Sunday, 31 March 2013

Kala Seorang Jamaah Tabligh Tertarik dengan PKS

0 comments
dakwatuna.com - Hampir dalam setiap waktu shalat berjamaah di masjid saya selalu dan pasti berjumpa dengan saudara yang sehari-harinya itu memang aktif dalam Jamaah Tabligh. Ceritanya beliau sudah aktif di Jamaah Tabligh sejak sebelum nikah, dan kini anaknya sudah memasuki bangku kuliah.

Pada satu waktu shalat berjamaah yaitu shalat Zhuhur, beliau bersahaja datang menjumpai saya untuk menanyakan tentang arti satu kalimat yang beliau jumpai dalam bahasa Arab. Kemudian saya jelaskan maksud dan makna kalimat tersebut. Dengan tidak sengaja, pembicaraan kami terus mengalir sampailah ke curhat, bagaimanapun saya harus mendengar curhat saudara tersebut karena beliau melihat posisi saya seorang ustadz bahkan curhatnya itu sampai masalah keluarga. Uniknya obrolan kami berepisode dalam dua episode, episode pertama dari Zhuhur sampai pukul 3 sore dan episode ke dua dari Ashar sampai 6.30 petang. Ke dua-dua kali obrolan ini, beliau bersahaja datang untuk berdiskusi.

Dari kata tadi yang beliau tanyakan kepada saya terus mengarah ke PKS di sana ada pembicaraan tentang ibadah dan sufi. Nampaknya beliau menghindari sekali dari pembicaraan politik tapi dengan kata yang beliau tanyakan tadi, beliau tidak bisa menghindar.
Pengalaman saya setiap berbicara dengan saudara-saudara yang dari Jamaah Tabligh kebanyakan mereka menghindar dari pembicaraan politik. Beliau mengklaim yang namanya politik semua sama, lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Saya tanya, apa yang Anda inginkan dari agama ini..? Beliau terhenti…! Seakan-akan ada yang ‘memanggil’.

Saya melihat banyak masyarakat Islam ketika mengartikan agama itu adalah di masjid adapun di luar masjid seolah-olah agama sudah tidak berlaku. Terus saya katakan lagi, Islam itu bukanlah masjid tapi masjid sudah tentu Islam. Kemudian pernyataan saya melebar sampai ke soal bagaimana jika perasaan dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam perasaan..? Bagaimana jika perniagaan/bisnis dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam perniagaan/bisnis..? Bagaimana jika budaya dan tradisi dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam budaya dan tradisi..? Bagaimana jika perkataan dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam perkataan..?

Di sini saya berhenti sejenak ingin tahu apa jawaban beliau. Saya minta beliau untuk menjawab satu pertanyaan dari pernyataan saya tadi yaitu, bagaimana jika perasaan dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam perasaan..?

Akhirnya kami sama-sama menjawab, kalau perasaan dibawa-bawa ke agama maka agama akan rusak dan hancur, hukum qishas tidak tegak, tidak ada wanita yang mau mengandung anak karena mengandung secara perasaan sangat menyakitkan.

Sekarang bagaimana jika politik dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam politik..? Sebenarnya saya tidak perlu menceritakan kepada beliau tapi supaya beliau paham dan tambah sadar akhirnya saya sampaikan bahwa di PKS setiap kader harus dan wajib datang ke pengajian (halaqah) dan itu setiap minggu sekali. Dipahamkan bahwa dalam setiap harta ada hak orang lain yang kader harus menginfaqkannya dan dikelola oleh lembaga. Setiap kader juga harus aktif dalam shalat berjamaah, menjaga shalat sunnah sekurang-kurangnya shalat sunnah rawatib 10 atau 12 rakaat itu, melaksanakan tahajjud sekurang-kurang 2 kali dalam seminggu, membaca dzikir pagi dan petang setiap hari, harus bisa membaca dan menghafal al-Quran, harus menghafal hadits, berpuasa sunnah. Semua itu tidak hanya kami laporkan kepada Allah swt saja, juga itu semua dievaluasi oleh lembaga kami di PKS ini.

Sambil mengangguk-angguk mengiyakan. Terkejutnya saya ketika beliau menyatakan insya Allah kalau begitu saya akan ikut serta dalam pemilu akan datang dan mencoblos PKS, Ustadz. Ustadz, rasanya saya benar-benar baru sadar nih… (dalam hati saya: alhamdulillah)

Dari latar belakang keluarga tentang politik, beliau bercerita banyak jika keluarganya itu aktif dalam berbagai partai tapi lebih banyak yang aktif di PKS. Katanya, saya melihat saudara saya yang aktif di PKS itu berbeda dengan yang lainnya khususnya dalam ibadah dan hubungan mereka sesama saudara dan masyarakat, tidak memihak kepada satu sama lain dan semuanya sama rata walaupun berbeda pandangan dalam hal politik.


Read more...
Tuesday, 12 March 2013

Dunia Memang Menggiurkan

0 comments
Di antara sebab mengapa masih ada yang gemar melakukan ritual pesugihan dan ritual kesyirikan lainnya adalah karena tergiur dengan dunia yang diperkuat dengan lemahnya iman. Akhirnya, segala cara ditempuh, meskipun dimurkai oleh Allah bahkan cara-cara yang tidak masuk akal pun dilakukan. Karena memang demikianlah sifat dunia, membuat setiap orang tergiur karena sifatnya yang hijau nan manis.
Abu Sa'id Al Khudri mengisahkan, pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam naik ke mimbar lalu beliau berkhutbah, "Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian ialah keberkahan bumi yang akan Allah keluarkan untuk kalian." Sebagian sahabat bertanya, "Apakah keberkahan bumi itu?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Perhiasan kehidupan dunia." Selanjutnya seorang sahabat kembali bertanya: "Apakah kebaikan (perhiasan dunia) itu dapat mendatangkan kejelekan?" Mendengar pertanyaan itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadi terdiam, sampai-sampai kami mengira bahwa beliau sedang menerima wahyu. Selanjutnya beliau menyeka peluh dari dahinya, lalu bersabda, "Manakah si penanya tadi?" Sahabat si penanya pun menyahut, "Inilah aku." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda kepadanya,
لاَ يَأْتِى الْخَيْرُ إِلاَّ بِالْخَيْرِ ، إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، وَإِنَّ كُلَّ مَا أَنْبَتَ الرَّبِيعُ يَقْتُلُ حَبَطًا أَوْ يُلِمُّ ، إِلاَّ آكِلَةَ الْخَضِرَةِ ، أَكَلَتْ حَتَّى إِذَا امْتَدَّتْ خَاصِرَتَاهَا اسْتَقْبَلَتِ الشَّمْسَ ، فَاجْتَرَّتْ وَثَلَطَتْ وَبَالَتْ ، ثُمَّ عَادَتْ فَأَكَلَتْ ، وَإِنَّ هَذَا الْمَالَ حُلْوَةٌ ، مَنْ أَخَذَهُ بِحَقِّهِ وَوَضَعَهُ فِى حَقِّهِ ، فَنِعْمَ الْمَعُونَةُ هُوَ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ حَقِّهِ ، كَانَ الَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ
"Kebaikan itu tidaklah membuahkan/mendatangkan kecuali kebaikan. Sesungguhnya harta benda ini nampak hijau (indah) nan manis (menggiurkan). Sungguh perumpamaannya bagaikan rerumputan yang tumbuh di musim semi. Betapa banyak rerumputan yang tumbuh di musin semi menyebabkan binatang ternak mati kekenyangan hingga perutnya bengkak dan akhirnya mati atau hampir mati. Kecuali binatang yang memakan rumput hijau, ia makan hingga ketika perutnya telah penuh, ia segera menghadap ke arah matahari, lalu memamahnya kembali, kemudian ia berhasil membuang kotorannya dengan mudah dan juga kencing. Untuk selanjutnya kembali makan, demikianlah seterusnya. Dan sesungguhnya harta benda ini terasa manis. Barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang benar dan membelanjakannya dengan benar pula, maka ia adalah sebaik-baik bekal. Sedangkan barang siapa yang mengumpulkannya dengan cara yang tidak benar, maka ia bagaikan binatang yang makan rerumputan akan tetapi ia tidak pernah merasa kenyang, (hingga akhirnya ia pun celaka karenanya)." (HR. Bukhari no. 6427 dan Muslim no. 1052).
Itulah keadaan manusia akan saling berlomba untuk meraih dunia. Dari ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau berkata bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا فُتِحَتْ عَلَيْكُمْ فَارِسُ وَالرُّومُ أَىُّ قَوْمٍ أَنْتُمْ ». قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ نَقُولُ كَمَا أَمَرَنَا اللَّهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ تَتَنَافَسُونَ ثُمَّ تَتَحَاسَدُونَ ثُمَّ تَتَدَابَرُونَ ثُمَّ تَتَبَاغَضُونَ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ ثُمَّ تَنْطَلِقُونَ فِى مَسَاكِينِ الْمُهَاجِرِينَ فَتَجْعَلُونَ بَعْضَهُمْ عَلَى رِقَابِ بَعْضٍ.
Jika Persia dan Romawi telah ditaklukkan, lantas bagaimanakah keadaan kalian? ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkata, ”Sebagaimana Allah perintahkan kepada kami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seperti itu, kalian akan saling berlomba, saling dengki, saling bermusuhan, saling benci, atau semacam itu (dalam meraih dunia, pen). Kemudian kalian berangkat ke tempat-tempat tinggal kaum muhajirin dan kalian menjadikan sebagian mereka membunuh sebagian yang lain” (HR. Muslim no. 2962).
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَخْشَى عَلَيْكُمُ الْفَقْرَ وَلَكِنْ أَخْشَى عَلَيْكُمُ التَّكَاثُرَ
Yang aku khawatirkan pada kalian bukanlah kemiskinan, namun yang kukhawatirkan adalah saling berbangganya kalian (dengan harta)” (HR. Ahmad 2: 308. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim).
Sifat manusia yang ‘takatsur’ yang saling berlomba untuk bermegah-megahan dalam dunia disebutkan dalam ayat,
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, (1) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (2) Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), (3) dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. (4) Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, (5) niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, (6) dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. (7) kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu) (8).” (QS. At Takatsur: 1-8)
Karena ingin saling berbangga, maka lalailah dari ketaatan. Al Hasan Al Bashri berkata mengenai ayat di atas, “Berbangga-bangga dengan anak dan harta benar-benar telah melalaikan kalian dari ketaatan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 442)
Dari Qotadah, dari Muthorrif, dari ayahnya, ia berkata, “Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat “أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ” (sungguh berbangga-bangga telah melalaikan kalian dari ketaatan), lantas beliau bersabda,
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِى مَالِى - قَالَ - وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
Manusia berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah benar engkau memiliki harta? Bukankah yang engkau makan akan lenyap begitu saja? Bukankah pakaian yang engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau sedekahkan akan berlalu begitu saja?” (HR. Muslim no. 2958)
Allah Ta’ala pun menerangkan bagaimana keadaan manusia yang begitu kagum pada dunia,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadid: 20)
Sikap kita terhadap dunia adalah menjadikan dunia tersebut sebagai jalan untuk menggapai ridho ilahi, bukan menjadikan dunia itu sebagai tujuan utama yang kita raih. Itulah yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam ayat,
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (15) فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (16)
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At Taghobun: 15-16).
Begitu pula dunia dicari bukan dengan sikap tamak, namun dengan sikap qona’ah, yaitu selalu merasa cukup terhadap apa yang Allah beri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Hakim bin Hizam,
يَا حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah” (HR. Bukhari no. 1472 dan Muslim no. 1035).
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Qona’ah dan selalu merasa cukup dengan harta yang dicari akan senantiasa mendatangkan keberkahan. Sedangkan mencari harta dengan ketamakan, maka seperti itu tidak mendatangkan keberkahan dan keberkahan pun akan sirna.” (Syarh Ibni Batthol, 6: 48)
Semoga Allah memberikan kita sifat takwa dan menjauhkan kita dari sifat tamak terhadap dunia. Hanya Allah yang memberi taufik dan petunjuk.
---
Panggang-Gunungkidul, 28 Rabi’ul Akhir 1434 H
Read more...
Monday, 4 March 2013

Sulaiman Al-Rajhi, Milyuner Arab Saudi yang Memilih Hidup Sederhana

1 comments
Sulaiman Al-Rajhi-1
Walaupun Al-Rajhi adalah seorang jutawan, tetapi beliau memilih untuk menjadi ‘miskin’ sehingga beliau tidak mempunyai sesen pun uang dan juga saham yang dimiliki beliau sebelumnya.
June 1, 2012Jutawan Arab Saudi yang berhasil mengubah hidupnya dari seorang rakyat miskin hingga menjadi kaya, Sulaiman Al-Rajhi, merupakan seorang dermawan yang terkenal di dunia.
Beliau adalah pendiri Bank Al-Rajhi, bank Islam terbesar di dunia, dan salah satu dari perusahaan terbesar di Arab Saudi.
Hingga 2011, kekayaan beliau telah diprediksikan oleh majalah Forbes, bernilai AS$ 7.7 bilion sekaligus dinobatkan sebagai orang ke-120 yang terkaya di dunia.
Yayasan Saar milik beliau adalah sebuah organisasi amal yang terkenal di negara tersebut.
Keluarga Al-Rajhi dianggap sebagai salah satu keluarga kaya yang BUKAN berasal dari keluarga kerajaan, dan mereka adalah termasuk dermawan terkemuka di dunia.
Walaupun Al-Rajhi adalah seorang jutawan, tetapi beliau memilih untuk menjadi ‘miskin’ sehingga beliau tidak mempunyai sesen pun uang dan juga saham yang dimiliki beliau sebelumnya.
Keadaan tersebut terjadi saat beliau memindahkan semua aset yang dimilikinya kepada anak-anak beliau dan menyumbangkan aset-aset yang selebihnya.
Untuk menghargai jasa beliau terhadap dunia Islam, termasuk mendirikan bank Islam terbesar dunia dan juga segala usaha yang dijalankan untuk membasmi kemiskinan, Al-Rajhi dipilih untuk menerima Anugerah Antara bangsa Raja Faisal atas jasa beliau kepada Islam.
Dalam satu wawancara yang dibuat oleh Muhammad Al-Harbi dari Al-Eqtisadiah Business Daily, Al-Rajhi menceritakan tentang bagaimana beliau mampu meyakinkan ketua-ketua bank di dunia, termasuk Bank of England, hampir 30 tahun lalu, bahwa bunga adalah sesuatu yang haram bagi kedua agama yaitu Islam dan Kristen, dan bank Islami adalah penyelesaian yang terbaik untuk menaikkan taraf ekonomi dunia.
Kisah Al-Rajhi, seputar bagaimana seseorang meraih kekayaan dari bawah.
Beliau terpaksa melewati kesusahan ketika beliau kecil sebelum menjadi kaya, dan kemudian meninggalkan segala harta yang ada setelah mencapai keberhasilan.
Al-Rajhi masih aktif bekerja walaupun usia beliau telah mencapai lebih dari 80 tahun.
Beliau memulai tugas hariannya sesudah sholat Subuh dan terus bekerja hingga selesai solat Isya.
Beliau kini memberikan pengabdian terhadap Yayasan SAAR, dengan berkeliling di negara-negara Arab untuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan yayasan tersebut.
Beliau sering membawa buku catatan kecil untuk mencatat aktivitas harian beliau dan selalu memastikan tidak akan terlepas dari satu program pun.
Al-Rajhi juga merupakan sosok seorang yang amat berhasil dalam berbagai bidangusaha yang beliau geluti.
Selain mendirikan bank Islam terbesar dunia, beliau juga telah mendirikan lahan peternakan terbesar di Timur Tengah.
Di bidang ini, beliau telah menjalankan banyak eksperimen ternak secara organik di negara-negara Arab, termasuk tambak udang Al-Laith. Beliau juga turut mendirikan perdagangan hartanah dan juga beberapa usaha perikanan.
Wawancara:
Sheikh Suleiman, apakah anda kini telah menjadi miskin?
Ya. Kini apa yang saya miliki hanyalah pakaian-pakaian saya. Saya telah membagikan harta saya kepada anak-anak dan juga mendermakan selebihnya untuk menjalankan proyek-proyek amal. Ini bukanlah sesuatu yang aneh bagi saya. Kondisi keuangan saya kini telah menjadi kosong sebanyak dua kali dalam hidup saya. Jadi, saya amat faham akan keadaan ini. Namun, kini perasaan itu dipenuhi dengan kegembiraan dan juga ketenangan. Sudah sepatutnya  saya memilih untuk menjadi miskin.
Mengapa berbuat demikian?
Segala kekayaan dimiliki oleh Allah s.w.t, kita hanyalah ditugaskan untuk menjaga kekayaan tersebut. Ada beberapa sebab mengapa saya memilih jalan ini. Di-antara sebab-sebab utamanya adalah saya perlu menjaga sahabat-sahabat Islam dan juga anak-anak saya. Ia adalah masalah yang paling penting dalam hidup. Saya juga tidak suka untuk membuang waktu di pengadilan hanya karena ada yang tidak setuju dengan jumlah harta yang diwariskan kepada mereka. Terdapat banyak contoh di mana anak-anak mulaI berselisih hanya karena harta yang kemudian menghancurkan perusahaan. Negara ini telah banyak kehilangan perusahaan-perusahaan besar karena perebutan harta yang sebenarnya bisa diselesaikan jika kita mencari jalan penyelesaian yang lebih baik. Selain daripada itu, setiap umat Islam perlu bersedekah sebagai bekal pahala di akhirat kelak, Jadi, saya lebih suka jika anak-anak saya mencari kekayaan sendiri daripada bergantung dengan saya.
Adakah Sheikh mempunyai banyak masa terluang setelah membagikan kesemua harta?
Seperti yang telah saya kemukakan tadi, saya masih bekerja keras untuk mendapatkan lebih banyak sedekah. Saya telah bekerjasama dengan pelbagai relasi untuk mensukseskan program ini. Menurut biasanya, umat Islam sering membagikan satu per tiga atau sebagian kekayaan mereka untuk bersedekah yang hanya akan diberikan setelah mereka meninggal dunia. Namun, bagi saya, saya ingin memulai sedekah ketika saya masih hidup. Jadi, saya membawa anak-anak saya ke Mekah pada akhir bulan Ramadhan dan memberitahu mereka ide saya. Mereka setuju dengan ide tersebut. Saya meminta bantuan kepada lembaga-lembaga yang berkaitan dalam membagikan semua harta saya termasuk saham dan juga kekayaan kepada anak-anak dan juga untuk didermakan. Kesemua anak-anak saya puas hatinya dengan inisiatif saya dan mereka kini sedang mengurus segala harta yang saya berikan kepada mereka.
Berapa banyak harta yang dibagikan kepada anak-anak dan juga untuk didermakan?
Beliau tergelak tanpa memberi jawaban apapun.
Apakah perasaan Sheikh terhadap semua program yang sedang dijalankan?
Saya ingin menegaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang saya ambil sebelum melakukan se
mbarang kerjasama. Eksperimen yang saya lakukan terhadap pertukaran uang adalah salah satu daripada sebab mengapa saya mendirikan bank. Ketiadaan bank Islam juga menjadi di antara sebab mengapa saya mulai mendirikan Bank Al-Rajhi, yang kini merupakan bank Islam terbesar di dunia. Saya mulai eksperimen saya dengan membuka kantor di Britain di mana kami mulai memperkenalkan sistem perbankan Islam ke tingkat yang lebih besar. Eksperimen tersebut kemudian berkembang dan mulai mendapat sokongan dari ulama-ulama Saudi ketika itu. Saya masih ingat bagaimana permohonan saya untuk mendapatkan izin untuk membuka bank tidak diterima pada awalnya. Ini adalah karena pihak British tidak memahami apa-apa tentang sistem perbankan Islam. Saya kemudian pergi ke London dan berjumpa dengan Pengurus Bank of England dan dua daripada pegawai utama beliau. Saya memberitahu mereka bahwa penggunaan bunga adalah haram bagi Islam dan juga Kristen dan kebanyakan dari mereka sanggup menyimpan uang mereka di dalam kotak di rumah daripada menyimpan di dalam bank. Saya coba untuk meyakinkan mereka bahwa (jika mereka mulai membuka bank Islam) akan mampu menaikkan taraf ekonomi dunia. Mereka akhirnya setuju untuk mulai membuka bank-bank Islam. Saya kemudian mulai berkeliling ke seluruh dunia di bagian Timur dan Barat, dan berjumpa dengan ketua-ketua bank negara di beberapa buah negara dan memberitahu mereka bagaimana ciri-ciri yang terdapat dalam dunia ekonomi Islam. Kami mulai bekerja dan mencapai keberhasilan di negara-negara Arab dan melaksanakan perbankan Islam di London, saya kemudian berjumpa dengan Mufti Besar Sheikh Abdul Aziz bin Baz dan Sheikh Abdullah bin Humaid, dan memberitahu mereka tentang rencana saya bahwa: ‘Kita mampu, dengan izin Allah, memajukan perbankan Islam. Mereka memuji saya atas inisiatif yang saya jalankan. Dari situlah kami mula mengusahakan Bank Al-Rajhi seperti apa yang anda dapat lihat hari ini. Untuk projek Lahan Perikanan Al-Watania pula, saya mulai mendapat inspirasi untuk menjalankan projek tersebut ketika mengunjungi lahan peternakan di luar negeri. Saya jumpai bahwa cara mereka menyembelih adalah salah. Saya kemudian mengambil keputusan untuk bekerja sama dalam bidang ternak atas nama Islam dan negara. Saya tetap menjalankan projek tersebut walaupun membuat kerjasama dalam industri peternakan adalah sesuatu yang agak beresiko pada waktu itu. Kini, Al-Watania telah menjadi salah satu projek raksasa di Saudi. Perusahaan tersebut mendapat 40 persen dari saham di negara-negara Arab, dan ayam-ayam Al-Watania diberikan makanan yang cukup dan disembelih dengan cara yang halal menurut undang-undang syariah.
Walaupun dengan semua kekayaan yang dimiliki, mengapa syeikh tidak mempunyai satu pun kapal terbang sendiri?
Saya ada banyak kapal terbang, tetapi semuanya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan penerbangan tertentu. Saya memilikinya setiap kali saya membayar tiket penerbangan untuk ke setiap tujuan (becanda). Saya sering terbang dengan kadar kelas ekonomi karena Allah tidak memberikan kita harta untuk dibuang-buang.
Bagaimana pula dengan hobi syeikh?
Saya tidak mempunyai hobi yang khusus. Tapi, saya suka berkeliling di padang pasir. Saya tidak pernah mengambil cuti liburan di negara-negara lain selain dari Saudi.
Ketepatan waktu Al-Rajhi
Wawancara ini telah menunjukkan bagaimana disiplin Al-Rajhi dalam menepati waktu. “Pada awal karir saya dalam industri, saya mempunyai beberapa pertemuan dengan beberapa perusahaan besar di Eropa. Saya masih ingat kisah di mana saya terlambat selama beberapa menit dalam satu pertemuan dengan salah seorang pegawai besar sebuah perusahaan. Walaupun hanya beberapa menit, beliau tidak mau meneruskan pertemuan tersebut. Selepas kejadian tersebut, setelah proyek kami mulai berkembang, pegawai yang sama pula lambat untuk berjumpa dengan saya, jadi, saya pula yang tidak mau meneruskan pertemuan tersebut. Saya sering membawa kertas untuk menulis segala pertemuan dan urusan dan selalu memastikan agar saya sering menepati janji walau apapun.”
Al-Rajhi berkata lagi: Saya amat menepati segala perkara yang diterapkan dalam Islam sepanjang hidup saya. Saya pernah mendapat undangan dari kerajaan Arab untuk menghadiri satu persidangan yang berkaitan dengan kerjasama Kemudian, dalam persidangan yang sama, saya diundang jamuan makan malam mereka, saya jumpai bahwa antara kegiatan yang dijalankan saat undangan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Saya kemudian keluar dari tempat. Kemudian, Abdul Aziz Al-Ghorair dari UAE turut serta bersama saya. Tidak lama sesudah itu, menteri yang bertanggungjawab terhadap acara tersebut datang kepada kami dan kami mulai menerangkan kepada beliau bahwa acara yang dijalankan di tempat tersebut bertentangan dengan budaya Islam. Beliau kemudian berkata bahwa acara-acara di tempat tersebut akan dibatalkan. Ketika mereka membatalkan acara tersebut, kami kembali mengikuti acara tersebut.
Penyelesaian Masalah
Al-Rajhi berkata: Pada satu waktu, salah satu daripada kilang yang diurus oleh anak saya habis dijilat api. Ketika dia datang untuk memberitahukan masalah tersebut kepada saya, saya katakan: Sebut Alhamdulillah. Saya meminta anak saya agar tidak membuat sembarang laporan tentang kerugian yang dialami untuk meminta anggaran daripada pihak berkuasa. Sebaliknya, anggaran yang diberikan oleh Allah adalah lebih penting bagi kita. Assam Al-Hodaithy, Pengurus Keuangan perusahaan Peternakan Al-Watania berkata: “Ketika kilang tersebut terbakar, kami telah membuat keputusan untuk tidak menyakiti hati Al-Rajhi dengan memberitahu beliau tentang apa yang terjadi. Kami kemudian berjumpa dengan beliau keesokan harinya dan memberitahu akan perkara yang terjadi, beliau mengarahkan kami untuk berpindah ke tempat lain dan membersihkan segala kerusakan sehingga semuanya diperbaiki.” Perkara yang sama terjadi di satu lagi projek Al-Watania di Mesir. Perusahaan tersebut kerugian kira-kira SR10 juta Pound Mesir. Ketika pegawai projek tersebut menghubungi Al-Rajhi untuk memberitahu masalah tersebut, beliau terkejut ketika Al-Rajhi menjawab dengan menyebut: “Alhamdulillah.” –

Read more...
Sunday, 3 March 2013

Tafsir Surat An-Naba'

0 comments
”Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui, Kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui. Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak? Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, Dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, Supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, Dan kebun-kebun yang lebat? Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, Yaitu hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok, Dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu, Dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia. Sesungguhnya neraka Jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai, Lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya, Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, Selain air yang mendidih dan nanah, Sebagai pambalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak berharap (takut) kepada hisab, Dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh- sungguhnya. Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu rasakanlah dan kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain daripada azab. Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, Dan gadis-gadis remaja yang sebaya, Dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula) perkataan dusta. Sebagai pembalasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak, Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf- shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata:”Alangkah baiknya sekiranya dahulu adalah tanah”.

Pengantar

Juz ini seluruhnya termasuk surat ini memiliki karakter yang umum surat Makkiyah, kecuali dua surat yaitu surat Al-Bayyinah dan An-Nashr. Semuanya merupakan surat-surat pendek yang berbeda beda satu lama lain. Dan yang terpenting dalam hal ini adalah karakter khususnya yang menjadikannya sebagai satu kesatuan saling berdekatan tema dan arahnya, kesannya, gambarannya, ba yang -ba yang nya, dan uslub nya ‘metodenya’ secara umum.

Juz ini merupakan ketukan-ketukan beruntun yang keras, kuat, dan tinggi nadanya terhadap perasaan. Juga teriakan terhadap orang-orang yang tidur lelap atau orang-orang yang mabuk kepayang . Atau, terhadap orang-orang yang bermain-main sambil begadang dan menari-nari dengan hiruk-pikuk, bersiul-siul, dan bertepuk tangan. hati dan perasaan mereka terus-menerus diketuk dengan ketukan-ketukan dan teriakan-teriakan dari surat-surat dalam juz ini, yang semuanya dengan nada dan peringatan tunggal, “Ingatlah! Sadarilah! Lihatlah! Perhatikanlah! Pikirkanlah! Renungkanlah bahwa di sana ada Tuhan, di sana ada pengaturan, di sana ada takdir, di sana ada ketentuan, di sana ada ujian, di sana ada tanggung jawab, di sana ada perhitungan, di sana ada pembalasan, dan di sana ada azab yang pedih dan nikmat yang besar. Ingatlah, sadarilah, lihatlah, perhatikanlah, pikirkanlah, renungkanlah. Demikianlah pada kali lain, pada kali ketiga, keempat, kelima, dan kesepuluh.”

Di samping ketukan-ketukan, seruan- seruan, dan teriakan-teriakan itu, ada tangan kuat yang mengguncang orang-orang yang tidur, mabuk, dan terlena, dengan guncangan yang keras. Seakan-akan mereka sedang membuka matanya dan melihat dengan ter bingung-bingung, lalu kembali kepada keadaannya semula. Maka, kembalilah tangan kuat itu mengguncang mereka dengan guncangan yang keras, teriakan keras terdengar kembali, dan ketukan-ketukan keras pun mengenai pendengaran dan hati mereka lagi. Kadang-kadang orang-orang yang tidur tadi terbangun sedikit dan berkata dalam kebandelan dan kekerasan hatinya, ‘Tidak…!” Kemudian melempari orang yang berseru dan memberi peringatan itu dengan batu dan caci maki, lalu mereka kembali kepada keadaan semula lagi. Kemudian mereka diguncang dengan guncangan baru lagi.

Demikianlah yang dirasakan ketika membaca surat Ath-Thaariq ayat 5, Al-Ghaasyiyah ayat 17-20, An-Naazi’aat ayat 27-33, An-Naba’ ayat 6-16, ‘Abasa ayat 24-32, Al-Infithaar ayat 6-8, Al A’1aa ayat 1-5, At-Tiin ayat 4-8, At-Takwiir ayat 1-14, Al-Infithaar ayat 1-5, Al-Insyiqaaq ayat 1-5, dan Al-Zalzalah ayat 1-5. Juga ketika membaca isyarat-isyarat Ialam pada permulaan dan pertengahan 1-8, dan Adh-Dhuhaa ayat 1-2.

Juz ini secara keseluruhan menekankan pembicaraan tentang kejadian pertama manusia dan makhluk-makhluk hidup lainnya di muka bumi seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang. Juga menekankan pembicaraan tentang pemandangan-pemandangan alam; ayat-ayat Allah yang terbuka; pemandangan-pemandangan hari kiamat yang keras, mengerikan, mengagetkan, menggemparkan, dan me­nakutkan; dan pemandangan-pemandangan yang berupa hisab dan pembalasan dengan kenikmatan dan azab dalam gambaran-gambaran yang mengetuk hati, membingungkan, dan mengguncangkan, seperti pemandangan kiamat nya semesta raya yang amat besar dan menakutkan.

Semua itu menjadi bukti adanya penciptaan, pengaturan, dan penciptaan ulang dengan timbangan-timbangan dan ukuran-ukurannya yang pasti, di samping untuk mengetuk, menakut-nakuti, dan memperingatkan hati manusia. Kadang-kadang paparan-paparan ini diiringi dengan menampilkan kisah-kisah dan pemandangan-pemandangan orang dahulu yang mendustakan ayat-ayat Allah dengan segala akibatnya. Seperti itulah kandungan juz ini seluruhnya, tetapi kami hanya ingin menunjuk beberapa contoh saja di dalam pengantar ini.

Surat An-Naba’ secara keseluruhan merupakan contoh yang sempurna bagi penekanan pembicaraan terhadap hakikat-hakikat dan pemandangan-pemandangan ini. Surat semacam surat An-Naazi’aat dan surat ‘Abasa, bagian permulaannya mengandung isyarat mengenai suatu peristiwa tertentu di antara peristiwa-peristiwa dakwah. Sedangkan, sisanya secara keseluruhan merupakan pembahasan tentang kehidupan manusia dan tumbuh-tumbuhan. Setelah itu, diceritakan tentang datangnya suara yang memekakkan telinga (yaitu ditiup nya sangkakala kedua),

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, ibu dan bapaknya, istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dengan gembira ria. Banyak (pula) muka pada hari itu tertutup debu, dan ditutup lagi oleh kegelapan.” (‘Abasa: 34-41)

Surat At-Takwiir menggambarkan pemandangan tentang ter bolak-baliknya alam semesta secara dahsyat dan menakutkan pada hari itu, disertai dengan menampilkan pemandangan-pemandangan alam dalam bentuk-bentuk sumpah yang menunjukkan hakikat wahyu dan kebenaran Rasul. Demikian juga surat Al-Infithaar yang menampilkan pemandangan tentang ter bolak-baliknya alam beserta pemandangan tentang nikmat dan azab, dan mengguncang hati manusia di depan semua itu,

‘Hai manusia, apakah yang memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah ?” (Al Infithaar: 6)

Pemandangan alam dan pemandangan-pemandangan hari itu dengan menunjuk penyiksaan yang dilakukan orang-orang kafir terhadap segolongan kaum mukminin di dunia dengan api, dan bagaimana Allah akan menyiksa mereka (orang-orang kafir) itu di akhirat dengan api neraka yang lebih dahsyat dan lebih menyakitkan.

Surat Ath-Thaariq memaparkan pemandangan-pemandangan alam di samping tentang penciptaan manusia dan tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan sumpah bagi semuanya, “Sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang batil, dan sekali-kali bukanlah dia senda gurau. “(Ath Thaariq:13-14)

Surat Al-A’laa membicarakan penciptaan, penyempurnaan ciptaan, takdir, hidayah, dan penumbuhan tumbuh-tumbuhan dan perkembangannya sebagai pengantar bagi pembicaraan tentang peringatan, akhirat, hisab, dan pembalasan. Surat Al-Ghaasyiyah menggambarkan pemandangan-pemandangan tentang kenikmatan dan azab, kemudian mengarah kepada penciptaan unta, langit bumi, dan gunung-gunung. Hingga akhir juz gambaran pemandangan-pemandangan seperti itu diberikan.

Namun, ada beberapa surat yang membicarakan hakikat aqidah dan manhaj iman, seperti surat Al-Ikhlash, surat Al-Kaafiruun, surat Al-Maa’uun, surat Al-’Ashr, surat Al-Qadr, dan surat An-Nashr. Atau, beberapa surat yang menggembirakan hati Rasulullah saw, menenangkannya, dan mengarahkannya untuk memohon perlindungan kepada Tuhannya dari semua kejelekan dan kejahatan, seperti surat Adh-Dhuhaa, Al-Insyirah (Alam Nasyrah), Al-Kautsar, Al-Falaq, dan surat An-Naas, yang merupakan surat-surat pendek.

Di sana terdapat fenomena lain di dalam menyampaikan ungkapan-ungkapan dan kalimat-kalimatnya dalam juz ini. Ada keelokan yang jelas di dalam pengungkapan nya yang disertai dengan sentuhan-sentuhan yang dituju di tempat-tempat yang indah di alam dan di dalam jiwa. Juga ada kemasan bahasa yang indah di dalam lukisan-lukisannya, bayang-ba yangnya, kesan-kesan musikalnya, rima (persamaan bunyi) dan iramanya, dan pembagian segmen nya yang sangat selaras dengan karakternya di dalam berbicara kepada orang-orang yang lengah, tidur, dan tidak ambil peduli. Tujuannya untuk menyadarkan mereka dan menarik perasaan dan indra mereka dengan bermacam-macam warna, kesan, dan pengaruh.

Semua ini tampak jelas dalam gambaran yang terang benderang seperti dalam pengungkapan nya yang halus tentang bintang-bintang yang beredar dan bersembunyi (tenggelam) seperti kijang yang bersembunyi dalam persembunyiannya lalu muncul keluar. Juga tentang malam yang seakan-akan ia itu makhluk hidup yang meronda dalam kegelapan, dan waktu fajar yang seakan-akan makhluk hidup yang bernafas dengan cahaya,

“sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.”(At Takwiir: 15-18)

Di dalam menampilkan pemandangan saat terbenamnya matahari, malam, dan rembulan, dilukiskan,

Maka Sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja, Dan dengan malam dan apa yang diselubunginya, Dan dengan bulan apabila jadi purnama, (Al Insyiqaaq: 16-18)

Atau, pemandangan-pemandangan tentang fajar dan malam hari yang terus berjalan dan berlalu,

‘Demi fajar, malam yang sepuluh, yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. ” (Al Fajr: 1-4)

“Demi waktu Dhuha, dan malam bila gelap gulita. ” (Adh Dhuhaa: 1-2)

Di dalam firman Nya yang diarahkan kepada hati manusia, dikatakan,

‘Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. yang telah menciptakan kamu lalu menyempurna­kan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang “(Al Infithaar: 6-7)

Kemudian dalam menyifati surga, Dia berfirman,

‘Banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usahanya, dalam surga yang tinggi. Tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna. “(Al Ghaasyiyah: 8-11)

Dalam menyifati neraka, Dia berfirman,

‘Adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka hamiyah. Tahukah kamu apakah neraka hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas. (Al Qaari’ah: 8-11)

Keindahan ungkapannya begitu jelas, sejelas maksud sentuhannya yang indah terhadap pemandangan-pemandangan alam dan relung-relung jiwa. Kadang-kadang tidak dipergunakan perkataan yang lugas, tetapi dipergunakannya kata konotasi, kata kiasan. Kadang-kadang tidak dipergunakan kata-kata yang dekat dengan objek pembicaraan, melainkan digunakan bentukan kata yang jauh. Tujuannya untuk mewujudkan nada-nada instrumental yang dimaksud dan menegaskan peralihan di celah-celah juz ini dengan mendekatkan satu sama lain.

Surat An-Naba’ adalah sebuah contoh bagi arah juz ini dengan tema-tema nya, hakikat-hakikatnya, kesan-kesannya, lukisan-lukisannya, bayang -bayang nya, nuansa musikalnya, sentuhan-sentuhannya pada alam dan jiwa serta dunia dan akhirat, dan pilihan kata dan kalimat-kalimatnya untuk menguatkan kesan dan pengaruhnya di dalam perasaan dan hati.

Surat ini dimulai dengan pertanyaan yang mengisyaratkan dan mengesankan besar dan agungnya hakikat yang mereka perselisihkan. Yaitu, persoalan besar yang tidak ada keraguan padanya dan tidak ada syubhat. Pertanyaan ini diakhiri dengan mengemukakan ancaman kepada mereka terhadap hari yang kelak akan mereka ketahui hakikatnya,

‘Tentang apakah mereka saling bertanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. Kemu­dian sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. ” (An Naba’: 1-5)

Dari sana kemudian segmen berikutnya beralih dari makna pembicaraan itu, dari berita ini, dan dibiarkannya ia hingga waktunya kemudian dibawanya mereka beralih kepada sesuatu yang terjadi di hadapan mereka dan di sekitar mereka, mengenai diri mereka sendiri dan alam semesta yang padanya terdapat persoalan yang besar juga. Alam itu menunjukkan sesuatu yang ada di baliknya dan mengisyaratkan kepada apa yang akan dibacanya,

Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, gunung-gunung sebagai pasak, Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, Kami bangun atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?” (An Naba’: 6-16)

Dari kumpulan hakikat-hakikat, pemandangan-pemandangan, lukisan-lukisan, dan kesan-kesan ini mereka dibawa kembali kepada berita besar yang mereka perselisihkan dan yang diancamkan kepada mereka pada hari mereka mengetahuinya, untuk dikatakan kepada mereka apakah ia dan bagaimana terjadi.

‘Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Dibukakan langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan Dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.” (An Naba’: 17-20)

Kemudian dibentangkan lah pemandangan azab dengan segala kekuatan dan kekerasan nya,

‘Sesungguhnya neraka, jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas. Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan (tidak pula) mendapat minuman selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. Segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu, rasakanlah. Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain dari azab.”(An Naba’: 21-30)

Kemudian ditunjukkan pula pemandangan nikmat yang memancar demikian derasnya,

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun, buah anggur, gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan) dusta. Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.” (An Naba’: 31-36)

Kemudian surat ini ditutup dengan memberikan kesan yang luhur mengenai hakikat hari itu di dalam pemandangan yang ditampakkan padanya. Juga dengan memberikan peringatan kepada manusia sebelum datangnya hari yang padanya terdapat pemandangan yang agung ini,

‘Tuhan yang Memelihara langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah, dan ia mengucapkan kata yang benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Karena itu, barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) dengan siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. “‘ (An Naba’: 37-40)

Itulah berita besar yang mereka pertanyakan. Itulah berita besar yang kelak akan mereka ketahui.

Berita Besar

“Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. Kemudian sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui. ” (An Naba’: 1-5)

Inilah bagian permulaan yang mengandung pertanyaan bernada ingkar terhadap persoalan yang mereka pertanyakan dan mengandung keheranan mengapa persoalan seperti itu mereka pertanyakan. Mereka mempertanyakan hari kebangkitan dan berita tentang kiamat. Inilah persoalan yang mereka perdebatkan dengan sengit, dan hampir-hampir mereka tidak pernah membayangkan terjadinya, padahal inilah yang paling utama mereka lakukan.

‘Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya ? ” (An Naba’: 1)

Persoalan apakah yang mereka perbincangkan? Kemudian dijawab. Pertanyaan itu tidak dimaksudkan untuk mengetahui jawabannya dari mereka, tetapi hanya untuk menunjukkan keheranan terhadap keadaan mereka dan untuk mengarahkan perhatian terhadap keganjilan pertanyaan mereka. Diungkaplah persoalan yang mereka pertanyakan dan dijelaskanlah hakikat dan tabiatnya,

‘Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini.” (An Naba’: 2-3)

Tidak disebutkan batas tentang sesuatu yang mereka pertanyakan itu dengan menyebutkan wujudnya, melainkan hanya disebutkan sifatnya saja. Penyebutan sifatnya ini untuk menyampaikan berita yang besar dengan menunjukkan ketakjuban. Juga untuk mengagungkan dan menunjukkan perbedaan sikap terhadap hari itu antara orang-orang yang mengimaninya dan orang-orang yang tidak mempercayai terjadinya. Adapun yang mempertanyakannya hanyalah mereka saja. Kemudian tidak diberikan jawaban tentang apa yang mereka pertanyakan itu. Tidak dipaparkan pula hakikat sesuatu yang mereka pertanyakan itu, melainkan dibiarkan dengan sifatnya saja yang besar. Kemudian pembicaraan beralih kepada ancaman yang ditujukan kepada mereka. Hal ini lebih mengena daripada jawaban secara langsung, dan lebih mendalam ketakutan yang ditimbulkannya,

“Sekali-kali tidak, kelak mereka akan mengetahui. Kemudian, sekali-kali tidal kelak mereka akan mengetahui. ” (An Naba’: 4-5)

Lafal “kallaa” sekali-kali tidak!’ diucapkan untuk membentak dan menghardik. Karena itu, lafal ini sangat tepat dipakai di sini sesuai dengan bayangan yang perlu disampaikan. Diulangnya lafal ini beserta kalimatnya adalah untuk mengancam.

Fenomena Alam yang Perlu Diperhatikan

Kemudian, di luar tema berita besar yang mereka perselisihkan itu, di bawalah mereka untuk melakukan perjalanan yang dekat di alam semesta yang terlihat ini bersama sejumlah benda-benda yang berwujud, fenomena-fenomena, hakikat-hakikat, dan pemandangan-pemandangan yang menggetarkan hati yang mau merenungkannya,

‘Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan, gunung-gunung sebagai pasak, Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, Kami bangun atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?” (An Naba’: 6-16)

Perjalanan di hamparan alam semesta yang luas dengan lukisan-lukisan dan pemandangan-pemandangan nya yang besar, dikemas dengan kata-kata dan kalimat kalimat singkat sehingga, memberikan kesan yang tajam, berat, dan mengena. Ia seakan akan alat pengetuk yang mengetuk bertalu-talu dengan nada berhenti dan nada putusnya.

Kalimat tanya yang diarahkan kepada lawan bicara, yang menurut ilmu bahasa menunjukkan penetapan, memang merupakan bentuk kalimat yang sengaja dibuat demikian. Seakan-akan ia merupakan tangan kuat yang mengguncangkan orang-orang lalai. Yakni, orang-orang yang mengarahkan pandangan dan hali mereka kepada himpunan makhluk dan fenomenafenomena yang mengisyaratkan adanya pengaturan dan penentuan di belakangnya. Juga mengisyaratkan adanya kekuasaan yang mampu menciptakan dan mengulang penciptaan itu kembali, dan mengisyaratkan adanya hikmah yang tidak membiarkan makhluk (manusia) tanpa pertanggungjawaban, tanpa dihisab, dan tanpa diberi pembalasan. Di sini, ber­temulah ia dengan berita besar yang mereka perselisihkan itu.

Sentuhan pertama dalam perjalanan ini adalah tentang bumi dan gunung-gunung,

‘Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan .dan gunung-gunung sebagai pasak?” (An Naba’: 6-7)

‘Al-mihaad’ berarti dihamparkan untuk tempat berjalan di atasnya, dan hamparan yang lunak bagaikan buaian. Kedua makna ini saling berdekatan. Ini adalah hakikat yang dapat dirasakan manusia apa pun tingkat kebudayaan dan pengetahuannya. Sehingga, tidak memerlukan pengetahuan yang banyak untuk memahaminya dalam bentuknya yang nyata.

Keberadaan gunung-gunung sebagai pasak bumi ini merupakan sebuah fenomena yang dapat dilihat oleh mata orang pedalaman sekalipun. Baik yang ini bumi dengan hamparannya maupun yang itu gunung yang menjadi pasak bumi) memiliki kesan tersendiri di dalam perasaan apabila jiwa manusia ter arahkan ke sana untuk merenungkannya. Akan tetapi, hakikat ini lebih besar dan lebih luas ,jangkauannya daripada apa yang diperkirakan oleh manusia badui (pedalaman) ketika ia semata-mata menerima dengan indra nya. Setiap kali meningkat dan bertambah pengetahuan manusia tentang tabiat dan perkembangannya, maka semakin besarlah kesannya terhadap ini di dalam jiwanya. Lalu, mengerti lah ia bahwa di balik itu terdapat kekuasaan Ilahi yang agung dan rencana-Nya yang halus penuh hikmah. Demikian juga dengan adanya kesesuaian antara anggota-anggota alam semesta ini dan kebutuhan-kebutuhannya, beserta disiapkan nya bumi ini untuk menerima kehidupan manusia dan mengaturnya. Juga disiapkan nya manusia untuk menyelesaikan diri dengan lingkungannya dan untuk saling mengerti.

Dihamparkan nya bumi bagi kehidupan, dan bagi kehidupan manusia secara khusus, menjadi saksi tak terbantahkan yang memberikan kesaksian akan adanya akal yang mengatur di balik alam wujud yang nyata ini. Karena itu, rusaknya salah satu kerelevanan penciptaan bumi dengan semua kondisinya, atau rusaknya salah satu kerelevanan penciptaan kehidupan untuk hidup di bumi, maka kerusakan di sini ataupun di sana tidak akan menjadikan bumi sebagai hamparan. Juga tidak akan ada lagi hakikat yang diisyaratkan oleh Al Qur’ an secara global, untuk di­mengerti oleh setiap manusia sesuai dengan tingkat ilmu dan pengetahuannya.

Dijadikannya gunung sebagai pasak bagi bumi, dapat dimengerti oleh manusia dari segi bentuknya dengan pandangannya semata-mata, karena ia lebih mirip dengan pasak-pasak kemah yang diikatkan padanya. Adapun hakikatnya kita terima dari informasi Al Qur’an. Darinya kita mengetahui bahwa gunung-gunung itu memantapkan bumi dan menjaga keseimbangannya. Mungkin karena gunung-gunung itu menyeimbangkan antara kerendahan lautan dan ketinggian gunung-gunung; menyeimbangkan antara pengerutan rongga bumi dan pengerutan atapnya; dan menekan bumi pada titik tertentu hingga ia tidak lenyap dengan adanya gempa bumi, gunung meletus, dan guncangan-guncangan dalam perutnya. Atau, mungkin karena ada alasan lain yang belum terungkap hingga kini. Karena, banyak sekali aturan dan hakikat-hakikat yang tidak
diketahui manusia yang diisyaratkan oleh Al-Qur’an-Al-Karim, kemudian diketahui sebagiannya oleh manusia setelah beratus-ratus tahun berikutnya!

Sentuhan kedua adalah mengenai jiwa manusia, dalam beberapa segi dan hakikat yang berbeda-beda, “… Kami jadikan kamu berpasang pasangan…. ” (An Naba’:

Ini juga merupakan satu fenomena yang perlu diperhatikan, yang dapat diketahui oleh setiap manusia dengan mudah dan sederhana. Allah telah menjadikan manusia terdiri dari laki-laki dan wanita, dan menjadikan kehidupan dan pelestarian nya dengan adanya perbedaan jenis kelamin yang berpasangan dan pertemuan antara kedua jenis kelamin yang berbeda itu. Setiap orang mengetahui fenomena ini dan merasakan adanya kegembiraan, kenikmatan, kesenangan, dan kebaruan suasana tanpa memerlukan ilmu yang banyak. Karena itu, Al Qur’an membicarakan hal ini kepada manusia di lingkungan manapun ia berada. Sehingga, ia mengetahuinya dan terkesan olehnya apabila ia mengarahkan pikirannya ke sana, dan merasakan adanya tujuan, kesesuaian, dan pengaturan padanya.

Di belakang perasaan-perasaan yang bersifat global terhadap nilai hakikat ini dan kedalamannya, terdapat -pemikiran lain ketika manusia itu meningkat pengetahuan dan perasaannya. Di sana terdapat pemikiran tentang kekuasaan yang menjadikan nutfah (mani) itu anak laki-laki dan nutfah ini anak wanita. Padahal, tidak ada sesuatu yang membedakan secara jelas di dalam nutfah ini atau itu, yang menjadikannya menempuh jalannya untuk menjadi anak laki-laki atau anak wanita.

Ya Allah, ini tidak lain kecuali karena adanya iradah kodrat yang menciptakan dengan rencana yang halus, dan pengarahan yang lembut. Juga pemberian ciri-ciri khusus yang dikehendaki-Nya pada nutfah ini dan itu, untuk menciptakan dari keduanya dua insan berpasangan, guna mengembangkan dan melestarikan kehidupan.

“…Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, Kami jadikan malam sebagai pakaian, Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan….”(An Naba’: 9-11)

Di antara pengaturan Allah terhadap manusia ialah menjadikan tidur sebagai istirahat dan menghentikan mereka dari berpikir dan beraktivitas. Dia menjadikan mereka dalam keadaan yang tidak mati dan tidak pula hidup, untuk mengistirahatkan fisik dan syaraf-syarafnya. Juga untuk memulihkan tenaga yang dikeluarkannya pada saat jaga, bekerja, dan sibuk dengan urusan kehidupan. Semua ini terjadi dengan cara menakjubkan yang manusia tidak mengerti caranya. Tidak ada andil sedikit pun iradah manusia di dalam hal ini, dan tidak mungkin ia mengetahui bagaimana hal ini berjalan dengan sempurna sedemikian rupa. Ketika dalam keadaan jaga pun, ia tidak mengetahui bagaimana cars kerjanya pada scat tidur. Apalagi dalam keadaan tertidur. Sudah tentu ia tidak mengetahui keadaan ini dan tidak dapat memperhatikannya.

Ini adalah salah satu rahasia bangunan makhluk hidup yang tidak diketahui kecuali oleh yang menciptakannya dan meletakkan rahasia itu padanya, serta menjadikan kehidupannya bergantung atasnya. Maka, tidak ada seorang pun yang mampu hidup tanpa tidur kecuali dalam waktu yang sangat terbatas. Kalau ia memaksakan diri dengan menggunakan sarana luar agar terus berjaga (tidak tidur), maka sudah tentu ia akan binasa. Di dalam tidur pun terdapat rahasia yang tidak berkaitan dengan kebutuhan fisik dan saraf yaitu, berhenti nya ruh dari melakukan pergulatan hidup yang keras. Ketenangan mengunjunginya sehingga ia meletakkan senjata dan meninggalkan kebunnya, senang ataupun tidak senang. Ia menyerah kepada saat kedamaian yang penuh keamanan, yang dibutuhkan setiap orang sebagaimana kebutuhannya terhadap makanan dan minuman.

Terjadilah sesuatu yang mirip mukjizat pada saat saat tertentu ketika rasa kantuk menimpa kelopak mata, ruh merasa berat, saraf-saraf telah letih, jiwa gelisah, dan hati merasa takut. Kantuk ini yang kadang-kadang hanya beberapa saat saja seakan akan membuat pembalikan (perubahan) total bagi keberadaan manusia dan memperbarui bukan hanya kekuatannya melainkan dirinya, sehingga ia seakan-akan sebagai wujud baru setelah bangun. Kemukjizatan (keluarbiasaan) ini pernah terjadi dalam bentuk yang jelas bagi kaum muslimin yang kelelahan dalam Perang Badar dan Perang Uhud. Allah memberi kenikmatan dan ketenteraman kepada mereka dengan kantuk ini sebagaimana yang terjadi pada banyak orang dalam keadaan keadaan yang mirip. Firman Nya,

“(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya. “(Al Anfaal: 11)

‘Kemudian setelah kamu berduka cita Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu.”(Ali Imran: 154)

Maka, istirahat yakni menghentikan berpikir dan beraktivitas dengan tidur ini merupakan suatu keharusan dari keharusan bangunan kehidupan. Ia merupakan satu rahasia dari rahasia-rahasia kekuasaan yang mencipta dan salah satu nikmat dari nikmat-nikmat Allah yang tidak ada seorang pun yang mampu memberikannya selain Dia. Adapun mengarahkan perhatian kepadanya sebagaimana yang dicontohkan Al Qur’an ini, mengingatkan dan menyadarkan hati kepada kekhususan-kekhususan Dzat-Nya. Juga kepada tangan yang mewujudkan eksistensinya dan menyentuh hati tersebut dengan sentuhan yang membangkitkannya untuk memikirkan dan merenungkan serta mengambil kesan darinya.

Di antara pengaturan Allah juga ialah Dia menjadikan gerakan alam ini selaras dengan gerakan makhluk-makhluk hidup. Sebagaimana Dia meletakkan pada manusia rahasia tidur dan istirahat sesudah bekerja dan melakukan aktivitas, maka Dia meletakkan pada alam ini fenomena malam sebagai pakaian penutup yang menjadikan istirahat dan pengenduran saraf itu berjalan dengan sempurna. Juga meletakkan fenomena siang untuk mencari penghidupan, yang dalam waktu siang inilah gerak dan aktivitas dapat berjalan dengan sempurna.

Dengan demikian, selaras dan serasi lah ciptaan Allah, dan alam ini pun sangat cocok bagi makhluk hidup dengan segala kekhususan nya. Makhluk-makhluk hidup itu dibekali dengan susunan yang cocok dengan gerak dan kebutuhan-kebutuhannya, sesuai dengan kekhususan dan kesesuaian yang diletakkan pada alam semesta. Semua ini keluar dari tangan kekuasaan yang mencipta dan mengatur dengan serapi-rapi nya.

Sentuhan ketiga adalah tentang penciptaan langit yang sangat serasi dan sesuai dengan bumi dan makhluk hidup,

‘Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?”(An Naba’: 12-16)

Tujuh buah langit yang kokoh yang dibangun Allah di atas bumi itu adalah langit yang tujuh, yaitu tujuh petala langit sebagaimana disebutkan di tempat lain. Dan, yang dimaksud dengannya dengan pembatasan ini hanya Allah yang mengetahuinya. Mungkin yang dimaksudkan adalah tujuh gugusan bintang, yang setiap satu gugusan nya bisa mencapai ratusan bintang. Ketujuh gugusan inilah yang mempunyai hubungan dengan bumi dan tata surya kita. Mungkin yang dimaksudkan bukan ini dan bukan itu. Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam susunan alam semesta ini, sedangkan yang diketahui oleh manusia hanya sedikit.

Sesungguhnya ayat ini hanya mengisyaratkan bahwa tujuh buah langit yang kokoh itu sangat kokoh dan kuat bangunannya, yang tidak mungkin retak dan berantakan. Inilah yang kita lihat dan kita ketahui dari tabiat tata surya dan benda-benda angkasa yang biasa kita sebut dengan langit, yang dapat diketahui oleh setiap orang. Di samping itu, ayat ini juga mengisyaratkan bahwa bangunan wajah langit yang kokoh itu serasi dengan planet bumi dan manusia. Karena itulah, ia disebutkan di dalam membicarakan pengaturan Allah dan penentuan Nya terhadap kehidupan bumi dan manusia, yang ditunjuki oleh ayat sesudahnya, ‘Kami jadikan pelita yang amat terang.”(An Naba’:13), yaitu, matahari yang bersinar terang benderang yang menimbulkan rasa panas untuk hidupnya bumi dan makhluk-makhluk hidup di atasnya. Juga menimbulkan pengaruh bagi terbentuknya awan yang membawa uap air dari lautan yang luas di bumi dan menyalaminya ke lapisan lapisan udara yang sangat tinggi. Itulah Al mu’shirat ‘awan’ sebagaimana disebutkan dalam ayat,

“… dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.”(An Naba’: 14)

Ketika ia diperas, lalu turun dan berjatuhan yang berupa air. Siapakah yang memerasnya? Mungkin angin atau kehampaan aliran listrik pada beberapa tingkatan udara. Di balik semua itu terdapat tangan kekuasaan yang menimbulkan pengaruh-pengaruh pada alam semesta. Pada pelita terdapat penyalaan, panas dan cahaya, yang semuanya terdapat pada matahari. Karena itu, dipilihnya kata “siraj” ‘pelita’ di sini merupakan pilihan yang sangat cermat dan jeli. Dari pelita yang amat terang dengan segala cahaya terang dan panasnya, dan dari awan dengan air yang diperas darinya hingga banyak tercurah, tumbuhlah biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan untuk dimakan, kebun-kebun yang lebat, serta pohon-pohon yang rimbun dan bercabang-cabang.

Keserasian dan keselarasan di alam ini tidak mungkin terjadi kecuali di baliknya ada tangan yang mengaturnya, ada kebijaksanaan yang menentukannya, dan ada iradah yang menatanya. Hal ini dapat diketahui oleh setiap insan dengan hati dan perasaannya ketika perasaannya diarahkan ke sana. Apabila ilmu dan pengetahuannya meningkat, maka akan terkuak lah keserasian dan kerapian ini sedemikian luas dengan tingkatan-tingkatannya yang menjadikan akal dan pikiran kebingungan dan terkagum-kagum. Juga menjadikan pendapat yang mengata­kannya sebagai kebetulan adalah pendapat yang tidak berbobot dan tidak perlu ditanggapi, sebagaimana sikap orang yang tidak mau menghiraukan adanya tujuan dan pengaturan pada alam ini hanyalah sikap keras kepala yang tidak perlu dihormati.

Alam ini ada penciptanya. Di belakang alam ini, terdapat penataan, penentuan, dan pengaturan. Hakikat-hakikat dan pemandangan-pemandangan ini disebutkan secara beruntun di dalam nash Al Qur’an dengan urutan seperti ini. Yaitu, dijadikannya bumi sebagai hamparan, gunung sebagai pasak bagi bumi, manusia berpasang-pasangan, tidur mereka sebagai istirahat (sesudah bergerak, berpikir, dan melakukan aktivitas), malam sebagai pakaian untuk menutup dan menyelimuti, dan siang untuk mencari penghidupan, berpikir, dan beraktivitas. Kemudian dibangunnya rajah langit yang kokoh, dijadikannya pelita yang amat terang (matahari), dan diturunkannya air yang tercurah dari awan untuk menumbuh­kan biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun.

Keberuntungan hakikat-hakikat dan pemandangan-pemandangan yang seperti ini mengesankan adanya pengaturan yang cermat, mengisyaratkan adanya pengaturan dan penentuan, dan mengesankan adanya Sang Maha Pencipta yang Maha Bijaksana lagi Maha Kuasa. Disentuhnya hali dengan sentuhan-sentuhan yang mengesankan dan mengisyaratkan adanya maksud dan tujuan di belakang kehidupan ini. Dari sini, bertemulah konteks ini dengan berita besar yang mereka perselisihkan itu!

Hari Perhitungan dan Pembalasan

Semua itu adalah agar manusia bisa berbuat dan bersenang-senang, dan di belakangnya terdapat perhitungan dan pembalasan. Hari keputusan itu sudah ditentukan waktunya,

‘Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. Dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.” (An Naba’: 17-20)

Sesungguhnya manusia tidak diciptakan dengan sia-sia dan tidak dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. Dzat yang telah menentukan kehidupan mereka dengan ketentuan sebagaimana telah disebutkan di muka dan menyerasikan kehidupan mereka dengan alam tempat hidup mereka, tidak mungkin membiarkan mereka hidup tiada guna dan mati dengan sia-sia, membiarkan mereka berbuat kebaikan atau kerusakan di bumi, lantas mereka pergi ke dalam tanah dengan sia-sia begitu saja. Tidak mungkin Dia membiarkan mereka mengikuti petunjuk jalan yang lurus dalam kehidupan atau mengikuti jalan yang sesat, lantas semuanya dipertemukan dalam satu tempat kembali. Tidak mungkin mereka berbuat adil dan berbuat zhalim, lantas keadilan atau kezhaliman itu berlalu begitu saja tanpa mendapatkan pembalasan.

Sungguh di sana akan ada suatu hari untuk memberikan ketetapan, membedakan (antara yang benar dan yang salah, yang adil dan yang zhalim, yang baik dan yang buruk), dan memberi keputusan terhadap segala sesuatu. Yaitu, hari yang sudah ditentukan dan ditetapkan waktunya oleh Allah,

“Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan. ” (An Naba’: 17)

Yaitu, hari yang ketika itu tatanan alam semesta sudah terbalik, ikatan-ikatan peraturannya sudah berantakan dan tidak berlaku lagi.

“Yaitu, hari ( yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok. ” (An Naba’: 18)

Ash-shuur artinya ’sangkakala’. Kita tidak mengetahui nama lain selain itu. Kita tidak mengetahui kecuali akan ditiup. Kita tidak perlu menyibukkan diri untuk memikirkan bagaimana caranya. Karena, memikirkan cara peniupan nya itu tidak akan menambah keimanan kita dan tidak ada pengaruhnya terhadap peristiwa itu. Allah telah memelihara potensi kita agar tidak kita gunakan secara sewenang-wenang untuk membicarakan apa yang ada di balik perkara gaib yang tersembunyi ini. Dia telah memberikan kepada kita ukuran tertentu yang bermanfaat bagi kita, sehingga kita tidak menambah-nambahnya. Kita hanya membayangkan tiupan sangkakala yang membangkitkan dan mengumpulkan manusia untuk datang berkelompok-kelompok. Kita bayangkan pemandangan ini dan manusia-manusia yang telah hilang jati diri dan sosoknya dari generasi demi generasi, dan meninggalkan permukaan bumi untuk ditempati oleh orang-orang yang datang sesudahnya agar tidak menjadi sempit bagi mereka permukaan bumi yang terbatas ini.

Kita bayangkan pemandangan yang berupa manusia secara keseluruhan (sejak manusia pertama hingga manusia terakhir) bangun dan berdiri, lalu datang berbondong-bondong dari setiap lembah menuju ke tempat mereka dikumpulkan. Kita bayangkan kubur-kubur yang berserakan dan manusia-manusia yang bangun darinya. Kita bayangkan semuanya berkumpul menjadi satu dan ketika itu yang pertama tidak mengenal yang belakangan. Kita bayangkan ketakutan yang ditimbulkan oleh berkumpulnya manusia sedemikian rupa yang tidak pernah terjadi semua manusia berkumpul dalam satu waktu seperti yang terjadi pada hari ini. Di mana? Kita tidak tahu. Karena, di alam yang kita ketahui pernah terjadi berbagai peristiwa dan hal-hal menakutkan yang bersifat fisik itu, telah terjadi perubahan luar biasa,

‘Dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan dijalankanlah gunung-gunung maka menjadi fatamorganalah ia.” (An Naba’: 19-20)

Langit yang dibangun dengan kokoh, dibuka lalu terdapat beberapa pintu. Ia pecah terbelah, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat dan surat lain. Langit berubah keadaannya dengan keadaan yang belum pernah kita alami selama ini. Sedangkan, gunung-gunung yang menjadi pasak bumi dijalankan sehingga menjadi fatamorgana. Ia dihancur-lebur kan, berantakan, dan berhamburan ke udara, digerakkan oleh angin, sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat dan surat-surat lain. Karena itu, ia tidak ada wujudnya lagi bagaikan fatamorgana, atau ia yang telah menjadi debu itu diterpa cahaya sehingga menjadi seperti fatamorgana. Sungguh menakutkan dan mengerikan terjadinya ke-amburadul-an alam yang dapat dipandang mata itu, sebagaimana menakutkan nya ketika manusia di­kumpulkan setelah ditiup nya sangkakala. Inilah hari keputusan yang sudah ditentukan bakal terjadinya itu, dengan hikmah dan rencana Allah.

Neraka Jahannam dan Penghuninya

Ayat-ayat berikutnya melanjutkan perjalanan ke belakang peniupan sangkakala dan pengumpulan manusia di padang mahsyar. Maka, dilukiskan lah tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas dan orang-orang yang bertaqwa. Pembahasan dimulai dengan membicarakan kelompok pertama yang mendustakan dan mempertanyakan berita yang besar itu,

Sesungguhnya neraka jahannam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas. Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. Segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu, rasakanlah. Kami sekali-kali tidak akan menambah kepadamu selain azab. “( An Naba’: 21-30)

Sesungguhnya neraka Jahannam itu sudah diciptakan, sudah ada, dan padanya ada tempat pengintai bagi orang-orang yang melampaui batas. Ia menunggu dan menantikan mereka yang akan sampai juga ke sana, karena ia memang disediakan dan disiapkan untuk menyambut mereka. Seakan-akan mereka melakukan perjalanan (tour) di bumi, kemudian mereka kembali ke tempat asalnya. Mereka datang ke tempat kembalinya ini untuk menetap di sini dalam masa yang amat panjang, berabad-abad, ‘Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman.”(An Naba’: 24)

Kemudian dikecualikan, tetapi pengecualian ini lebih pahit dan lebih pedih,

“… selain air yang mendidih dan nanah. ” (An Naba’: 25)

Kecuali air yang panas mendidih, yang memanggang kerongkongan dan perut. Nah, inilah kesejukan itu. Juga kecuali nanah yang meleleh dan mengalir dari tubuh orang-orang yang dibakar itu. Maka, inilah minumannya!

‘:..sebagai pembalasan yang setimpal. ” (An Naba’: 26)

Setimpal dengan tindakan dan kelakuan mereka pada masa lalu sewaktu di dunia dulu.

“Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab. ” (An Naba’: 27)

Mereka tidak takut pada tempat kembalinya nanti.

“.. dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya….” (An Naba’: 28)

Tekanan keras pada lafal ini mengisyaratkan sangat kerasnya pendustaan dan kebandelan mereka. Allah menghitung atas mereka setiap sesuatunya dengan hitungan yang amat cermat dan tidak satu pun yang terluput,

“Segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. ” (An Naba’: 29)

Di sini datanglah ledekan yang memutuskannya dari segala harapan untuk mendapat perubahan atau keringanan,

“Karena itu, rasakanlah. Kami sekali-kali tidak akan menambah kepadamu selain dari azab!” (An Naba’: 30)

Keadaan Orang-rang yang Bertaqwa

Sesudah dibentangkan pemandangan orang-orang yang melampaui batas di dalam air yang mendidih, dibeberkan lah pemandangan sebaliknya. Yakni, pemandangan orang-orang bertaqwa yang ada di dalam surga,

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa mendapat kemenangan, (yaitu) kebun-kebun dan buah anggur, gadis-gadis remaja yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh (berisi minuman). Di dalamnya mereka tidak mendengarkan perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta. Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak. ” (An Naba’: 31-36)

Apabila Jahannam itu menjadi pengintai dan tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas, yang mereka tidak dapat lepas dan melintas darinya, maka orang-orang yang bertaqwa akan berkesudahan di tempat keberuntungan dan keselamatan yang berupa “kebun-kebun dan buah anggur”. Disebutkan nya buah anggur secara khusus dan tertentu di sini adalah karena anggur itulah yang populer di kalangan orang-orang yang mendengar firman ini. Juga gadis-gadis remaja yang sebaya “umur dan kecantikannya. ‘Dan, gelas gelas yang penuh” berisi minuman.

Ini adalah kenikmatan-kenikmatan yang lahirnya bersifat inderawi, untuk mendekatkannya kepada apa yang dibayangkan manusia. Adapun hakikat rasa dan kenikmatannya belum pernah dirasakan oleh penduduk dunia karena mereka terikat dengan batas-batas dan gambaran-gambaran duniawi. Di samping kenikmatan lahiriah yang demikian, mereka juga mengalami keadaan yang dirasakan oleh hati dan perasaan,

‘Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang sia-sia dan tidak (pula perkataan) dusta. ” (An Naba’: 35)

Kehidupan surgawi adalah kehidupan yang terpelihara dari kesia-siaan dan kebohongan yang biasanya diiringi dengan bantahan dan sanggahan. Maka, hakikat (keadaan yang sebenarnya) di sini diungkapkan, tidak ada peluang untuk membantah dan mendustakan, sebagaimana tidak ada peluang untuk berkata sia-sia yang tidak ada kebaikan padanya. Inilah suatu keadaan dari keluhuran dan kesenangan yang cocok dengan negeri akhirat yang kekal.

“Sebagai balasan dari Tuhanmu dan pemberian yang cukup banyak.”(An Naba’: 36)

Di sini kita menjumpai fenomena keindahan dalam ungkapannya dan kesamaan bunyi pada kata dan sebagaimana kita rasakan juga iramanya pada akhir setiap kalimatnya dengan bunyi yang hampir sama. Ini merupakan fenomena yang jelas di dalam juz ini seluruhnya secara global.

Malaikat pun Merasa Takut

Untuk melengkapi pemandangan-pemandangan hari yang padanya sempurna segala urusan itu, dan yang dipertanyakan oleh orang-orang yang memper­tanyakan, serta diperselisihkan oleh orang-orang yang memperselisihkan, maka datanglah pemandangan terakhir dalam surat ini. Yakni, ketika malaikat Jibril dan malaikat-malaikat lainnya berdiri berbaris dengan khusyu di hadapan Allah yang Rahman, tanpa berkata sepatah kata pun kecuali yang diizinkan oleh yang Rahman di tempat yang menakutkan dan agung itu,

‘Tuhan yang Memelihara langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya, yang Maha Pemurah. Mereka tidak dapat berbicara dengan Dia. Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.” (An Naba’: 37-38)

Pembalasan yang dijelaskan pada segmen di atas adalah pembalasan bagi orang-orang yang melampaui batas dan orang-orang yang bertaqwa. Pembalasan ini adalah “dari Tuhanmu, Tuhan yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, yang Maha Pemurah”.

Kalimat ini serasi benar dengan sentuhan dan hakikat yang besar ini. Hakikat rububiyah ‘pemeliharaan Tuhan’ yang Esa, meliputi seluruh manusia sebagaimana ia meliputi langit dan bumi serta dunia dan akhirat, dan memberikan balasan kepada perbuatan melampaui batas dan perbuatan takwa, serta berujung padanyalah urusan akhirat dan dunia Kemudian, Dia adalah ‘Maha Pemurah, Pemilik dan Pemberi rahmat”.

Karena rahmat-Nya inilah, maka diberikan balasan kepada mereka ini dan mereka itu. Sehingga, pemberian hukuman kepada orang-orang yang melampaui batas itu bersumber dari rahmat Tuhan yang Rahman ini. Karena rahmat ini pula, maka ke­burukan mendapatkan balasan yang tidak sama dengan balasan bagi kebaikan di tempat kembali nanti.

Di samping rahmat dan keagungan ini, “mereka tidak dapat berbicara dengan Dia” pada hari yang menakutkan ketika malaikat Jibril as dan malaikat-malaikat lain berdiri “bershaf–shaf tanpa berbicara sepatah kata pun’ kecuali dengan adanya izin dari yang Maha Pemurah untuk mengucapkan perkataan yang benar. Maka, tidak ada yang diizinkan oleh Ar-Rahman kecuali yang sudah diketahui bahwa ia benar.

Hari yang Pasti Terjadi

Sikap orang-orang yang didekatkan kepada Allah, yang bersih dari dosa-dosa dan kemaksiatan ini adalah diam tanpa berkata-kata sedikit pun kecuali dengan adanya izin dari Allah dan dengan perhitungan. Suasananya dipenuhi dengan ketakutan, kesedihan, keagungan, dan ketundukan. Di bawah bayang-bayang pemandangan ini terdengarlah seruan yang berisi peringatan dan mengguncang orang-orang yang tertidur dan mabuk kepalang ,

“Itulah hari yang pasti terjadi. Maka, barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) dengan siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah. ” (An Naba’: 39-40)

Inilah guncangan keras terhadap mereka yang hatinya dipenuhi keraguan dan selalu mempertanyakan “hari yang Pasti terjadi” itu. Maka, tidak ada peluang untuk mempertanyakan dan memperselisihkannya. Selagi masih ada kesempatan, “maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada, Tuhannya “sebelum neraka Jahannam mengintai nya dan menjadi tempat kembalinya.

Inilah peringatan untuk menyadarkan orang-orang yang mabuk kepalang, “Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kamu siksa yang dekat”. Maka, Jahannam itu senantiasa menantikan dan mengintaimu seperti yang kamu ketahui. Dunia ini secara keseluruhan adalah perjalanan yang pendek dan usia yang singkat!

Inilah azab yang mengerikan dan menakutkan, sehingga orang kafir lebih memilih hilang eksistensinya daripada masih berwujud,

‘Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya, dan orang kafir berkata, Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu hanyalah tanah. ” (An ­Naba’: 40)

Tidaklah orang berkata seperti ini kecuali dia berada dalam kesempitan dan kesedihan yang sangat. Ini adalah kalimat yang memberikan bayang-bayang ketakutan dan penyesalan. Sehingga, ia berangan-angan untuk tidak pernah menjadi manusia, dan menjadi unsur yang diabaikan dan disia-siakan (tak diperhitungkan). la melihat bahwa yang demi kian itu lebih ringan daripada menghadapi keadaan yang menakutkan dan mengerikan. Ini suatu sikap yang bertolak belakang dengan keadaan ketika mereka mempertanyakan dan meragukan berita besar tersebut!!! Allahu a’lam

dakwatuna.com
Read more...

Label

 
Wong Leces © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

Man Jadda Wajada. Siapa yang Bersungguh-sungguh Akan Berhasil