Suatu hari, Ibnu Al-Lutaibah seorang petugas zakat datang menghadap Rasulullah SAW melaporkan dan menyerahkan hasil penarikan zakat dengan mengatakan: “Ini untukmu, dan yang ini telah dihadiahkan kepadaku!” Rasulullah SAW seketika tersentak mendengar laporan inventaris dan keuangan zakat dari amil beliau yang berasal dari suku Uzdi ini. Dengan penuh geram dan heran Rasulullah SAW berdiri di atas mimbar seraya mengatakan: “Ada apa gerangan seorang petugas yang kami utus untuk menjalankan suatu tugas lalu mengatakan: “Ini untukmu (Wahai Rasulullah), dan yang ini telah dihadiahkan untukku!” Kenapa ia tidak duduk saja di rumah bapak dan ibunya, lalu ia melihat apakah ia diberi hadiah atau tidak?” Lanjutnya: “Demi Tuhan yang jiwa kalian berada di tangan-Nya, bahwa tiada yang membawa sesuatupun dari hadiah-hadiah tersebut kecuali ia akan membawanya sebagai beban tengkuknya pada hari kiamat.” (HR Imam Ahmad).
Rasulullah SAW sangat geram terhadap Ibnu Al-Lutaibah yang telah menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri. Di kalangan masyarakat hal ini biasanya disebut dengan berbagai istilah, seperti money politics, uang sogok, uang kompromi, uang pelicin, dan sebagainya, tetapi esensinya sama yaitu suap (risywah).
Menurut Al-Fayumi, suap adalah pemberian seseorang kepada hakim atau yang lainnya supaya memberikan keputusan yang menguntungkannya atau membuat orang yang diberi melakukan apa yang diinginkan oleh yang memberi.
Suap identik dengan memakan harta secara yang batil. Karena itu, “Janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 188).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Haitsami berkata, “Janganlah kalian ulurkan kepada hakim pemberian kalian, yaitu dengan cara mengambil muka dan menyuap mereka, dengan harapan mereka akan memberikan hak orang lain kepada kalian, sedangkan kalian mengetahui hal itu tidak halal bagi kalian.”
Rasulullah SAW sangat mengecam kepada para penyuap, penerima, penghubung dan siapa saja yang terlibat dalam proses terjadinya suap. “Rasulullah melaknat penyuap dan orang yang menerima suap.” (HR Abu Daud). Dalam hadits yang lain, Nabi SAW melaknat penghubung antara penyuap dan yang disuap. (HR Hakim).
Oleh karena itu, hanya dengan ketegasan dan memberikan hukuman yang seberat-beratnya bagi para pelaku dan yang terlibat dalam suap maka budaya penyalahgunaan jabatan akan dapat dikendalikan. Wallahu a’lam.