak dengan alasan selalu merugi. Kondisi neraca perusahaan-perusahaan itu bertolak belakang dengan kesinambungan usahanya yang tergolong baik dan tidak pernah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Ratusan atau ribuan perusahaan itu sudah eksis lebih dari 10 tahun, dari luar baik- baik saja kelihatanya karena tidak pernah melakukan layoff, tapi mirisnya tidak pernah bayar pajak karena selalu mengaku rugi," tegasnya.
Ditjen Pajak Gandeng KPK Berantas Mafia Pajak
Wakil Menteri Keuangan cum Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pajak Mardiasmo menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas mafia pajak.
"Masih ada permasalahan di sektor pajak. Untuk jangka pendek kami ingin semacam ada tim gabungan Ditjen Keuangan, Ditjen Pajak, dan KPK untuk melihat kira-kira ke depan seperti apa," ujar Mardiasmo usai bertemu dengan komisioner KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (1/12).
Mardiasmo mengatakan, selain dengan KPK, kerjasama juga akan dibentuk dengan sejumlah aparat penegak hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan. Tim gabungan tersebut akan menelusuri indikasi permainan mafia pajak. "Kalau ada (mafia pajak) harus kami atasi," kata dia.
Lebih lanjut, Direktorat Jenderal Pajak berencana menindak tegas koorporasi yang lalai tidak membayar pajak dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Kalau ada mafia pajak kami libas. Kami akan lihat satu per satu transaksinya. Misalnya, kasus Izin Usaha Pertambangan (IUP). Demikian pula yang tidak punya NPWP akan kami kejar," katanya.
Saat ini Direktorat Pajak juga tengah melakukan kontrol penerimaan negara dari sektor pajak pada tahun 2014. "Tadi kami rapat dengan Menteri Keuangan untuk melihat kantor wilayahnya satu per satu termasuk pajak khusus," ujar dia.
Untuk mengoptimalkan pengawasan tersebut, Mardiasmo akan melakukan sejumlah upaya. "Kami akan tingkatkan jumlah auditor," kata dia menjelaskan.
Dengan meminimalisasi kebocoran sektor pajak, penerimaan negara bukan pajak ditargetkan akan mencapai Rp 600 triliun.
Menkeu: Demi Pajak, Setop Pembiayaan Afiliasi
Menteri Keuangan Bambang P. S. Brodjonegoro meminta pelaku usaha yang punya unsur asing atau yang sahamnya mayoritas dari investor asing, untuk menghindari pembiayaan yang berafiliasi.
Menurutnya, perusahaan memang perlu melakukan ekspansi mengingat cost of fund berusaha juga tinggi, namun tak perlu dengan mengandalkan pembiayaan dari afiliasi.
Menkeu Bambang mengatakan dari segi pajak, peminjaman secara afiliasi karena akan menggerus profit. Selain itu, tak ada pajak yang dibayarkan ke pemerintah dan malah menguntungkan negara lain.
“Kami ingin usaha berjalan baik, semoga peminjaman berafiliasi tidak ada lagi," kata Bambang pada acara pelaporan Lalu Lintas Hasil Devisa (LLD), Devisa Hasil Ekspor (DHE), Laporan Bank Umum (LBU), dan Sistem Informasi Debitur di gedung Bank Indonesia, Selasa (2/12).
Bambang berharap pengusaha tidak melakukan rekayasa pajak karena hal tersebut malah merugikan mayoritas rakyat-rakyat Indonesia yang hidupnya ditopang oleh APBN. "Karena sumber penerimaan paling besar ke APBN berasal dari pajak," ujar Bambang.
Sebelumnya Menkeu meminta pelaku usaha di Indonesia untuk taat membayar pajak. Menurutnya, hal tersebut penting karena juga mampu membantu pemasukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan dialokasikan untuk program-program pemerintah yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan kaum miskin di Indonesia.
"Karena kalau tidak, maka hal tersebut akan merugikan negara dan menyengsarakan masyarakat yang kurang beruntung," ujar Bambang.
Bambang mengatakan terdapat dua hal yang harus dihindari pengusaha terkait pajak, yaitu transfer pricing serta melakukan peminjaman yang terafiliasi.
"Saya ingin agar para pengusaha yang melaksanakan ekspor tidak melakukan transfer pricing.Saya imbau para pelaku usaha untuk melaksanakan kegiatan ekspor dengan cara yang benar. Karena transfer pricing adalah upaya merugikan negara, dan saya ingin penerimaan pajak kita tak terhambat oleh kegiatan transfer pricing tersebut" katanya.
Menkeu Kritik Ketidakpatuhan Orang Kaya Membayar Pajak
Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro kembali menyindir perilaku sebagian besar orang kaya di Indonesia yang tidak patuh membayar pajak. Menurutnya, peningkatan harta orang kaya di Indonesia tidak sebanding dengan rendahnya setoran pajak mereka.
"Padahal Forbes bilang kita punya banyak orang kaya. Tapi sekarang banyak yang tidak bayar pajak sesungguhnya, banyak yang pura-pura tidak tahu," ujar Bambang di Gedung Bank Indonesia, Selasa (2/12).
Berdasarkan logika, Bambang menyebut setoran pajak perusahaan selaku wajib pajak badan seharusnya lumayan besar. Namun, kenyataannya tidak lebih besar dibandingkan dengan setoran pajak individu atau karyawan yang secara otomatis dipotong langsung setiap bulan oleh instansi atau perusahaan pemberi kerja.
Total penerimaan pajak, kepabeanan dan cukai tahun 2014 ini diprediksi mencapai Rp 1.000 triliun. Tapi pajak orang pribadi hanya Rp 97 triliun, di mana Rp 93 triliun merupakan pajak yang otomatis dipungut dari karyawan. "Berarti pajak yang benar-benar dibayar orang atau pengusaha hanya Rp 4 triliun," jelas Bambang.
Bidik Pajak Sektoral
Hal ini, kata Bambang, menjadi perhatian Presiden Joko Widodo yang meminta agar penerimaan pajak dioptimalkan semaksimal mungkin. Menurutnya, Negara ini memiliki potensi pajak yang sangat besar mengingat Indonesia masuk jajaran 15 negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia.
"Langkah yang akan kami lakukan adalah mengoptimalkan penarikan pajak properti dan jasa keuangan," jelas Bambang.
Sektor usaha strategis lainnya yang akan dioptimalkan, kata Bambang, adalah sektor pertambangan. Pasalnya, dari sekian banyak perusahaan tambang yang sudah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Kalau begitu mereka sudah pasti tidak bayar pajak. Tapi ke depan tidak hanya sektor mineral dan batubara," kata Bambang.
Sumber penerimana perpajakan yang menjadi fokus Menteri Keuangan adalah kepabeanan dan cukai. Untuk kebocoran penerimaan kepabeanan diduga karena berkaitan dengan banyaknya pelabuhan "tikus" atau ilegal yang melakukan aktivitas impor dan ekspor tanpa tercatat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
"Kami juga ingin mendorong cukai. sebenarnya ini bukan penerinaan melainkan untuk mengurangi konsumsi seperti rokok dan minuman keras, tapi kita akan mengoptimalkannya," jelas Bambang Brodjonegoro.
Subscribe to:
Posts (Atom)