Friday, 31 May 2013

Kenekatan Para Intelektual Muda Mendirikan Kampus Teknologi di Pelosok Sumbawa

0 comments
Sejumlah ilmuwan muda yang sudah mapan di Jakarta turun gunung ke pelosok Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Mereka sedang merajut mimpi untuk mewujudkan sebuah kampus teknologi di Indonesia bagian timur yang berkualitas global. 


Laporan Taufik Lamade, SUMBAWA

Mereka bisa dibilang nekat. Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) yang mereka dirikan itu berlokasi di kaki bukit Olat Maras, Desa Batualang, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Sumbawa Besar.

     Tidak semua aksesnya mulus. Tiga kilometer merupakan  ’’jalan setapak’’ untuk mobil. Itu pun hanya mampu dilintasi satu mobil. Hujan rintik bisa membuat mobil selip terjebak lumpur.

     Ketika pertama ke UTS, mobil yang ditumpangi Jawa Pos (grup Radar Lampung) sempat terhenti di tengah jalan. Gara-garanya, mobil di depan terperosok di jalan  ’’one way’’ itu. Mobil baru bergerak setelah didorong warga lokal.

      ’’Jalan setapak’’ itu bukan rintangan bagi Dr. Nurul Taufiqurochman (43). Doktor bidang metalurgi lulusan Kagoshima University, Jepang, itu justru melihat kampus di kaki bukit tersebut sebagai  ’’mainan’’ yang penuh pesona. Yang ada di kepalanya adalah bagaimana dalam waktu secepatnya kampus itu menjadi pusat riset aplikatif.

      ’’Kalau sekadar menjadi dosen, saya tak akan ke sini (Sumbawa). Tawaran yang meminta saya mengajar di Jakarta di mana-mana. Saya ke sini karena ingin mengajari mahasiswa menciptakan teknologi yang bermanfaat,’’ tegas pemegang 14 paten yang terdaftar di Jepang itu saat ditemui di kampus UTS, Sabtu (16/3).

     Konsekuensinya, ilmuwan asli Malang itu mau tidak mau harus bolak-balik Jakarta–Sumbawa. Sebab, tugasnya di Jakarta segudang. Di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), misalnya. Selain peneliti senior, Nurul menjadi kepala Sarana Penelitian Riset Metalurgi.

     Dia juga menjabat ketua Pembina Nano Center Indonesia yang bergerak di berbagai riset. Hebatnya, meski kesibukannya seperti itu, dia masih menyediakan sebagian waktu untuk membidani berdirinya UTS yang terletak ribuan kilometer dari Jakarta.

     Nurul menyebut UTS sebagai kampus di balik hutan. Maklum, lokasinya cukup jauh dari permukiman penduduk. Sepanjang mata memandang, hanya kehijauan bukit yang terlihat. Namun, dia senang berada jauh dari hingar-bingar keramaian karena kondisi itu sangat cocok bagi UTS sebagai pusat riset aplikasi.

     Di kampus baru itu, Nurul menjadi advisor rector. Peran dan sentuhan pemegang dua gelar doktor itu metalurgi dari Kagoshima University dan manajemen bisnis IPB sangat terasa.

      ’’Saya ingin mahasiswa di sini sekaligus memanfaatkan penelitian aplikatif. Bila perlu, mereka sekolah langsung mendapatkan uang,’’ ujarnya bersemangat.

     Radiyum Ikono juga sudah menyatu dengan  ’’jalan setapak’’ menuju kampus UTS itu. Ilmuwan belia berumur 25 tahun itu dipercaya menjabat dekan fakultas teknik. Usia boleh muda, tapi kapasitas keilmuannya jangan diragukan. Ikono yang meraih master ilmu bahan dari Tsukuba University, Jepang, itu sangat yakin UTS kelak menjadi pusat riset aplikasi.

      ’’Saya ingin mahasiswa di sini lebih banyak praktik di lapangan. Sumbawa ini kaya emas, mangan, dan tembaga. Saya kira mahasiswa langsung bisa mengelolanya,’’ ujar pria yang pernah kuliah di Nanyang Technological University, Singapura, itu.

     Karena itu, ketika datang tawaran bergabung dengan UTS, dia langsung menjawab: ya! Dia merasa tertantang, walaupun tantangan itu berada di kawasan terpencil.

     Ide pendirian UTS berasal dari Dr. Zulkiefliemansyah (41). Anggota DPR berdarah Sumbawa itu prihatin atas kondisi kampung halamannya. Dia risau melihat anomali masyarakat setempat.

      ’’Sumbawa kaya sumber daya alam, terutama emas. Bahkan, kandungan emas di Sumbawa terbesar di Indonesia. Tapi, ironisnya, untuk mencari 3 gram emas saja, orang Sumbawa harus menjadi TKW (tenaga kerja wanita) di luar negeri,’’ ujar doktor ekonomi lulusan Inggris itu.

     Di sisi lain, di Serpong, Tangerang, tempat tinggal Zul –panggilan akrab Zulkiefliemansyah–, kini banyak orang pintar yang bergelar Ph.D. Kondisi itulah yang membuat dia berpikir keras agar para doktor yang melimpah di Serpong itu bisa dibawa ke Sumbawa. Nalurinya sebagai ilmuwan dan pendidik bagai tersulut api.

     Jalan keluarnya, harus ada sekolah sekaligus pusat riset berkualitas tinggi di Sumbawa. Dia tak ingin masyarakat lokal hanya menjadi penonton ketika emasnya ditambang.

     Pergaulan dan jaringan Zul yang luas membuat ajakannya mendapat support luar biasa dari berbagai pihak. Para koleganya pun menyambut gagasan itu.

     Salah satu program studi yang digadang-gadang adalah teknik metalurgi. Menurut Zul, Sumbawa yang kaya emas dan tembaga harus menjadi pusat riset terbaik untuk logam.

     ’’Selama ini, orang-orang pintar Sumbawa kuliah ke luar Sumbawa. Saya ingin orang dari luar (Sumbawa) kuliah di sini,’’ tegas Zul yang menjabat rektor UTS itu.  

’’Jangan sampai masyarakat Sumbawa hanya menjadi penonton ketika tambang emasnya diambil orang,’’ katanya.

     Menteri BUMN Dahlan Iskan yang juga hadir di UTS menyebut Dr. Zul dan kawan-kawan sebagai para ilmuwan supernekat. Sambil menatap puncak bukit Olat Maras yang berdiri tegak di depannya, Dahlan menyitir pepatah Tiongkok: Gunung tak perlu tinggi, yang penting ada dewanya. Dia pun berharap para ilmuwan muda itu menjadi dewa di bukit Olat Maras.

     Melihat kreativitas dan kapasitas para ilmuwan yang membidani kelahiran kampus itu, Dahlan yakin UTS akan menghasilkan riset-riset hebat. Karena itu, mantan Dirut PLN yang sebelumnya meresmikan pembangkit listrik tenaga angin di Sumbawa tersebut langsung menantang para ilmuwan UTS untuk menemukan bahan material pengembangan mobil listrik. Termasuk menciptakan baterai murah dan efisien.

     "Problem terbesar mobil listrik adalah baterainya yang masih mahal. Kita harus bisa memecahkan persoalan itu," ujarnya men-support para pengurus UTS. Kita tak boleh lagi tertinggal dari Jepang, Eropa, dan Amerika," tegas Dahlan.

     Kampus UTS didesain dengan menitikberatkan pada kualitas produk. Karena itulah, kata Zul, untuk satu program studi (prodi), UTS hanya akan menerima 10 mahasiswa setiap tahun. Pada 2013 ini, kampus yang dikelola Yayasan Dea Mas itu mulai menerima mahasiswa baru. Pembangunan empat gedung di dalamnya, termasuk gedung rektorat yang berkarakter rumah adat Sumbawa, dikebut siang-malam.

     Praktis, pembangunan fisik dan segala persiapan pembukaan kampus itu hanya membutuhkan waktu kurang dari setahun. Kampus itu berada di lahan 60 hektare.

     Dari mana dana pendirian UTS? "Kampus ini dibangun dengan dana CSR (corporate social responsibility) sejumlah BUMN. Juga CSR sejumlah perusahaan swasta," ujar Mujiburahman, ketua Yayasan Dea Mas.

     Menurut dia, UTS mengelola lima fakultas. Selain fakultas teknik, ada fakultas pertanian dan bioteknologi; fakultas ilmu komunikasi; fakultas ekonomi dan bisnis; serta fakultas psikologi.

     Kampus yang baru memasuki tahun pertama itu kini seperti bayi cantik. Bukan hanya Dahlan yang sudah mengunjungi. Sejumlah menteri juga pernah melewati "jalan setapak" untuk menengoknya. Termasuk Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Menristek Gusti Muhammad Hatta.

     Menurut Nurul, kelahiran UTS juga melibatkan para pakar dari LIPI, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Indonesia. Termasuk ahli metalurgi UI, Prof. Bambang Suharno.


     "Kini ada enam kandidat doktor muda yang masih kuliah di luar negeri. Salah satunya di Taiwan. Mereka disiapkan untuk menjadi dosen di sini," ujar Nurul.

     Sementara itu, Bupati Sumbawa Jamaluddin Malik menyatakan senang atas kehadiran kampus UTS. Dia berjanji memperjuangkan akses masuk ke UTS selebar 12 meter. "Ini agar mobil yang ingin mencapai kaki bukit Olat Maras tidak selip lagi," ungkapnya.


Read more...

Label

 
Wong Leces © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

Man Jadda Wajada. Siapa yang Bersungguh-sungguh Akan Berhasil