Showing posts with label Haji. Show all posts
Showing posts with label Haji. Show all posts
Thursday, 19 September 2013

Bupati Probolinggo Terharu Mendengar Pemulung Naik Haji

0 comments
Probolinggo - Kabar seorang nenek pemulung di Probolinggo bisa naik haji di 2013, akhirnya sampai juga ke telinga Bupati Probolinggo, Hj Tantriana Aminuddin. Tadi siang, Tantri bersama sejumlah pejabat bawahannya mendatangi kediaman Mbok Karyati (68) di Desa Pondok Wuluh Kecamatan Leces.

Tantri merasa trenyuh sekaligus terharu dengan keadaan Mbok Karyati yang sebenarnya. Di rumah usang yang kurang terawat, Mbok Karyati tinggal seorang diri. Ia berjuang hidup sendirian dengan menjadi seorang pemulung barang bekas plastik dan kertas.

Meski ada 4 anaknya yang telah hidup mandiri, Mbok Karyati tidak mau membebani, dan memilih berjuang hidup seorang diri dengan mengais rezeki dari barang bekas.

Luar biasanya, Mbok Karyati tidak hanya mandiri tapi juga bisa mengumpulkan uang untuk naik haji. Dan cita-citanya melihat Ka'bah secara langsung dikabulkan Allah pada tahun 2013 setelah 20 tahun menabung dari penghasilannya sebagai pemulung. Mbok Karyati akan berangkat pada 29 September 2013 melalui kloter 43 embarkasi Juanda.

Semangat juang yang tinggi dan niat yang tulus inilah yang menjadi inspirasi bagi semua orang termasuk Bupati Probolinggo, Hj. Tantriana Aminuddin.

"Mbok Karyati ini menjadi contoh bagi kita semua. Semangatnya begitu tangguh dan niatnya sangat tulus. Ini adalah panggilan Allah dan Mbok Karyati akan memenuhi panggilan-Nya," ujar Tantri dengan nada terharu.

Dalam kunjungannya itu, Tantri memberikan santunan uang untuk tambahan bekal ibadah haji kepada Mbok Karyati.

Read more...
Saturday, 31 August 2013

Kisah Seorang Pemulung yang Bisa Naik Haji

0 comments
Probolinggo - Niat dan usaha yang sungguh-sungguh akan mengantarkan seseorang pada sesuatu yang dicita-citakannya. Inilah yang diyakini dan dilakukan Mbok Karyati, seorang pemulung asal Probolinggo. 


Meski secara logika pekerjaannya adalah pekerjaan rendahan, namun nenek 68 tahun ini ternyata bisa mencapai cita-citanya yakni menunaikan rukun Islam yang kelima, haji. 


Untuk bisa mencapai keinginannya itu, Mbok Karyati telah bekerja sangat keras. Selama 20 tahun, wanita paruh baya yang tinggal di Desa Pondok Wuluh, Kecamatan Leces, Probolinggo ini menyisihkan sebagian jerih payahnya sebagai pengais barang bekas plastik dan kertas. 


Janda renta yang mempunyai 4 orang anak ini berkeyakinan bahwa ia bakal bisa naik haji layaknya orang-orang berduit. "Memang penuh perjuangan. Karena saya harus menabung selama 20 tahun lamanya. Saya yakin Allah pasti mengabulkan doa saya untuk bisa melihat Ka'bah secara langsung," ujar Mbok Karyati saat berbincang dengan detikcom di rumahnya, Rabu (18/9/2013).


Mbok Karyati bercerita, cita-cita naik haji itu sudah lama terpendam semenjak 2001 lalu. Saat itu ia masih punya toko kelontong di desanya. Masa-masa sulit dilewatinya saat usaha kelontongnya bangkrut di 2005. Untuk menyambung hidup, Mbok Karyati kemudian menjadi seorang pemulung. Meski pekerjaannya terbilang rendah, tapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk bisa meraih cita-cita menunaikan ibadah haji.


"Ketika uang sudah terkumpul Rp 40 juta, ada seseorang yang meminjam dan tidak dikembalikan. Padahal saat itu sudah mau didaftarkan. Saya hanya bisa pasrah namun saya tidak mau putus asa," terang Mbok Karyati.


Bermodal sepeda buntut, Mbok Karyati keliling dari kampung ke kampung mengumpulkan barang bekas. Sebagian hasilnya digunakan untuk makan dan sebagian lain ditabung untuk bisa naik haji.


"Dalam sehari, upah memungut barang bekas sebesar Rp 10 ribu. Yang Rp 5 ribu ditabung dan yang Rp 5 ribu untuk makan," ujar Mbok Karyati.


Dan selama mengejar impiannya, Mbok Karyati tidak mau kumpul atau tidur di rumah anak-anaknya. Bukannya tidak sayang kepada anak dan cucu, namun nenek bercucu 12 orang ini tak mau mengganggu atau menjadi beban hidup anak-anaknya. 


Mbok Karyati lebih memilih tidur di toko usang miliknya. Terkadang pula tidur di mesjid desanya. "Kalau pas bersih-bersih masjid ada orang kasih rejeki, saya tabung," katanya. 


Usaha Mbok Karyati tak sia-sia. Semua hasil jerih payah dan keihklasan hatinya membawa Mbok Karyati berangkat haji di tahun 2013 ini. Mbok Karyati direncanakan akan berangkat tanggal 29 September 2013 melalui kloter 43 embarkasi Juanda.

Read more...
Tuesday, 1 November 2011

Kisah Nyata Choirun Si Haji Nunut

0 comments
Namanya Choirun Nasichien, seorang lelaki paruh baya sederhana dari Jombang. Bicaranya sangat lugu dan sikapnya teramat polos. Choirun dilahirkan dari keluarga miskin.

Sehari-hari ia memang orang yang dikenal religius di kampungnya. Eloknya, saking seringnya memakai topi haji putih, sehari-hari Choirun sudah sering dipanggil dengan sebutan ‘Haji’ oleh warga kampungnya, meski dia belum pernah ke Tanah Suci.

Ongkos naik haji saat itu sekitar Rp 6 juta tak terjangkau koceknya. Padahal, keinginan warga asli Sumobito, Jombang, Jawa Timur, untuk berhaji sudah mengganggu benaknya sejak tahun 1990. Tak hanya berdoa, Choirun juga rajin mengikuti undian berhadiah sebagai modal untuk membayar ONH. Pernah ia mengirim 900 lembar kupon sebuah undian!

Niatnya berhaji tak terbendung lagi ketika dia memenangi sebuah undian sampo pada 1992. Choirun menerima hadiah berupa emas seberat lima gram. Setelah diuangkan menjadi Rp 70 ribu, Choirun memakainya sebagai persiapan mengikut haji tahun itu juga. “Uangnya saya belikan sandal, pakaian ihram, dan perlengkapan haji yang lain,” kata pria yang bekerja sebagai petani dan pedagang ini.

Merasa tak cukup bekal, pria 45 tahun ini mencari kiat jitu. Sederhana saja. Dia ingin menerapkan kebisaannya nunut kendaraan bermotor, utamanya truk, jika ingin pergi ke mana-mana tanpa ongkos. “Seperti naik truk, kalau nanti saya disuruh turun, ya, turun. Wong namanya nunut,” kata pria yang betah melajang ini.

Entah karena kepolosannya itu, niat Choirun terbukti mulus-mulus saja. Berbekal uang Rp 49.950, sisa penjualan emas hadiah, ditambah Rp 5 ribu dari ibunya, Siti Khoniah, Choirun mantap pergi haji. “Pada ibu, saya bilang jika dalam satu dua hari itu saya nggak kembali, berarti saya bisa naik haji. Benar juga kan? Senin berangkat, Selasa pulang, Rabu sampai Jombang,” katanya.

Dari Jombang ia naik bis ke Surabaya dan diteruskan dengan bemo ke bandara. Choirun sempat kecewa karena tak tampak jamaah haji akan berangkat. Namun, oleh seseorang ia diberitahu bahwa sore hari ada satu rombongan haji akan berangkat. Benar saja, pukul 19.00 WIB Kloter IX telihat turun dari bis siap berangkat.

Ketika melompat pagar masuk ke pesawat yang parkir di Bandara Juanda, dia masuk lewat pagar di ujung timur ruang kedatangan internasional. ”Sambil wirid, saya jalan biasa saja. Tidak ada yang menegur sampai saya berada di atas pesawat.”

Tanpa ragu, Choirun bergabung dengan rombongan tanpa satu pun Jamaah Calon Haji (JCH) merasa janggal, apalagi petugas bandara. Malah tanpa kecurigaan, ia sempat berfoto-foto sebagai kenangan. Sadar jika ia nunut, di dalam pesawat Chorun tak memilih kursi bernomor. Ada empat kursi pramugari di bagian lambung yang kosong. Di situlah ia duduk hingga seorang pramugari menegurnya saat pesawat sudah terbang menuju Jeddah.

“Saya jawab nggak apa-apa karena saya nunut,” katanya. Si pramugari tersenyum saja karena disangka bercanda. Hingga para jamaah memperolah jatah makan dan minum, posisi Choirun masih aman.

Entah kenapa, di tengah penerbangan, seorang pramugari meminta dokumen perjalanan Choirun. Pria desa yang tak paham apa itu paspor dan dokumen JCH akhirnya membuat geger seisi pesawat. Sadarlah JCH Kloter IX bahwa ada seorang penumpang gelap yang nunut di pesawat Garuda tersebut. Untung ada JCH yang satu desa dengan Choirun di Ngrumek, Sumobito, Jombang, mengenal Choirun. Namanya Pak Harto, juragan ikan, dan Pak Yazid.

“Pak Yazid Abdullah itu guru madrasah saya. Beliau meyakinkan kalau saya bukan orang gila. Dia juga bilang, saya warga satu desa dengannya. Saya miskin, tapi berniat betul menjadi haji karena sudah lama dipanggil Pak Haji,” jlentrehnya.

Meski sempat bikin heboh, di sepanjang perjalanan ke Jeddah, Choirun justru beroleh simpati seisi pesawat. Bahkan, dari rapat kru pesawat dan ketua rombongan, mulanya Choirun akan diupayakan memperoleh paspor. Sementara biaya akan ditanggung bersama oleh semua jamaah Kloter IX. Tapi, akhirnya, Choirun diputuskan harus kembali ke tanah air.

Sempat disembunyikan kru pesawat dalam toilet pesawat selama satu jam untuk menghindari pemeriksaan Imigrasi Kerajaan Arab Saudi di Bandara King Abdul Aziz. Bahkan, agar petugas imigrasi tidak curiga, toilet pesawat ditulisi ‘rusak’. Trik jitu ini membuat Choirun tak sampai berurusan dengan aparat keamanan Arab Saudi.  Selama menunggu pesawat kembali ke Indonesia, Choirun hanya bisa menangis dalam toilet.

Singkatnya, Choirun dipulangkan langsung hari itu juga. Dalam perjalanan, dia malah merasa dimanjakan. Dia menjadi satu-satunya penumpang di pesawat berkapasitas 500-an kursi itu. Dia bisa menyaksikan film serta menikmati makanan kesukaannya. “Kayak wong sugih, aku iso carter pesawat. Opo ora hebat? Hehehe…,” ungkapnya.

Kasus Choirun ini mendapat liputan luas dari media massa saat itu. Maka, dia pun dijuluki “Haji Nunut.” Choirun kemudian mendapat simpati dari berbagai pihak, termasuk sebuah media harian di Jawa Timur yang menulis kisahnya secara berseri.

Ada pengalaman menarik lainnya yang dialami Choirun . Meski ia tidak berurusan dengan pihak imigrasi, kepolisian, dan bandara, karena ia nyelonong masuk ke pesawat tanpa izin petugas , dia harus berurusan dengan Detasmen Intelijen (Denintel) Kodam V/Brawijaya di Wonocolo. Berhari-hari dia menginap di sana untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Maklumlah, pada zaman Orde Baru, Den Intel cukup besar pengaruhnya dalam berbagai persoalan. Wartawan yang salah nulis pun harus ‘disekolahkan’ di Wonocolo. Nah, ketika pulang dari Wonocolo, di bawah mata Choirun terlihat seperti bekas benda tumpul. Bekas itu masih ada hingga sekarang. Namun, ketika ditanya ia mengaku jatuh terpeleset di kamar mandi ketika dimintai keterangan di Wonocolo.

“Saya tidak diapa-apakan kok,” katanya.

Kisahnya nunut pesawat mengetuk hati beberapa dermawan, ada lebih dari empat pihak  yang menawarkan ONH gratis untuk Choirun. Salah satunya Haji Tosim yang akhirnya memberangkatkan haji si Choirun pada 1994.

Menariknya, saat ia benar-benar berhaji tahun itu, Choirun sempat memasuki kawasan Istana Raja Fadh, yang merupakan kawasan tertutup bagi orang biasa. Dalam komplek istana itu pula ia sempat bertemu dengan rombongan pejabat dari Indonesia, antara lain Pangab Jenderal Faisal Tanjung dan Mendikbud Wardiman Djojonegoro.

Pada tahun 2005, seorang pengusaha yang juga menaruh simpati padanya juga memberikan fasilitas Choirun naik haji gratis.

Kini, Choirun sering diminta berbagai kalangan untuk membacakan doa dalam hajatan atau memberikan tausiyah di majelis taklim. Meski sudah dua kali naik haji (beneran), Choirun Nasichien masih tetap dijuluki ‘Haji Nunut’.

Read more...

Label

 
Wong Leces © 2011 DheTemplate.com & Main Blogger. Supported by Makeityourring Diamond Engagement Rings

Man Jadda Wajada. Siapa yang Bersungguh-sungguh Akan Berhasil