Saturday, 24 April 2010

Kertas Leces Lirik Jerami

0 comments
Probolinggo - Setelah masuk kategori salah satu dari delapan perusahaan BUMN yang tiga tahun berturut-turut merugi, PT Kertas Leces (PTKL), Kab. Probolinggo berbenah. Terganjal mahalnya serat kayu (wood pulp), pabrik yang didirikan pada 1939 itu melirik bahan baku jerami, ampas tebu, batang jagung, dan limbah kayu.

“Terus terang kami kelimpungan karena harga wood pulp sejak beberapa minggu lalu naik menjadi 830 dolar AS (sekitar Rp 7,47 juta)  padahal sebelumnya hanya 350 sampai 400 dolar (sekitar Rp 3,6 juta) per metrik ton,” ujar Sekretaris Perusahaan (Sekper) PTKL,  Prof. Dr Ir R Abdul Haris MM ditemui usai upacara Hari Kartini di Lapangan Leces, Rabu (21/4) siang.

Haris yang juga guru besar di Universitas Panca Marga (UPM) Probolinggo itu menambahkan, selain mahal, serat kayu juga mulai langka. Hal itu terkait eco-labelling yang digelindingkan negara-negara maju terkait gencarnya pembabatan hutan lestari untuk wood pulp.

Setelah serat kayu mahal, pabrik kertas tertua di Indonesia setelah PT Kertas Padalarang, Jabar itu melirik bahan non-wood pulp. “Sejak beberapa hari ini kami berhasil mengumpulkan sekitar 500 ton batang padi atau jerami dari petani di sekitar pabrik,” ujar Haris.


Selama ini, jerami juga batang jagung (tebon) biasa dibuang atau dibakar pasca panen. “Kami siap membeli jerami petani yang kadar airnya 50% dengan harga Rp 155 per kilogram. Semakin kering semakin mahal,” ujarnya.

Beberapa kelompok tani, kepala desa, hingga pesantren di Probolinggo pun mengaku siap memasok jerami dan batang jagung ke PTKL.  Selama ini PTKL lebih banyak ”memakan” ampas tebu (bagase). Setiap hari pabrik dengan 2.200 karyawan itu menyerap sekitar 1.000 ton bagase ditambah bahan baku kertas koran bekas. Sedangkan produksinya berupa 500 ton kertas per hari.

PTKL juga berburu sisa (limbah) kayu hingga Lumajang. “Di Senduro, Lumajang potensi sebetan (sisa) kayu di sejumlah penggergajian mencapai 400 ton per hari. Yang sudah dipasok ke PTKL 200 ton dari total kebutuhan 600 ton,” ujar Haris.

Soal bahan baku berupa jerami dan batang jagung, PTKL bisa mengandalkan areal padi (sawah) 47.000 hektare dan areal jagung 63.000 hektare di Probolinggo.

Batubara Kalimantan
Selain bahan baku, kata Haris, komponen terbesar biaya produksi digelayuti mahalnya gas alam sebagai bahan bakar. Dikatakan PTKL pun harus melakukan konversi (perubahan) gas alam ke batubara.

Sebagai perbandingan betapa mahalnya gas alam untuk proses produksi, diperlukan 160 dolar AS per ton kertas. Sementara dengan batubara perlu 80 dolar AS.

Akhirnya pada momen “keramat” pukul 10, tanggal 10, bulan 10 (Oktober), 2009 lalu proyek pembangunan boiler batubara dimulai. Dananya disokong pemerintah (pusat) senilai Rp 175 miliar melalui penyertaan modal negara pada 2007.

Boiler batubara ini diharapkan beroperasi mulai pukul 10, tanggal 10, bulan 10, tahun 2010. “Bukan perkara gila angka keramat 10, tetapi biar mudah diingat,” ujar Haris.

PTKL juga bakal mendatangkan batubara dari Kalimantan melalui pelabuhan Tanjung Tembaga, Kota Probolinggo. “Kebetulan dermaga Tanjung Tembaga yang baru dioperasikan awal April lalu kedalamnnya 6 meter sehingga bisa didarati kapal pengangkut batubara hingga 8.000 ton,” ujarnya.

Dikatakan, kelak boiler PTKL membutuhkan 600 ton batubara/hari. Pihak Administrator Pelabuhan (Adpel) Probolinggo, Wiliyanto juga mempersilakan PTKL menyewa lahan terbuka (open storage) untuk penumpukan batubara di kawasan pelabuhan. “Dari pelabuhan, batubara itu bakal kami angkut dengan dump truk menuju Leces yang hanya berjarak sekitar 15 kilometer,” ujarnya. isa

surabayapost.co.id

Leave a Reply

Label

 
Wong Leces © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

Man Jadda Wajada. Siapa yang Bersungguh-sungguh Akan Berhasil