dakwatuna.com - Hampir dalam setiap waktu shalat berjamaah di masjid saya selalu dan pasti berjumpa dengan saudara yang sehari-harinya itu memang aktif dalam Jamaah Tabligh. Ceritanya beliau sudah aktif di Jamaah Tabligh sejak sebelum nikah, dan kini anaknya sudah memasuki bangku kuliah.
Pada satu waktu shalat berjamaah yaitu shalat Zhuhur, beliau bersahaja datang menjumpai saya untuk menanyakan tentang arti satu kalimat yang beliau jumpai dalam bahasa Arab. Kemudian saya jelaskan maksud dan makna kalimat tersebut. Dengan tidak sengaja, pembicaraan kami terus mengalir sampailah ke curhat, bagaimanapun saya harus mendengar curhat saudara tersebut karena beliau melihat posisi saya seorang ustadz bahkan curhatnya itu sampai masalah keluarga. Uniknya obrolan kami berepisode dalam dua episode, episode pertama dari Zhuhur sampai pukul 3 sore dan episode ke dua dari Ashar sampai 6.30 petang. Ke dua-dua kali obrolan ini, beliau bersahaja datang untuk berdiskusi.
Dari kata tadi yang beliau tanyakan kepada saya terus mengarah ke PKS di sana ada pembicaraan tentang ibadah dan sufi. Nampaknya beliau menghindari sekali dari pembicaraan politik tapi dengan kata yang beliau tanyakan tadi, beliau tidak bisa menghindar.
Pengalaman saya setiap berbicara dengan saudara-saudara yang dari Jamaah Tabligh kebanyakan mereka menghindar dari pembicaraan politik. Beliau mengklaim yang namanya politik semua sama, lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Saya tanya, apa yang Anda inginkan dari agama ini..? Beliau terhenti…! Seakan-akan ada yang ‘memanggil’.
Saya melihat banyak masyarakat Islam ketika mengartikan agama itu adalah di masjid adapun di luar masjid seolah-olah agama sudah tidak berlaku. Terus saya katakan lagi, Islam itu bukanlah masjid tapi masjid sudah tentu Islam. Kemudian pernyataan saya melebar sampai ke soal bagaimana jika perasaan dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam perasaan..? Bagaimana jika perniagaan/bisnis dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam perniagaan/bisnis..? Bagaimana jika budaya dan tradisi dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam budaya dan tradisi..? Bagaimana jika perkataan dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam perkataan..?
Di sini saya berhenti sejenak ingin tahu apa jawaban beliau. Saya minta beliau untuk menjawab satu pertanyaan dari pernyataan saya tadi yaitu, bagaimana jika perasaan dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam perasaan..?
Akhirnya kami sama-sama menjawab, kalau perasaan dibawa-bawa ke agama maka agama akan rusak dan hancur, hukum qishas tidak tegak, tidak ada wanita yang mau mengandung anak karena mengandung secara perasaan sangat menyakitkan.
Sekarang bagaimana jika politik dibawa ke dalam agama..? Bagaimana jika agama dibawa ke dalam politik..? Sebenarnya saya tidak perlu menceritakan kepada beliau tapi supaya beliau paham dan tambah sadar akhirnya saya sampaikan bahwa di PKS setiap kader harus dan wajib datang ke pengajian (halaqah) dan itu setiap minggu sekali. Dipahamkan bahwa dalam setiap harta ada hak orang lain yang kader harus menginfaqkannya dan dikelola oleh lembaga. Setiap kader juga harus aktif dalam shalat berjamaah, menjaga shalat sunnah sekurang-kurangnya shalat sunnah rawatib 10 atau 12 rakaat itu, melaksanakan tahajjud sekurang-kurang 2 kali dalam seminggu, membaca dzikir pagi dan petang setiap hari, harus bisa membaca dan menghafal al-Quran, harus menghafal hadits, berpuasa sunnah. Semua itu tidak hanya kami laporkan kepada Allah swt saja, juga itu semua dievaluasi oleh lembaga kami di PKS ini.
Sambil mengangguk-angguk mengiyakan. Terkejutnya saya ketika beliau menyatakan insya Allah kalau begitu saya akan ikut serta dalam pemilu akan datang dan mencoblos PKS, Ustadz. Ustadz, rasanya saya benar-benar baru sadar nih… (dalam hati saya: alhamdulillah)
Dari latar belakang keluarga tentang politik, beliau bercerita banyak jika keluarganya itu aktif dalam berbagai partai tapi lebih banyak yang aktif di PKS. Katanya, saya melihat saudara saya yang aktif di PKS itu berbeda dengan yang lainnya khususnya dalam ibadah dan hubungan mereka sesama saudara dan masyarakat, tidak memihak kepada satu sama lain dan semuanya sama rata walaupun berbeda pandangan dalam hal politik.