Saturday, 24 April 2010

Menghidupkan Pesona Benteng Mayangan

0 comments

OLEH: IKHSAN MAHMUDI

DI PANTAI  Mayangan, Kota Probolinggo tepat menghadap ke laut terdapat sebuah  benteng lama. Benteng yang letaknya segaris lurus, sekitar 1 km di sebelah selatan pelabuhan Tanjung Tembaga itu menyimpan sejarah. Tapi sayang kondisinya hancur.
Kesan horor langsung menyergap siapa pun yang mengunjungi benteng yang berbatasan dengan kantor Camat Mayangan itu. Fondasi benteng berupa batu kali sebagian sudah terburai. Demikian juga tembok batu bata tebal yang membentuk benteng segi empat itu, ambrol di sana-sini.
Benteng itu juga dilengkapi menara pengintai yang menghadap ke laut. Bangunan menara pengintai itu kini sudah difungsikan sebagai tempat tinggal warga.
Benteng yang bentuknya mirip gudang lapuk itu di dalamnya juga dilengkapi bunker. Namun lubang bunker yang kini sudah tertutup tanah itu diduga dulu tersambung hingga ke bibir pelabuhan Tanjung Tembaga di sisi barat.

Pada pintu gerbang benteng dari kayu tertera tulisan ”Selain Karyawan Dilarang Masuk”. Sejak beberapa tahun lalu, benteng itu memang ditempati warga untuk tempat pembuatan bubu (penangkap ikan) dari kawat. ”Sudah lama disewa pengusaha perikanan, malah sudah dilengkapi meteran listrik,” ujar Agus, warga Mayangan, Jumat (23/4).
Rencana Pemkot bakal memugar situs benteng pun belum diketahui sebagian warga Mayangan. Bahkan, Peltu (Purn) Maryono, yang rumahnya berhimpitan dengan tembok benteng mengaku, belum tahu rencana Pemkot.

”Oh, mau dipugar sama Pemkot, saya malah belum tahu,” ujarnya ketika diberi tahu rencana Pemkot. Dikatakan, sebanyak 75 kepala keluarga (KK) yang menempati situs benteng berharap tidak digusur terkait pemugaran dan penataan benteng.
Maryono, yang purna tugas dari Batalyon 527 Lumajang mengaku, menempati rumah di situs benteng sejak 1985 silam. Ditanya soal status tanah yang ditempati ia mengatakan, ”Kalau tidak salah ini tanah negara eigendom.”
Sepengetahuan Maryono, kawasan situs benteng dikuasai PT Kereta Api, Kodam V/Brawijaya, dan Pemkot Probolinggo. ”Kami pernah menerima surat ederan dari Aslog Kodam melalui Kodim 0820 Probolinggo terkait status tanah yang kami tempati,” ujarnya.

Dikepung Permukiman
Niat Pemkot Probolinggo ”menghidupkan” kembali benteng peninggalan Belanda itu bisa terganjal status tanah di kawasan tersebut. Juga kendala sosial karena situs benteng di utara Stasiun KA juga sudah dipenuhi sebanyak 75 rumah penduduk.
Setelah menggelindingkan Perda tentang cagar budaya, Pemkot Probolinggo mulai menginventarisasi bangunan bersejarah. Di antara kriteria bangunan cagar budaya, usianya minimal 50 tahun.
Kepala Bappeda Kota Probolinggo, Ir Budi Krisyanto MSi mengatakan, revitalisasi situs benteng mendesak dilakukan. ”Selain untuk menghidupkan bangunan cagar budaya, sekaligus penataan lingkungan,” ujarnya.
Budi Kris -panggilan akrab Budi Krisyanto menambahkan, selama ini Kota Probolinggo  mempunyai banyak bangunan cagar budaya. Di antaranya, Stasiun KA, Gereja Merah (Gereja Bethel Indonesia), Makodim 0821, dan sejumlah rumah peninggalan Belanda.
Sebagian bangunan cagar budaya itu tidak terurus termasuk situs benteng di Mayangan. ”Eman (disayangkan, Red.) kalau benteng itu sampai musnah padahal bernilai sejarah,” ujarnya.
Selain memugar bangunan benteng, kawasan sekitar benteng juga bakal ditata. ”Biar warga luar daerah yang kebetulan mampir di Probolinggo bisa menengok bangunan cagar budaya yang terletak di sebelah utara Stasiun KA itu,” ujar Budi Kris.
Disinggung soal status tanah, kata Budi Kris, Pemkot mengaku, akan berkoordinasi dengan Kodim 0821 dan PT Kereta Api. ”Kami hanya merevitalisasi benteng dan sekitarnya, soal status tanah nanti bisa dibicarakan,” ujarnya.
Sementara itu Dandim 0821, Letkol Arh. Budhi Rianto dihubungi terpisah mempersilakan kalau Pemkot hendak menata situs benteng. “Itu tanah negara, Kodim hanya diminta mengawasi karena dulu merupakan daerah okupansi,” ujarnya.

Read more...

Kertas Leces Lirik Jerami

0 comments
Probolinggo - Setelah masuk kategori salah satu dari delapan perusahaan BUMN yang tiga tahun berturut-turut merugi, PT Kertas Leces (PTKL), Kab. Probolinggo berbenah. Terganjal mahalnya serat kayu (wood pulp), pabrik yang didirikan pada 1939 itu melirik bahan baku jerami, ampas tebu, batang jagung, dan limbah kayu.

“Terus terang kami kelimpungan karena harga wood pulp sejak beberapa minggu lalu naik menjadi 830 dolar AS (sekitar Rp 7,47 juta)  padahal sebelumnya hanya 350 sampai 400 dolar (sekitar Rp 3,6 juta) per metrik ton,” ujar Sekretaris Perusahaan (Sekper) PTKL,  Prof. Dr Ir R Abdul Haris MM ditemui usai upacara Hari Kartini di Lapangan Leces, Rabu (21/4) siang.

Haris yang juga guru besar di Universitas Panca Marga (UPM) Probolinggo itu menambahkan, selain mahal, serat kayu juga mulai langka. Hal itu terkait eco-labelling yang digelindingkan negara-negara maju terkait gencarnya pembabatan hutan lestari untuk wood pulp.

Setelah serat kayu mahal, pabrik kertas tertua di Indonesia setelah PT Kertas Padalarang, Jabar itu melirik bahan non-wood pulp. “Sejak beberapa hari ini kami berhasil mengumpulkan sekitar 500 ton batang padi atau jerami dari petani di sekitar pabrik,” ujar Haris.


Selama ini, jerami juga batang jagung (tebon) biasa dibuang atau dibakar pasca panen. “Kami siap membeli jerami petani yang kadar airnya 50% dengan harga Rp 155 per kilogram. Semakin kering semakin mahal,” ujarnya.

Beberapa kelompok tani, kepala desa, hingga pesantren di Probolinggo pun mengaku siap memasok jerami dan batang jagung ke PTKL.  Selama ini PTKL lebih banyak ”memakan” ampas tebu (bagase). Setiap hari pabrik dengan 2.200 karyawan itu menyerap sekitar 1.000 ton bagase ditambah bahan baku kertas koran bekas. Sedangkan produksinya berupa 500 ton kertas per hari.

PTKL juga berburu sisa (limbah) kayu hingga Lumajang. “Di Senduro, Lumajang potensi sebetan (sisa) kayu di sejumlah penggergajian mencapai 400 ton per hari. Yang sudah dipasok ke PTKL 200 ton dari total kebutuhan 600 ton,” ujar Haris.

Soal bahan baku berupa jerami dan batang jagung, PTKL bisa mengandalkan areal padi (sawah) 47.000 hektare dan areal jagung 63.000 hektare di Probolinggo.

Batubara Kalimantan
Selain bahan baku, kata Haris, komponen terbesar biaya produksi digelayuti mahalnya gas alam sebagai bahan bakar. Dikatakan PTKL pun harus melakukan konversi (perubahan) gas alam ke batubara.

Sebagai perbandingan betapa mahalnya gas alam untuk proses produksi, diperlukan 160 dolar AS per ton kertas. Sementara dengan batubara perlu 80 dolar AS.

Akhirnya pada momen “keramat” pukul 10, tanggal 10, bulan 10 (Oktober), 2009 lalu proyek pembangunan boiler batubara dimulai. Dananya disokong pemerintah (pusat) senilai Rp 175 miliar melalui penyertaan modal negara pada 2007.

Boiler batubara ini diharapkan beroperasi mulai pukul 10, tanggal 10, bulan 10, tahun 2010. “Bukan perkara gila angka keramat 10, tetapi biar mudah diingat,” ujar Haris.

PTKL juga bakal mendatangkan batubara dari Kalimantan melalui pelabuhan Tanjung Tembaga, Kota Probolinggo. “Kebetulan dermaga Tanjung Tembaga yang baru dioperasikan awal April lalu kedalamnnya 6 meter sehingga bisa didarati kapal pengangkut batubara hingga 8.000 ton,” ujarnya.

Dikatakan, kelak boiler PTKL membutuhkan 600 ton batubara/hari. Pihak Administrator Pelabuhan (Adpel) Probolinggo, Wiliyanto juga mempersilakan PTKL menyewa lahan terbuka (open storage) untuk penumpukan batubara di kawasan pelabuhan. “Dari pelabuhan, batubara itu bakal kami angkut dengan dump truk menuju Leces yang hanya berjarak sekitar 15 kilometer,” ujarnya. isa

surabayapost.co.id
Read more...

Program Siap Kerja Jadi Favorit

0 comments
Probolinggo - Ujian Nasional (UN) untuk siswa SMA telah usai. Meski pengumuman kelulusan belum keluar, sejumlah perguruan tinggi (PT) sudah berlomba-lomba menjaring siswa yang sudah melepas seragam abu-abunya itu.

Tak hanya perguruan tinggi negeri (PTN) yang berebut mahasiswa baru melalui berbagai jalur pendaftaran, mulai dari beragam program PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) sampai SNMPTN (seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri) hingga PMDK lagi pasca-SNMPTN. Perguruan tinggi swasta (PTS) pun bersaing menyedot pendaftar melalui beberapa gelombang, sebelum dan sesudah pelaksanaan SNMPTN.

Hingar-bingar pendaftaran mahasiswa baru tak hanya terjadi di PTN di Surabaya seperti Unair, ITS, dan Unesa yang sudah membuka pendaftaran melalui jalur PMDK, serta beberapa PTS di Surabaya yang sudah banjir pendaftar meski SNMPTN belum tergelar. Kesibukan dalam menerima pendaftaran mahasiswa baru juga terjadi di kota-kota kecil, bahkan kota-kota kecil yang tak punya PTN seperti Gresik, Madiun, dan Probolinggo.

Dampak dari ketidaklulusan ribuan siswa di SNMPTN memang berimbas pada ramainya pendaftaran di PTS pasca pengumuman hasil SNMPTN. Namun, PTS tak melulu menampung siswa yang tak lulus UNMPTN. Pasalnya, rata-rata PTS menawarkan program yang menjanjikan lulusannya bisa langsung mendapat pekerjaan. Inilah yang menjadi salah satu alasan bagi lulusan SMA untuk langsung mendaftar ke PTS di kotanya, selain ada yang karena tidak lulus SNMPTN.

Dua PTS yang terbilang terbesar di Gresik, Akademi Analisis Kesehatan (AAK) Ungres dan Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), misalnya, memiliki cara agar lulusannya tidak lama-lama menjadi pengangguran. Mereka tak hanya mengandalkan kualitas dan fasilitas, tapi juga jaringan alumni. Dengan strategi inilah, sejumlah jurusan menjadi favorit para pendaftar.

“AAK diminati banyak lulusan SMA karena memiliki alat praktik dan laboratorium lengkap, yang juga dipakai tempat praktik oleh mahasiswa dari akademi lain,” kata Prof. Dr. Drs. H Sukiyat SH MSi, Rektor Ungres. "Kendati demikian, kami hanya menerima 50 mahasiswa saja. Ini dilakukan demi mencetak lulusan yang berkualitas, bukan pengangguran,” lanjutnya.

Sedangkan di UMG, yang menjadi favorit adalah Fakultas Teknik (FT). Di fakultas ini, UMG mengandalkan jaringan alumni yang telah bekerja pada level manajer di sejumlah industri di Gresik. “Jaringan inilah yang dimanfaatkan UMG untuk memperlebar kesempatan kerja bagi lulusan FT UMG,” kata Eko Budi Laksono, Pembantu Rektor I UMG.

Di Madiun, dari sekitar 12 PTS, yang terbilang paling favorit adalah IKIP PGRI. PTS lain di Kota Brem ini antara lain Universitas Merdeka, Universitas Katolik Widya Mandala, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Muhammadiyah, Universitas Islam Indonesia (UII) Madiun, Politeknik Madiun, Akademi Kebidanan STISIP Muhammadiyah, Akademi Bakti Husada Mulia, Akademi Keperawatan dr Soedono, Akademi Manajemen Koperasi Tantular, Akademi Sekretaris Widya Mandala, serta Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Widya Yuwana.

Tak bisa dipungkiri, kesejahteraan guru yang terus membaik selama beberapa tahun terakhir ini berdampak pada meningkatnya jumlah pendaftar di perguruan tinggi yang mencetak guru, baik SD, SMP maupun SMA/SMK. Dalam hal ini tentu saja adalah IKIP PGRI, yang terus kebanjiran calon mahasiswa dari dalam maupun luar Madiun, seperti dari Ponorogo, Magetan, Ngawi, Pacitan, bahkan ada beberapa mahasiswa asal Papua dan Kalimantan.

Di Probolinggo, keberadaan PT juga tersebar merata mulai di ujung timur Kab. Probolinggo ada Sekolah Tinggi Teknik (STT) Nurul Jadid dan Institut Agama Islam Nurul Jadid (IAINJ) Paiton. Sedikit ke barat di kawasan ibukota Kab. Probolinggo (Kraksaan) ada Universitas Zainul Hasan (Unzah) Genggong.

Di tapal batas kabupaten dan kota berdiri Universitas Panca Marga (UPM) tepatnya di Desa Pabean, Kec. Dringu, Kab. Probolinggo. Sementara itu di kawasan pabrik Kertas Leces, berdiri Akademi Managemen Ilmu Komputer (AMIK) Taruna Dra Zulaeha. Sedangkan di Kota Probolinggo ada Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bayuangga dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Muhammadiyah.

Dari sekian PT, UPM termasuk yang terbesar dari segi jumlah mahasiswa. Kalau di PT lain jumlah mahasiswanya dalam kisaran ratusan, UPM menaungi sekitar 3.000 mahasiswa. Dari segi fakultas dan program pendidikan (prodi), UPM juga paling lengkap.  ”Kami punya 7 fakultas dan 10 prodi,” ujar Pembantu Rektor I UPM, Pudji Agustin.

www.surabayapost.co.id 
Read more...

Label

 
Wong Leces © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

Man Jadda Wajada. Siapa yang Bersungguh-sungguh Akan Berhasil